mENjAdi WaNIT paNGGilan
Ini adalah kisah nyata dalam perjalanan hidupku, terjadi sebelum akhirnya nasib mempertemukan aku dengan suamiku sekarang ini.
Namaku
Lily, waktu itu umurku 26 tahun, sebagai seorang gadis panggilan tentu
banyak pengalaman sexual yang aku alami dari bermacam umur, golongan,
pangkat, tingkah laku, gaya hidup bahkan perlakuan sex.
Postur
tubuhku yang 167 cm, berat 50 dan ukuran 36B, ditambah kulit tubuhku
yang putih mulus, mata agak sipit seperti gadis chinesse, wajah cantik
mirip Cornelia “Sarah” Agatha (kata orang sih), tentu tidaklah sulit
bagiku untuk mendapatkan “Tamu” bahkan lebih sering menolak, daripada
mencari.
Penampilanku memang layaknya Chinese apalagi lingkungan
pergaulanku juga kalangan Chinese di kota Surabaya, maka 90% tamu-ku
adalah dari kalangan Chinese, sisanya yang sepuluh persen adalah para
penggede Orde Baru, pejabat, anak pejabat, bahkan cucu pejabat, baik
pejabat local maupun pusat, menteri dan anak anaknya, bahkan aku pernah
melayani Pak Menteri dan anaknya dalam satu hari, perwira tinggi bahkan
Jendral, Gubernur, suami artis ternama dan tak ketinggalan sang cucu
dari Cendana, ada yang masih menjabat hingga tahun 2002 ini tapi banyak
yang sudah pensiun, sedang di sidang, bahkan sudah berada di penjara.
Memang
pangsa pasarku adalah golongan atas, sesuai dengan penampilanku yang
high class, tentunya tariff yang aku kenakan juga sudah pasti angka 7
digit bahkan bisa 8 digit kalau menginap atau harus ke luar kota, tapi
dari para tamu memang harga segitu sepadan dengan servis yang aku
berikan, terbukti hampir 95% dari tamu adalah pelanggan lama, memang aku
membatasi dan sedikit pemilih dalam melayani tamu, karena disamping
masalah uang tapi juga selera, tujuannya adalah untuk mendapatkan
kepuasan dalam sex maupun financial, yang pasti aku berusaha supaya
bukan tamu-ku saja yang puas tapi aku juga bisa mendapatkan kepuasan.
Aku
biasa melayani tamu dan panggilan short time 2-4 kali dalam sehari,
belum lagi yang sampai menginap di hotel berbintang, bisa dibayangkan
berapa kocek yang mengalir dalam kantongku, tapi seperti kata pepatah
“Easy come easy go”, uang mengalir masuk dengan mudahnya dan mengalir
keluar dengan mudahnya pula dalam arena perjudian, tapi aku tidak pernah
terlibat dalam drug, memakai sekali kali sih oke, itupun atas paksaan
tamu.
Aku banyak memenuhi keinginan fantasy sexual para tamu, baik
hanya berdua maupun bertiga, berempat tergantung kemauan para tamu,
tapi dengan kelihaian rayuanku aku bisa memaksa para tamu untuk bercinta
two in one atau three in one, yang one adalah aku, ini lebih sering
terjadi dari pada aku bagian dari two atau three.Banyak tamu yang ingin
menjadikanku simpanannya bahkan jatuh cinta dan ingin menjadikanku
simpanan bahkan istri kedua, tapi tak ada yang kutanggapi, karena
pertimbanganku saat itu adalah dari sisi materi aku mendapat jauh lebih
banyak sedangkan dari sisi sexual aku bisa menikmati dari tamu tamu yang
memang aku seleksi, jadi belum ada alasan yang kuat untuk meninggalkan
kehidupan ini, disamping itu aku sudah trauma ketika menjadi simpanan
seorang pengacara Chinese saat pertama menjalani kehidupan ini. Ternyata
freelance tidak terikat pada satu GM membuat aku bisa menentukan
pilihan tamu yang aku terima maupun aku tolak dengan berbagai alasan.
Saat
pertama kali aku terjun ke dunia ini atas bujukan seorang GM terkenal
di Surabaya saat itu, namanya dikenal dengan Om Lok. Dia menempatkan aku
di hotel berbintang di daerah Gunung Sari Surabaya, stand by di kamar
menunggu tamu datang. Dalam posisi seperti itu aku tidak berdaya untuk
menolak tamu kiriman Om Lok yang kebanyakan memang sudah seusia papaku,
maklum dengan tariff setinggi itu tentu hanya orang berkantong teballah
yang mampu “Membeli” tubuhku, untuk short time saja sudah di atas US$
2500 tentu bukan sembarang kelas yang mampu, padahal pelayananku saat
itu masih biasa saja, maklum dari ibu rumah tangga langsung terjun ke
dunia seperti ini, tapi toh banyak tamu yang mengulang dan mengulang
lagi, sehari aku rata rata bisa menerima tamu rata rata 2-3 kali.
Kujalani kontrak dengan Om Lok selama satu bulan, karena porsi
pembagiannya tidak seimbang antara dia dan aku, maka aku mulai dengan
berjalan sendiri alias freelance.
Dikalangan para Germo (GM)
maupun rekan seprofesi “Simatupang” (SIang MAlam Tunggu PANGgilan) aku
lebih dikenal dengan sebutan Lily Panther, karena aku memakai mobil
Phanter, hasil kerja kerasku selama sebulan dibawah “Management” Om Lok,
bagi para rekan, GM, atau ex-tamu yang mungkin masih mengenalku kita
bisa berkomunikasi via e-mail.
Cerita cerita sex yang aku kirim
adalah penggalan catatan harianku selama menjalani kehidupan sebagai
“Call girl”, nama dan tempat aku samarkan tapi tidak jauh dari yang
sebenarnya, cerita non sex yang banyak aku alami tidak aku ceritakan,
karena tidak akan menarik penggemar cerita sex.
Sang Pengacara
Tamu
pertama saat aku menjalani profesi ini adalah seorang pengacara Chinese
dari Jakarta yang sedang menangani kasus di Surabaya, namanya HW, aku
biasa panggil dia Koh Wi, berumur sekitar 50 tahun dan dialah orang yang
akhirnya dengan kekuatan kepengacaraannya memutuskan kontrakku dengan
Om Lok dan menjadikan aku sebagai simpanannya selama 3 bulan sebelum
akhirnya aku tak tahan dan melepaskan diri dari ikatannya, dengan segala
resiko yang harus aku tanggung.
Orangnya kelihatan tidak ramah,
wajahnya kurang sedap dipandang, tapi apa dayaku, aku tak kuasa menolak
karena memang tak boleh menolak setiap tamu yang dikirim Om Lok, padahal
melihat wajahnya saja aku sudah ketakutan, habis seram sih, tapi itulah
konsekuensinya.
Setelah Om Lok mengenalkan kami lalu dia
meninggalkan aku berdua dengan Koh Wi, ada rasa tegang dan canggung
berdua di kamar dengan orang asing, apalagi yang bertampang seperti Koh
Wi, sungguh aku gugup dibuatnya.Untunglah Koh Wi mengetahui
kecanggunganku, sebagai tamu pertamaku dia cukup “Berjasa” membimbingku
dalam menghadapi tamu berikutnya, menumbuhkan rasa percaya diriku. Tahu
bahwa dia adalah tamu pertamaku, maka Koh Wi tidak langsung tubruk, dia
cukup sabar dan telaten mengajariku.
Perlu dicatat, meski aku
dibawah “Penguasaan” Om Lok, tapi hubungan aku dan dia sebatas hubungan
bisnis, tak ada paksaan untuk melayaninya, jadi Koh Wi adalah orang
kedua yang akan menikmati kehangatan tubuhku setelah suamiku dan dia
akan kembali mem-perawan-I ku, karena sudah hampir 2 tahun sejak aku
cerai belum pernah bercinta lagi.
Setelah ngobrol beberapa saat
untuk mencairkan suasana, Koh Wi mendekatiku, menuntunku ke ranjang,
jantungku berdetak keras ketika dia memelukku, kupejamkan mataku saat
dia mulai mencium pipiku, kurapatkan bibirku ketika dia mulai mencoba
mencium bibirku, aku mengangis dalam hati ketika tangannya mulai
menjamah dadaku. Ternyata Koh Wi memang benar benar seorang yang sabar,
merasa tidak mendapat respon yang semestinya, dia menghentikan aksinya,
bukannya marah tapi dia malah tersenyum melihat keluguanku.
Kembali
kami ngobrol, kali ini di atas ranjang, dia memang pandai membawa
suasana hingga aku merasa akrab dengannya. Dia lalu menciumku, aku tetap
memejamkan mataku, tapi ketika dia mencium bibirku, aku mulai membuka
bibirku meski dengan tetap mata tertutup. Aku mulai membalas ciuman
bibirnya ketika tangan Koh Wi menjamah dan mengelus dadaku, napasku
mulai turun naik, maklum sudah 2 tahun tidak terjamah laki laki. Tanpa
melepaskan ciumannya, Koh Wi mulai meremas remas buah dadaku, tanganku
dibimbingnya ke selangkangannya, tak berani aku menggerakkan tanganku
itu, kurasakan ketegangan di balik celananya, kembali tanganku
dipegangnya dan diusap usapkan pada kejantanannya yang sudah tegang.
Ciuman
Koh Wi sudah berpindah ke leherku, kurasakan kegelian yang sudah lama
tidak kurasakan lagi, tangan Koh Wi sudah berpindah ke pahaku, gaun
panjangku yang berbelahan hingga ke paha lebih memudahkan jelajah
tangannya di sekitar paha hingga ke pangkalnya. Aku hanya menengadahkan
kepalaku menikmati ciuman di leher dan usapan di pahaku, tanganku sudah
berani mengusap dan meremas kejantanannya dari luar. Desis tertahan
bercampur malu tak sadar keluar dari mulutku, aku sudah terhanyut dalam
buaian lembut Koh Wi.
Tangan kiri Koh Wi yang dari tadi menjelajah
di dadaku, sudah berhasil membuka resliting di punggungku dan menarik
ke bawah hingga tampaklah bra biru tua berenda, secara reflek aku
menutupi dadaku dengan kedua tanganku, Koh Wi tersenyum melihat
reaksiku, kembali tanganku dibimbing ke selangkangannya, kali ini dia
membuka ikat pinggang dan reslitingnya, tanganku dibimbingnya masuk ke
dalam celananya hingga aku bisa menyentuh batang kejantanannya yang
menegang keras meski dengan sedikit gemetar.
Koh Wi kembali
menciumi leher dan pundakku, tangannya sudah kembali menjelajah di
dadaku, mengelus dan meremas, lalu diselipkan di balik bra-ku, dia
mendapatkan yang dia cari, putingku yang masih kemerahan segera
dipermainkan dengan jarinya sambil meremas buah dadaku. Aku mendesis
tertahan, tali bra-ku sudah merosot ke lenganku, dan tak lama kemudian
terlepaslah bra itu dari tubuhku, aku ingin menutupi lagi dengan
tanganku tapi dia mencegahnya, mukaku terasa panas memerah, malu karena
harus memperlihatkan buah dadaku di depan orang yang baru kukenal belum
satu jam yang lalu. Tapi Koh Wi tak memberiku kesempatan lebih lama,
mencium leherku dan turun ke dadaku, dijilatinya sekujur buah dadaku dan
berakhir pada kuluman di putingku yang kecil kemerahan.“Aaahh.. sshh..
sshh” aku tak bisa menahan desah kenikmatan lebih lama lagi.
Tanganku
segera mencari batang kejantanan Koh Wi, betapa terkejut ketika kuraih
dan kugenggam, begitu besar rasanya, sepertinya jauh lebih besar dari
punya suamiku dulu. Kuluman dan remasan Koh Wi begitu nikmat kurasakan
setelah sekian lama hampa, dia berhasil menghanyutkanku kedalam
buaiannya lebih jauh, hingga tak kusadari aku secara refleks menarik
keluar batang kejantanannya dan mengocoknya, ternyata hal ini membuat
kuluman dan remasan Koh Wi makin menggairahkan, maka semakin cepat
kukocok penisnya. Jujur saja ini adalah penis kedua yang aku pegang
setelah suamiku.
Ketika kulihat penis itu, sungguh aku terkejut,
ternyata benar dugaanku ini penis itu jauh lebih besar bahkan mungkin
dua kali lebih besar dari suamiku, agak gugup juga aku ketika
membayangkan bahwa penis sebesar itu akan segera masuk ke vaginaku yang
sempit. Tapi aku tak sempat gugup lebih lama lagi ketika Koh Wi
merebahkan tubuhku di ranjang, dia melepas gaunku hingga tinggal celana
dalam ungu yang mini. Koh Wi melepas pakaiannya hingga telanjang,
kuperhatikan penisnya yang besar menggantung tegang di antara kakinya,
perutnya yang gendut dan dada sedikit berbulu, dia langsung
menghampiriku, mencium pipiku, menjilati putingku sambil tangannya
menyelip dibalik celana dalamku, mulai mempermainkan daerah vaginaku,
tak lama kemudian celana dalamku sudah terlepas, masih ada rasa risih
bertelanjang di kamar berdua dengan orang asing.
Jilatan Koh Wi
sudah menyusuri perutku, aku kaget ketika ternyata dia mulai menjilati
vaginaku, belum pernah aku diperlakukan seperti ini oleh suamiku
dulu.“Jangan Koh, jangan, aku belum pernah, nggak usahlah” teriakku
terkaget sambil mendorong kepalanya menjauh dari selangkanganku memberi
perlawanan.“Percaya deh, kamu pasti suka, kalau udah tahu rasanya pasti
ketagihan” katanya langsung membenamkan kepalanya di selangkanganku,
perlawananku terhenti ketika lidahnya mulai menyentuh klitoris dan bibir
vagina, berganti dengan desahan desahan kenikmatan. Dia mempermainkan
lidahnya di vaginaku dengan begitu gairah, kuremas remas rambutnya, aku
semakin terbuai dalam permainannya. Kurasakan kenikmatan yang belum
pernah kurasakan bahkan kubayangkan seumur hidupku, suamiku tak pernah
melakukannya karena kuanggap hanya pantas dilakukan di film porno, tapi
kini aku mengalaminya.
“Sshh.. sshh.. sshh.. ssuddaah aahh”
desahku, tak tahan menahan kenikmatan yang baru kualami.Kutarik
rambutnya ke atas untuk menghentikan permainan lidahnya, tapi dia tetap
melanjutkan sambil mempermainkan putingku, aku semakin tak karuan
terhanyut dalam kenikmatan. Untunglah dia segera menghentikannya dan
telentang di sampingku, masalah lain kemudian timbul ketika dia minta
aku mengulum kejantanannya, aku berusaha untuk menolak, baru sekali aku
melakukan dengan ex-suamiku, itupun setelah dipaksa dan aku tak mau
melakukan lagi, terlalu menjijikkan bagiku, sepertinya hanya ada di film
porno.
Koh Wi tetap memaksaku, meski tidak dengan fisik tapi
ucapannya memaksaku melakukan itu, dengan penuh keraguan kupegang dan
kujilat kepala penisnya yang basah, berulang kali aku meludah di sprei
karena lendir di penis itu, terasa asin dan asing bagiku, ingin muntah
rasanya. Sekali lagi aku harus mengakui kesabaran Koh Wi dalam
“Membimbingku”, begitu sabar dia memberi arahan dan rayuan hingga aku
tak tega karena dia sudah melakukannya padaku, dengan menahan segala
perasaan masuklah kepala penis itu ke mulutku, makin lama makin dalam
penis itu di dalam mulutku, meski berkali kali aku harus mengusap
ludahku dengan sprei, ini adalah penis kedua yang masuk mulutku.
Seringkali kurasakan gigiku menggesek penis itu, tapi Koh Wi tetap
mendesah desah membuatku ikut bergairah, aku masih belum tahu bagaimana
memperlakukan penis itu di mulutku kecuali keluar masuk menggesek bibir
dan terkadang gigiku.
Akhirnya Koh Wi merebahkanku kembali di
ranjang, dia berjongkok di antara kakiku, kembali jantungku berdegup
kencang, ada perasaan tidak karuan berkecamuk di dadaku ketika dia mulai
mengusapkan penisnya ke bibir vaginaku, disini, di ranjang ini dengan
orang ini aku pertama kali harus menyerahkan harkat kehormatanku sebagai
seorang wanita, inilah tonggak awal sejarah kehidupanku, inilah saat
aku mengawali profesiku, inilah saat mulai menyerahkan tubuhku pada
siapapun yang mampu membayarku, inilah saatnya aku mulai belajar
menikmati sex dengan siapapun tanpa ada rasa cinta yang selama ini aku
agung agungkan dan inilah saatnya aku memendam segala perasaan demi
kepuasan orang yang membayarku, tanpa kusadari air mata menetes dari
ujung mataku, segera kusapu dengan tanganku, aku tak mau Koh Wi
melihatnya.
Perlahan lahan kejantanan Koh Wi menembus vaginaku
yang sudah lebih 2 tahun tidak tersentuh, kurasakan rasa nyeri ketika
penis itu masuk makin dalam, teringat saat pertama kali berhubungan sex
waktu perawan dulu. Dengan penis Koh Wi yang besar itu rasanya bibir
vaginaku seperti tersobek, makin lama makin dalam hingga semua tertanam,
penis Koh Wi serasa memenuhi vaginaku. Aku memejamkan mataku sambil
menggigit bibirku, tak berani menggerakkan kakiku, begitu besar seolah
mengganjal bagian dalam tubuhku, untungnya Koh Wi cukup berpengalaman,
dia mendiamkan sejenak, meraba raba dan meremas remas buah dadaku untuk
memberikan perasaan santai, semakin tegang maka otot vaginaku semakin
mencengkeram erat.
Pelan pelan dia menarik keluar lalu pelan pula
dia mendorong masuk kembali, begitu berkali kali hingga akhirnya rasa
nyeri berubah menjadi nikmat, setiap gerakan penisnya di vaginaku
menimbulkan kenikmatan bagiku, apalagi sudah 2 tahun aku tidak
berhubungan sex. Vaginaku sudah mulai basah hingga Koh Wi mulai
mempercepat kocokannya, aku sudah mulai mendesis dan mendesah
kenikmatan, sungguh kenikmatan yang sudah lama tidak kurasakan,
terlupakan sudah air mata yang sempat menetes, kulupakan sudah harkat
ke-wanitaanku, dan terlupakan sudah dengan siapa aku sekarang sedang
bercinta.
Dengan lihainya dia memberiku rangsangan kenikmatan yang
lain, tangannya mengelus pahaku, meremas buah dadaku, mengulum
putingku, mencium bibirku, mengulum telingaku, semua dilakukan tanpa
menghentikan kocokannya, membuat aku makin menggeliat geliat dalam
kenikmatan.
Aku sudah melupakan bahwa aku sedang bercinta dengan
orang asing yang baru aku kenal satu jam yang lalu, aku sudah melupakan
bahwa aku tidak mencintai orang ini, aku sudah melupakan bahwa orang ini
usianya sebaya dengan papaku, bahkan aku sudah melupakan bahwa aku
sedang bercinta dengan istri orang, bahkan aku sudah tak sadar bahwa aku
sudah mulai menikmati bercinta tanpa feeling apapun kecuali berdasar
uang, yang aku ingat hanyalah aku sedang mengarungi lautan kenikmatan
bersama orang yang membayarku untuk mendapatkan kenikmatan dariku.
Koh
Wi sudah tengkurap di atasku, dia memelukku erat, aku sudah bisa
merasakan kenikmatan kocokannya, aku sudah bisa membalas ciuman bibirnya
dengan penuh gairah, kakiku sudah melingkar di pinggulnya membuat
penisnya makin dalam melesak dalam vaginaku. Keringat Koh Wi sudah
membasahi sekujur tubuhku, waktu seolah berjalan begitu lambat,
sepertinya sudah setengah jam dia mengocokku, tanpa kusadari aku terbawa
dalam kenikmatan yang dalam menuju puncak kenikmatan, dan orgasme lebih
dulu daripada Koh Wi, tubuhku menegang, kupeluk erat tubuh Koh Wi
kemudian otot vaginaku berdenyut dengan kerasnya, aku menjerit dalam
kenikmatan, kualami orgasme pertama setelah dua tahun aku melupakan
bagaimana nikmatnya orgasme, mataku tetap terpejam, aku takut membuka
mataku seakan takut terbangun dari mimpi indah, sesaat Koh Wi
menghentikan gerakannya tapi kemudian dia mengocok lagi dengan tempo
lebih cepat, aku mendesah atau lebih tepatnya menjerit, belum pernah aku
mengalami orgasme seperti ini.
Ex-suamiku biasanya akan
menghentikan gerakannya dan menikmati saat orgasmeku bersama sama, tapi
Koh Wi lain lagi, dia malah mempercepat saat otot vaginaku berdenyut
dengan hebatnya, sungguh pengalaman baru bagiku, ternyata justru jauh
lebih nikmat, ini diluar bayanganku semula.
Tak lama kemudian Koh
Wi mengikutiku orgasme, dia menanamkan penisnya dalam dalam dan menekan
ke vaginaku, kurasakan penisnya mengembang membesar di dalam lalu
menyemprotkan spermanya di vaginaku, denyutan dan semprotan itu begitu
kuat menghantam dinding vaginaku, aku kaget dan menjerit kecil menerima
semprotan itu, tak kusangka dia bisa menyemprot sekuat itu, menimbulkan
kenikmatan tersendiri pasca orgasme, kunikmati denyutan demi denyutan,
kurasakan denyutan orgasme dari penis kedua dalam hidupku, sperma kedua
yang menyirami rahim dan vaginaku.
Koh Wi menelungkupkan tubuhnya
yang penuh peluh di atas tubuhku, napas kami berpacu dalam kenikmatan,
kurasakan perutnya yang gendut menekan perutku hingga aku agak kesulitan
bernapas, kudorong dia hingga telentang di sampingku.
Kami berdua
terdiam, aku merenungkan kejadian ini, baru saja aku bercinta dengan
tamu pertama dalam profesiku, kini aku sudah resmi menjadi seorang
pelacur, kini aku harus siap melayani setiap orang yang mampu membayar
pelayananku tanpa ada hak memilih, kini aku harus bisa memuaskan tamuku
dengan cara apapun, kini aku harus bisa memuaskan diriku sendiri
disamping tugas utamaku memuaskan tamuku, kini aku harus berusaha
membuat tamuku kembali, kini aku harus siap menanggung segala resiko
yang timbul akibat pekerjaanku ini, kini aku harus bisa bercinta tanpa
mempertimbangkan rasa cinta atau rasa suka, dan banyak lagi keharusan
lain yang harus aku siapkan.
“Gila Ly, seperti bercinta dengan
perawan, kencang banget” komentar Koh Wi memecahkan kebisuan diantara
kami.“Habis punya Koh Wi gede buanget, seperti saat perawan dulu,
mungkin lecet kali”“Nggak rugi deh aku merawani kamu”Sebenarnya aku mau
mengaku bahwa aku sangat menikmati percintaan barusan setelah dua tahun
tidak bercinta, tapi aku malu mengatakannya.
Tak lama kemudian
telepon berbunyi, ternyata dari Om Lok, dia menanyakan apakah sudah
selesai atau Koh Wi mau tinggal lebih lama alis memperpanjang, kuberikan
telepon itu ke Koh Wi, entah apa yang mereka bicarakan aku tak tahu
lagi karena kutinggalkan Koh Wi ke kamar mandi untuk mencuci tubuh dan
vaginaku dari sperma dan keringatnya, ada rasa jijik melihat spermanya,
begitu juga dengan aroma keringatnya, tapi kutahan perasaan itu.“Ly, aku
ingin lebih lama tinggal tapi aku harus menjemput istriku di Juanda,
terus terang aku sangat sangat sangat puas, mungkin besok aku kesini
lagi” katanya ketika aku keluar dari kamar mandi sambil mengenakan
kembali pakaiannya, sebenarnya aku tak peduli dia mau kesini apa enggak,
aku berharap mendapat tamu yang lebih bagus dari dia.
Koh Wi
memberiku tip beberapa ratus dolar sebelum meninggalkan kamar, kuhitung
ada sepuluh lembar berarti hampir 2,5 juta (kurs saat itu sekitar 2400),
aku tercenung di kamar sendirian sambil menggenggam dolar pemberian Koh
Wi, begitu mudah mendapatkan uang dalam bisnis ini, belum lagi yang aku
terima nanti dari Om Lok, aku mulai membayangkan manisnya profesi ini,
disamping materi aku bisa mendapatkan kepuasan sex.“Sudah dapat nikmat
masih dibayar lagi” pikirku.
Si Ceking
Aku masih menggenggam
dolar itu dan dalam keadaan telanjang ketika Om Lok masuk ke kamar,
sepertinya Koh Wi tidak menutup pintu dengan benar hingga bisa dibuka
dari luar.“Simpan uang itu, jangan dihambur hamburkan” kata Om Lok
sambil matanya melototi tubuh telanjangku.Aku segera menutup tubuhku
sebisanya dan menyamber selimut yang ada di ranjang untuk menutup
tubuhku, it’s not for free. Om Lok datang membawa VCD Player dan
beberapa disc, bisa diduga semua itu adalah film porno. Disamping itu
dia membawa makanan kesukaanku yang pasti tidak tersedia di hotel ini.
Aku dan Om Lok sebenarnya adalah tetangga, karena itu dia tahu dengan
pasti saat aku bercerai dengan suamiku, hampir setahun dia membujukku
untuk pekerjaan ini sebelum akhirnya aku menerimanya.
“Jam empat
nanti akan ada tamu lagi, bersiaplah” kata Om Lok sebelum meninggalkan
kamar, berarti masih ada waktu dua jam bagiku untuk istirahat dan
bersiap.Sambil tetap telanjang aku nikmati makanan kesukaanku, kuamati
ranjang tempat aku pertama kali menyerahkan kehormatanku ke Koh Wi,
tetap berantakan seperti saat Koh Wi meninggalkan kamar, beberapa bercak
basah tampak di sprei, entah keringat entah sperma aku tidak tahu
pasti. Selesai makan kurapikan sprei dan aku tiduran sambil nonton VCD
bawaan Om Lok tadi, aku terhanyut menikmati film itu, tak terasa Disc
kedua sudah aku putar hingga kusadari sudah hampir setengah empat,
berarti aku harus bersiap menyambut kedatangan tamuku.
Segera aku
mandi menyegarkan badan dan terutama untuk menghilangkan bau keringat
Koh Wi yang mungkin masih menempel di tubuhku. Sesuai pesanan tamuku,
kukenakan pakaian yang sexy, gaun panjang merah dengan punggung terbuka
hanya bergantung pada ikatan di leherku, sengaja kukenakan bra strapless
untuk menyesuaikan dengan model gaun itu, belahan kaki hingga jauh di
atas paha, potongan model pakaian yang ketat hingga tampak tonjolan buah
dadaku, kusemprotkan Issey Miyake di leher dan dadaku, kukenakan make
up tipis penghias wajahku, kini aku sudah siap untuk menerima tamu
kedua.
Agak deg deg-an dan penasaran aku menunggu, seperti apakah
tamuku ini?, seperti apakah orang yang akan menikmati kehangatan tubuhku
kali ini?, seperti apakah permainan sex-nya? apakah dia sesabar Koh Wi
tadi? Berjuta pertanyaan bergelayut di pikiranku, aku tidak berani
berharap terlalu banyak akan tamuku, aku Cuma akan berusaha sedapat
mungkin memuaskan tamu dan sedapat mungkin juga mendapatkan kepuasan.
Pukul
4:10 sore tamuku datang, seorang cina lagi, usianya aku taksir hampir
mendekati 50 tahun, tubuhnya yang ceking tetapi buncit dan berkacamata,
entah minus berapa dia tapi kelihatannya cukup tebal. Sungguh jauh dari
kesan romantis dan menyenangkan.
Namanya Rudi, kupanggil dia Koh
Rudi, kubiasakan memanggil tamuku dengan Koh supaya tidak terkesan
tua.Aku sudah bisa menguasai diri, karena pembawaanku memang supel maka
kini tak terlalu canggung bersama Koh Rudi berdua di kamar. Setelah
berbasa basi mengakrabkan suasana, dia menarikku ke pangkuannya,
tangannya langsung meraih buah dadaku karena memang terlihat montok
mengundang, diremas remasnya sambil menciumi leherku, kembali rasa risih
menyelimuti batinku, aku duduk dipangkuan Koh Rudi yang baru kukenal
setengah jam yang lalu sambil menjamah dan menggerayangi sekujur
tubuhku. Untuk menutupi rasa risih itu aku pura pura mendesis
ke-enak-an, wajah Koh Rudi sudah diusap usapkan ke buah dadaku yang
menonjol dengan gemas, tangannya mulai menggerayangi pahaku dari belahan
paha gaun merahku.
Melihat Koh Rudi langsung melakukan manuver,
akupun melakukan hal yang sama, “Lebih cepat lebih baik” pikirku, sambil
mulai membuka kancing bajunya.Koh Rudi sudah membuka resliting di
punggungku ketika bajunya sudah terlepas dari tubuhnya, terlihat
tulangnya yang terbungkus kulit, dan perut buncitnya yang menonjol.
Gaunku sudah merosot hingga ke lengan, buah dadaku yang terbungkus bra
biru berenda sudah tampak menantang, kembali Koh Rudi membenamkan
wajahnya di antara kedua bukitku, agak risih juga aku diperlakukan
seperti itu, tangannya sudah sampai di selangkangan dan mempermainkan
vaginaku dari luar celana dalam, aku semakin risih, kututupi dengan
ke-pura pura-anku mendesis, kubelai rambutnya yang sudah banyak memutih.
Dia
mengluarkan bukitku dari sarangnya, langsung Koh Rudi mendaratkan
bibirnya di putingku yang masih memerah mungil, dikulumnya puting itu
dengan penuh nafsu sambil mempermainkan lidahnya. Ada sedikit kenikmatan
menjalari tubuhku, tangan Koh Rudi menyelinap di balik celana dalamku,
mempermainkan klitorisku, kupejamkan mataku, aku tak mau melihat wajah
“Anehnya”. Bra-ku sudah terlepas menutupi buah dadaku, “Gila bagus amat,
kencang lagi” katanya ketika melihat sepasang buah dadaku yang sudah
telanjang, langsung kembali mengulumnya, dari satu puting ke puting
lainnya.
Jari tangan Koh Wi sudah menyusup di liang kenikmatanku,
aku merasa geli dan risih dengan perlakuannya, ingin aku teriak marah
tapi tak mungkin kulakukan, maka kulampiaskan dengan desis
kepura-pura-an.“Aku ingin merasakan vaginamu yang masih segar di hari
pertamamu bekerja” bisiknya ketika menciumku.Tanpa menunggu jawabanku,
dia langsung memintaku duduk dan jongkok di antara kakiku, dia adalah
orang kedua dalam hidupku yang jongkok di selangkanganku dan dengan
bebasnya melototi bagian kewanitaanku yang selama ini aku jaga, aku jadi
malu dan marah, apalagi setelah dia melepas celana dalamku, diciumnya
celana dalam itu, lalu dia kembali melototi vaginaku yang masih memerah
dengan sorot mata penuh nafsu, aku benar benar marah diperlakukan
seperti itu, tapi aku tak bisa berbuat apa apa, kutarik kepalanya ke
vaginaku dan kubenamkan di selangkanganku.
Lebih baik aku menerima
jilatan dari pada dipelototi seperti itu, Koh Rudi mengusap usapkan
kepalanya di vaginaku, dia “Melahap” dengan nafsunya. Aku memejamkan
mata berusaha menikmati jilatannya, kukonsentrasikan untuk menikmatinya
daripada mengikuti emosi rasa risih ini sambil membayangkan adegan di
film yang baru kulihat tadi, sepertinya aku berhasil, perlahan birahiku
mulai naik, kutekan kepalanya lebih dalam di selangkanganku, kupaksakan
aku mendesah menutupi kecanggungan birahi yang kurasakan aneh. Cukup
lama Koh Rudi menjilati vaginaku sambil tangannya memainkan putingku,
geli, marah, nikmat, semua bercampur menjadi satu emosi, kembali aku
mendesah menutupi marah.
Koh Rudi berdiri, kubuka celananya dan
menariknya turun, kini tinggal celana kolor sekali lagi celana kolor dan
bukan celana dalam pada umumnya, aku geli melihatnya, sungguh tipikal
orang kuno, kutarik celana kolornya turun, tampaklah penisnya yang kecil
panjang sudah menegang, ada yang aneh di penis itu, ternyata dia tidak
disunat, baru kali ini aku melihat penis orang dewasa yang tidak
disunat, sungguh kelihatan aneh dan lucu, kutahan senyumanku agar dia
tidak tersinggung. Kupegang kejantanannya, terasa aneh di tanganku,
kukocok, kulit penisnya terasa mengganggu tanganku mengocok, terasa
licin, tidak ada gesekan antara tanganku dan penisnya. Koh Rudi
menyodorkan di mulutku, dengan senyum halus aku menolaknya, kuusap
usapkan penis itu di pipiku tapi tak pernah menyentuh bibir, lalu
kuusapkan kepala penis ke putingku, dia mulai mendesah.
Tubuh
ceking buncit yang berdiri di depanku langsung berlutut di antara
kakiku, menyingkap gaunku yang belum terlepas, lalu menyapukan kepala
penis di bibir vaginaku, sambil memandangku penuh nafsu seakan hendak
menelanku hidup hidup, Koh Rudi mendorong penisnya, dia menciumku gemas
setelah berhasil memasukkan semua batang penis ke vaginaku, dibandingkan
dengan punya ex-suamiku apalagi Koh Wi barusan, penis itu lebih kecil,
terasa aneh di vaginaku, apalagi aku telah merasakan besarnya penis Koh
Wi, terasa tak jauh beda dengan kocokan jari tangannya.
Rasa aneh
bertambah aneh ketika Koh Rudi mulai mengocokku, seperti licin dan
berlari lari di vaginaku, tak ada kenikmatan yang kurasakan, hanya geli
dan lucu merasakan kocokan Koh Rudi, tapi aku tetap mendesah menutupi
keanehan yang ada. Koh Rudi menciumi leherku sambil meremas buah dada
dan mengocok vaginaku, tangannya begitu aktif menjamah tubuhku, begitu
juga dengan lidahnya yang rajin menjelajah leher dan telingaku, aku
menggelinjang geli, bukan kenikmatan yang kuperoleh tapi rasa geli,
sungguh merupakan siksaan tersendiri, aku lebih suka jilatannya yang
bervariasi dibanding kocokan penisnya di vagina.
Kuremas
rambutnya, aku mulai menggoyang pinggulku mengimbangi gerakannya, aku
mulai pura pura mendesah desah kenikmatan, semata mata untuk menambah
gairah Koh Rudi biar lebih cepat menyelesaikan permainannya. Tapi diluar
dugaanku, hampir limabelas menit dia mengocokku lalu minta ganti
posisi, aku nungging di kursi dan dia mengocokku dari belakang, posisi
doggie, sebenarnya ini posisi favouritku, tapi dengan Koh Rudi sungguh
menjengkelkan karena aku tak bisa merasakan kenikmatan sexual. Dia
mengocokku dengan keras, beberapa kali tubuhnya menghentak tubuhku, tapi
tetap saja aku tidak bisa merasakan kenikmatan, padahal aku sudah
memejamkan mata berkonsentrasi untuk meraih kenikmatan, tapi hanya geli
dan geli yang kudapat.
“Oh yaa.. terus.. yaa.. aah.. yess” desahku
pura pura, dia mempercepat kocokannya sambil meremas remas buah dadaku
yang menggantung. Tubuh cekingnya seolah memelukku dari belakang, tapi
terganjal perut buncitnya.Kugoyang pantatku mengimbanginya, tubuh kami
berimpit saling menggoyang, tak lama kemudian koh Rudi teriak orgasme,
kurasakan cairan hangat membasahi vaginaku, aku pura pura teriak orgasme
mengikutinya, denyutan penis Koh Rudi tak terasa begitu mendenyut,
kugoyangkan pantatku lebih keras, akhirnya tubuh Koh Rudi melemas dan
menarik penisnya dari vaginaku, dia duduk lemas di sofa, kudampingi
duduk disampingnya, disambutnya dengan ciuman di pipi dan bibirku.
Kubersihkan
penisnya dengan tissue lalu aku beranjak ke kamar mandi membersihkan
vaginaku, lalu dengan berbalut handuk di badan kutemani Koh Rudi yang
sekarang sudah telentang di ranjang, aku diminta menemaninya tiduran di
situ. Kuangsurkan minuman, lalu kami tiduran di ranjang.“Kamu banyak
koleksi film ya, sering nonton?” tanyanya, rupanya dia melihat koleksi
VCD-ku yang ada di meja rias.“Belum, barusan tadi player dan VCD-nya
dibeli, enakan main sendiri dari pada nonton” jawabku.“Lebih enak lagi
kalo main sambil nonton” katanya lagi.“Atau nonton sambil main”
jawabku.“Terserahlah yang jelas sama sama enak” katanya sambil mencium
pipiku.
Atas permintaan Koh Rudi kami nonton film porno koleksiku,
lebih tepatnya pemberian dari Om Lok. Terlihat Koh Rudi begitu
menikmati film itu sambil meraba raba tubuhku, meski aku tidak terlalu
menikmatinya, aku ikutan memegang megang penisnya. Setengah jam tidak
terjadi apa apa, mungkin Koh Rudi belum recovery, tapi setelah itu
kurasakan penis Koh Rudi mulai menegang ketika terlihat di TV seorang
laki laki sedang dikerubuti dua orang cewek bule yang cantik, entah apa
yang ada di benaknya, tapi penisnya mulai bereaksi menegang.
Tak
lama kemudian sebelum film itu berakhir, Koh Rudi sudah mulai
mencumbuku, mencium bibirku, lalu meremas dan mengulum putingku, aku
kembali pura pura mendesah, Koh Rudi menggeser dan memiringkan tubuhku
menghadap ke TV, dia berada di belakangku lalu mengusap usapkan penisnya
di pantatku, kaki kiriku di angkat naik untuk memudahkan penisnya
memasuki vaginaku, dengan sedikit susah karena terganjal perut
buncitnya, akhirnya dia berhasil melesakkan ke vaginaku, ini posisi baru
bagiku. Sambil menonton film kami bercinta, dia mengocokku dari
belakang dengan posisi tidur miring menghadap TV.
Tangannya tiada
henti meremas remas buah dadaku, sepertinya dia begitu menikmati
bercinta dan nonton film secara bersamaan, desahan ke-pura pura-an
bercampur jerit kenikmatan dari TV, dia makin bergairah mengocokku,
seakan dia bercinta dengan wanita bule yang cantik di film itu, aku
tidak tahu fantasi laki laki yang mengocokku dari belakang ini, tapi
yang penting bagiku bagaimana menyelesaikan secepat mungkin, karena aku
tidak bisa menikmati bercinta dengannya.
Dengan posisi seperti ini
aku susah menggoyangkan pantatku, jadi sepenuhnya tergantung gerakan
Koh Rudi, entah sudah berapa kami bercinta dengan posisi seperti ini,
film sudah berganti ke VCD kedua secara otomatis. Seiring dengan
pergantian VCD, tubuh Koh Rudi naik di atasku, dia menindih tubuhku,
bibirnya menyusuri leher dan dadaku, perut buncitnya terasa mengganjal
perutku membuat aku tidak nyaman dalam tindihannya, dia menyusupkan
tangannya dipunggungku, mengganjal hingga buah dadaku naik lebih menekan
tubuhnya, pelukannya semakin rapat seiring dengan cepatnya kocokannya,
pantatnya turun naik diatas tubuhku, aku mendesah seolah dalam
kenikmatan, bibirnya menyusuri leher jenjangku, sesekali kepalanya
berpaling menyaksikan adegan di TV yang sudah mulai lagi.
Tak lama
kemudian sebelum adegan sex pertama berakhir, Koh Rudi menyemprotkan
spermanya ke vaginaku untuk kedua kalinya, aku menjerit nikmat dalam
ke-pura pura-an, dia memelukku lebih rapat hingga berakhirnya denyutan
di penisnya. Tubuh Koh Rudi yang penuh peluh kenikmatan ambruk di atas
tubuhku, napasnya menderu di dekat telingaku, detak jantungnya kencang
kurasakan di dadaku. Perlahan penisnya melemas dan keluar dengan
sendirinya, kudorong tubuhnya menjauh karena aku tak bisa bernapas
terhimpit perut buncitnya, sungguh tersiksa bercinta dengan dia karena
tak secuil kenikmatan yang kudapat, hanya perasaan risih dan marah yang
menggunung di dadaku.
“Ly, kamu hebat deh, tubuhmu masih bagus dan
buah dada yang kenceng gitu bikin aku makin bernafsu saja, apalagi
desahanmu bikin aku makin gemes” pujinya.Aku tak tahu harus menjawab
apa, tak mungkin aku berkata jujur didepannya.“Koh Rudi juga hebat, bisa
berturut turut gitu, lama lagi” jawabku klise menghiburKubersihkan
penis Koh Rudi dengan handuk kecil yang sudah aku siapkan, kurasakan
sperma Koh Rudi meleleh keluar dari vaginaku, tak benyak memang tapi
membuatku risih, segera kucuci di kamar mandi.
Kubersihkan
sekalian tubuhku, dengan air shower yang hangat terasa menyegarkan dan
memadamkan kemarahanku, cukup lama aku di kamar mandi hingga tak
kusadari Koh Rudi sudah berada di situ memperhatikanku. Aku kaget,
secara reflek kututup tubuh telanjangku dengan tangan sebisanya, mau
marah, belum pernah seumur umur ada laki laki melihatku mandi meskipun
ex-suamiku dulu, tapi aku segera tersadar bahwa dia adalah tamuku,
percuma aku menutupi tubuhku, toh dia sudah menikmatinya, dengan senyum
terpaksa aku menghilangkan kekagetanku.
“Koh Rudi bikin aku kaget
saja” teriakku manja“Sini aku mandiin” dia menawarkan diri, agak ragu
aku menerima tawarannya, belum pernah aku mandi bersama dengan laki
laki, meskipun ex-suamiku, kini Koh Rudi yang baru kukenal sejam yang
lalu sudah mau mandiin aku, tapi apa dayaku untuk menolak, toh ini untuk
kepuasan tamuku juga, aku hanya tersenyum menerima tawarannya.
Koh
Rudi mengikutiku ke dalam bathtub, dia menggosok punggungku dengan
tangan dan sabun, tangannya kemudian menjelajah ke depan dan meremas
buah dadaku, dipeluknya aku dari belakang, kurasakan erotica tersendiri
merasakan pelukan dalam licinnya busa sabun. Kubalikkan tubuhku, kini
aku menggosok tubuh Koh Rudi dengan sabun, tangannya tak henti menjamah
buah dadaku yang masih berbusa sabun, kami kembali berpelukan, kali ini
berhadapan, dia menggesek gesekkan tubuhnya di tubuhku, memang ada
erotica yang tak kuduga, tak mau terhanyut terlalu lama dalam erotisme
ini, kunyalakan air shower menyiram dan membasahi kami berdua, Koh Rudi
membalikkan tubuhku dan mendorongku ke dinding, dengan posisi condong
begitu, maka pantatku tepat di depan penis Koh Rudi, aku baru menyadari
ketika kembali Koh Rudi mengusap usapkan penisnya di tubuhku.
Kakiku
sedikit dibuka, maka Koh Rudi dengan mudah memasukkan penisnya ke
tubuhku dibawah siraman air shower yang hangat, kami bercinta dengan
berdiri, pancuran air shower membasahi tubuh kami, baru sekarang
kurasakan nikmatnya bercinta, mungkin karena perasaan erotisme saat
mandi bersama tadi, kali ini aku mendesah tanpa pura pura, sebenarnya
ada sedikit menyesal merasakan nikmat dari Koh Rudi, tapi tak bisa
kupungkiri nikmatnya kocokannya sekarang. Kecipuk air mengiringi kocokan
kami, perlahan gairahku mulai naik, semakin cepat Koh Rudi mengocokku
semakin cepat birahiku naik, tak kuhiraukan air membasahi rambutku, aku
konsentrasi pada pencapaian kenikmatan, tangan Koh Rudi kembali menjamah
buah dadaku dan meremasnya.
Kuimbangi kocokan Koh Rudi dengan
goyangan di pantatku, semakin nikmat kurasakan serasa melayang di awing,
tapi tiba tiba kurasakan denyutan di vaginaku, ternyata Koh Rudi
mendahuluiku mencapai puncak kenikmatan, dia mencengkeram buah dadaku
erat, aku tetap menggoyangkan pantat dengan cepat, tak kupedulikan
denyutan Koh Rudi di vaginaku, tak kupedulikan teriakan kenikmatan
darinya, aku ingin orgasme saat ini, tapi harapan tinggal harapan,
ternyata penis Koh Rudi melemas tak lama kemudian sebelum puncak
kenikmatan kugapai, dan orgasme semakin menjauh dariku.
Aku kecewa
sungguh kecewa, dia tak dapat memberiku kepuasan secuilpun, sesaat
kemudian aku tersadar, memang bukan tugas dia untuk memuaskanku, tapi
tugaskulah untuk memuaskan dia, jadi tak ada yang salah dalam hal ini,
akulah yang terlalu banyak berharap.
Dengan menelan kekecewaan
demi kekecewaan aku tetap berusaha tersenyum, kututupi kekecewaanku
dengan mencuci penis Koh Rudi, kulihat senyum kepuasan mengembang di
wajahnya, aku terpaksa ikut puas melihat kepuasannya.“Baru kali ini aku
bercinta sambil mandi, ternyata sungguh nikmat” katanya, aku kaget
mendengarnya, ternyata aku dijadikan percobaan olehnya. Kuteruskan
mencuci, agak sulit karena harus membuka kulit penutup kepala penisnya,
aku masih merasa lucu melihat bentuk penis yang belum disunat.
Sehabis
mandi Koh Rudi langsung kembali berpakaian bersiap untuk pulang, aku
hanya mengenakan handuk melilit tubuhku, tak terasa hampir dua jam aku
menemani dia dengan tiga kali bercinta, aku berharap dia puas dan
memberiku tip yang lumayan atas pelayananku atau paling tidak dia akan
kembali menjadi pelanggan tetapku.“Tak salah kamu memang primadona si
Lok dan kamu memang luar biasa” katanya sebelum meninggalkan kamarku,
dia memberiku ciuman di pipi dan pergi.
Aku agak kecewa karena tak
ada tip untukku, meski hargaku tinggi tapi kalau dengan tip pasti tak
akan aku tolak, mungkin dia merasa sudah membayar mahal atau mungkin aku
kurang memberikan servis yang dia inginkan, atau aku kurang
memuaskannya, tapi ah siapa peduli, aku sudah berusaha dan dia sudah
membayarku mahal untuk pelayanan dan tubuhku.
Aku melanjutkan
mandiku yang terpotong, lalu menonton VCD yang belum selesai tadi sambil
mengenakan piyama, menunggu order tamu berikutnya, tanpa tahu laki laki
macam apalagi yang akan menikmati tubuhku, bagiku yang penting adalah
duit dan duit selagi tubuhku masih mempunyai daya jual.
Atas
permintaan Koh Rudi kami nonton film porno koleksiku, lebih tepatnya
pemberian dari Om Lok. Terlihat Koh Rudi begitu menikmati film itu
sambil meraba raba tubuhku, meski aku tidak terlalu menikmatinya, aku
ikutan memegang megang penisnya. Setengah jam tidak terjadi apa apa,
mungkin Koh Rudi belum recovery, tapi setelah itu kurasakan penis Koh
Rudi mulai menegang ketika terlihat di TV seorang laki laki sedang
dikerubuti dua orang cewek bule yang cantik, entah apa yang ada di
benaknya, tapi penisnya mulai bereaksi menegang.
Tak lama kemudian
sebelum film itu berakhir, Koh Rudi sudah mulai mencumbuku, mencium
bibirku, lalu meremas dan mengulum putingku, aku kembali pura pura
mendesah, Koh Rudi menggeser dan memiringkan tubuhku menghadap ke TV,
dia berada di belakangku lalu mengusap usapkan penisnya di pantatku,
kaki kiriku di angkat naik untuk memudahkan penisnya memasuki vaginaku,
dengan sedikit susah karena terganjal perut buncitnya, akhirnya dia
berhasil melesakkan ke vaginaku, ini posisi baru bagiku. Sambil menonton
film kami bercinta, dia mengocokku dari belakang dengan posisi tidur
miring menghadap TV.
Tangannya tiada henti meremas remas buah
dadaku, sepertinya dia begitu menikmati bercinta dan nonton film secara
bersamaan, desahan ke-pura pura-an bercampur jerit kenikmatan dari TV,
dia makin bergairah mengocokku, seakan dia bercinta dengan wanita bule
yang cantik di film itu, aku tidak tahu fantasi laki laki yang
mengocokku dari belakang ini, tapi yang penting bagiku bagaimana
menyelesaikan secepat mungkin, karena aku tidak bisa menikmati bercinta
dengannya.
Dengan posisi seperti ini aku susah menggoyangkan
pantatku, jadi sepenuhnya tergantung gerakan Koh Rudi, entah sudah
berapa kami bercinta dengan posisi seperti ini, film sudah berganti ke
VCD kedua secara otomatis. Seiring dengan pergantian VCD, tubuh Koh Rudi
naik di atasku, dia menindih tubuhku, bibirnya menyusuri leher dan
dadaku, perut buncitnya terasa mengganjal perutku membuat aku tidak
nyaman dalam tindihannya, dia menyusupkan tangannya dipunggungku,
mengganjal hingga buah dadaku naik lebih menekan tubuhnya, pelukannya
semakin rapat seiring dengan cepatnya kocokannya, pantatnya turun naik
diatas tubuhku, aku mendesah seolah dalam kenikmatan, bibirnya menyusuri
leher jenjangku, sesekali kepalanya berpaling menyaksikan adegan di TV
yang sudah mulai lagi.
Tak lama kemudian sebelum adegan sex
pertama berakhir, Koh Rudi menyemprotkan spermanya ke vaginaku untuk
kedua kalinya, aku menjerit nikmat dalam ke-pura pura-an, dia memelukku
lebih rapat hingga berakhirnya denyutan di penisnya. Tubuh Koh Rudi yang
penuh peluh kenikmatan ambruk di atas tubuhku, napasnya menderu di
dekat telingaku, detak jantungnya kencang kurasakan di dadaku. Perlahan
penisnya melemas dan keluar dengan sendirinya, kudorong tubuhnya menjauh
karena aku tak bisa bernapas terhimpit perut buncitnya, sungguh
tersiksa bercinta dengan dia karena tak secuil kenikmatan yang kudapat,
hanya perasaan risih dan marah yang menggunung di dadaku.
“Ly,
kamu hebat deh, tubuhmu masih bagus dan buah dada yang kenceng gitu
bikin aku makin bernafsu saja, apalagi desahanmu bikin aku makin gemes”
pujinya.Aku tak tahu harus menjawab apa, tak mungkin aku berkata jujur
didepannya.“Koh Rudi juga hebat, bisa berturut turut gitu, lama lagi”
jawabku klise menghiburKubersihkan penis Koh Rudi dengan handuk kecil
yang sudah aku siapkan, kurasakan sperma Koh Rudi meleleh keluar dari
vaginaku, tak benyak memang tapi membuatku risih, segera kucuci di kamar
mandi.
Kubersihkan sekalian tubuhku, dengan air shower yang
hangat terasa menyegarkan dan memadamkan kemarahanku, cukup lama aku di
kamar mandi hingga tak kusadari Koh Rudi sudah berada di situ
memperhatikanku. Aku kaget, secara reflek kututup tubuh telanjangku
dengan tangan sebisanya, mau marah, belum pernah seumur umur ada laki
laki melihatku mandi meskipun ex-suamiku dulu, tapi aku segera tersadar
bahwa dia adalah tamuku, percuma aku menutupi tubuhku, toh dia sudah
menikmatinya, dengan senyum terpaksa aku menghilangkan kekagetanku.
“Koh
Rudi bikin aku kaget saja” teriakku manja“Sini aku mandiin” dia
menawarkan diri, agak ragu aku menerima tawarannya, belum pernah aku
mandi bersama dengan laki laki, meskipun ex-suamiku, kini Koh Rudi yang
baru kukenal sejam yang lalu sudah mau mandiin aku, tapi apa dayaku
untuk menolak, toh ini untuk kepuasan tamuku juga, aku hanya tersenyum
menerima tawarannya.
Koh Rudi mengikutiku ke dalam bathtub, dia
menggosok punggungku dengan tangan dan sabun, tangannya kemudian
menjelajah ke depan dan meremas buah dadaku, dipeluknya aku dari
belakang, kurasakan erotica tersendiri merasakan pelukan dalam licinnya
busa sabun. Kubalikkan tubuhku, kini aku menggosok tubuh Koh Rudi dengan
sabun, tangannya tak henti menjamah buah dadaku yang masih berbusa
sabun, kami kembali berpelukan, kali ini berhadapan, dia menggesek
gesekkan tubuhnya di tubuhku, memang ada erotica yang tak kuduga, tak
mau terhanyut terlalu lama dalam erotisme ini, kunyalakan air shower
menyiram dan membasahi kami berdua, Koh Rudi membalikkan tubuhku dan
mendorongku ke dinding, dengan posisi condong begitu, maka pantatku
tepat di depan penis Koh Rudi, aku baru menyadari ketika kembali Koh
Rudi mengusap usapkan penisnya di tubuhku.
Kakiku sedikit dibuka,
maka Koh Rudi dengan mudah memasukkan penisnya ke tubuhku dibawah
siraman air shower yang hangat, kami bercinta dengan berdiri, pancuran
air shower membasahi tubuh kami, baru sekarang kurasakan nikmatnya
bercinta, mungkin karena perasaan erotisme saat mandi bersama tadi, kali
ini aku mendesah tanpa pura pura, sebenarnya ada sedikit menyesal
merasakan nikmat dari Koh Rudi, tapi tak bisa kupungkiri nikmatnya
kocokannya sekarang. Kecipuk air mengiringi kocokan kami, perlahan
gairahku mulai naik, semakin cepat Koh Rudi mengocokku semakin cepat
birahiku naik, tak kuhiraukan air membasahi rambutku, aku konsentrasi
pada pencapaian kenikmatan, tangan Koh Rudi kembali menjamah buah dadaku
dan meremasnya.
Kuimbangi kocokan Koh Rudi dengan goyangan di
pantatku, semakin nikmat kurasakan serasa melayang di awing, tapi tiba
tiba kurasakan denyutan di vaginaku, ternyata Koh Rudi mendahuluiku
mencapai puncak kenikmatan, dia mencengkeram buah dadaku erat, aku tetap
menggoyangkan pantat dengan cepat, tak kupedulikan denyutan Koh Rudi di
vaginaku, tak kupedulikan teriakan kenikmatan darinya, aku ingin
orgasme saat ini, tapi harapan tinggal harapan, ternyata penis Koh Rudi
melemas tak lama kemudian sebelum puncak kenikmatan kugapai, dan orgasme
semakin menjauh dariku.
Aku kecewa sungguh kecewa, dia tak dapat
memberiku kepuasan secuilpun, sesaat kemudian aku tersadar, memang bukan
tugas dia untuk memuaskanku, tapi tugaskulah untuk memuaskan dia, jadi
tak ada yang salah dalam hal ini, akulah yang terlalu banyak berharap.
Dengan
menelan kekecewaan demi kekecewaan aku tetap berusaha tersenyum,
kututupi kekecewaanku dengan mencuci penis Koh Rudi, kulihat senyum
kepuasan mengembang di wajahnya, aku terpaksa ikut puas melihat
kepuasannya.“Baru kali ini aku bercinta sambil mandi, ternyata sungguh
nikmat” katanya, aku kaget mendengarnya, ternyata aku dijadikan
percobaan olehnya. Kuteruskan mencuci, agak sulit karena harus membuka
kulit penutup kepala penisnya, aku masih merasa lucu melihat bentuk
penis yang belum disunat.
Sehabis mandi Koh Rudi langsung kembali
berpakaian bersiap untuk pulang, aku hanya mengenakan handuk melilit
tubuhku, tak terasa hampir dua jam aku menemani dia dengan tiga kali
bercinta, aku berharap dia puas dan memberiku tip yang lumayan atas
pelayananku atau paling tidak dia akan kembali menjadi pelanggan
tetapku.“Tak salah kamu memang primadona si Lok dan kamu memang luar
biasa” katanya sebelum meninggalkan kamarku, dia memberiku ciuman di
pipi dan pergi.
Aku agak kecewa karena tak ada tip untukku, meski
hargaku tinggi tapi kalau dengan tip pasti tak akan aku tolak, mungkin
dia merasa sudah membayar mahal atau mungkin aku kurang memberikan
servis yang dia inginkan, atau aku kurang memuaskannya, tapi ah siapa
peduli, aku sudah berusaha dan dia sudah membayarku mahal untuk
pelayanan dan tubuhku.
Aku melanjutkan mandiku yang terpotong,
lalu menonton VCD yang belum selesai tadi sambil mengenakan piyama,
menunggu order tamu berikutnya, tanpa tahu laki laki macam apalagi yang
akan menikmati tubuhku, bagiku yang penting adalah duit dan duit selagi
tubuhku masih mempunyai daya jual.