Senin, 22 Juli 2013

Cerita Sex dipaksa diperkosa

Cerita Sex dipaksa diperkosa

Menikmati Hubungan Sex paksa Pada suatu hari di bulan November cerita Sex ini pun dimulai. suamiku pulang dari kantor memberi tahu bahwa di minggu akhir bulan Nopember, minggu depan, dia akan menghadiri penataran wajib dari kantornya.
Cerita Hot : Tanpa Sadar Menikmati Pemerkosaan

Karena waktunya yang 4 hari itu cukup panjang, dia menyarankan aku untuk ambil cuti dari kantorku dan dia ngajak aku ikut serta sambil menikmati suasana kota Yogyakarta dimana penataran itu akan berlangsung.
Di sela-sela waktunya nanti dia akan ajak aku untuk melihat sana-sini di seputar Yogyakarta, antara lain Keraton Yogya yang selama ini belum pernah aku melihatnya. Ah.. tumben suamiku punya idea yang brilyan, senyumku. Aku akan urus cutiku itu.
Begitulah, pada hari Minggu, 25 Nopember malam aku bersama suami telah berada di restoran Novotel Yogyakarta yang terkenal itu.
Aku perhatikan semua kursi dipenuhi pengunjung. Secara ala kadarnya aku diperkenalkan dengan teman-teman suamiku yang juga datang bersama istri mereka.
Dalam kerumunan meja besar untuk rombongan suamiku ini kami nampaknya merupakan pasangan yang paling muda dalam usia. Dan tentu saja aku menjadi perempuan yang termuda dan nampaknya juga paling cantik.
Sementara ibu-ibu yang lain rata-rata sudah nampak ber-cucu atau buyut barangkali. Dan akhirnya aku tidak bisa begitu akrab dengan para istri-istri yang rata-rata nenek-nenek itu.
Mungkin duniaku bukan lagi dunia mereka. Cara pandang dan sikap kehidupanku sudah jauh beda dari masa mereka.
Karena paling muda suamiku kebagian kamar yang paling tinggi di lantai 5, sementara teman-temannya kebanyakan berada di lantai 2 atau 3.
Bagiku tak ada masalah, bahkan dari kamarku ini aku bisa lebih leluasa melihat Yogyakarta di waktu malam yang gebyar-gebyar penuh lampu warna-warni.
Malam itu kami serasa berbulan madu yang kedua. Kami bercumbu hingga separoh malam sebelum tidur nyenyak hingga saat subuh datang.
Pagi harinya kami sempat sedikit jalan-jalan di taman hotel yang cukup luas itu untuk menghirup udara pagi sebelum kami sarapan bersama.
Jadwal penataran suamiku sangat ketat, maklum disamping setiap session selalu diisi oleh pembicara tamu atau ahli dari Jakarta, juga dihadiri oleh pejabat penting dari berbagai tingkatan dan wilayah setanah air.
Setiap pagi suamiku harus sudah berada di tempat seminar di lantai 2 pada jam 7 pagi. Apalagi sebagai anggota rombongan yang termuda dia seperti kena pelonco, segala hal yang timbul selalu larinya ke dia.
Untung suamiku bertype "positive thinking" dan selalu penuh semangat dalam melaksanakan semua tugasnya.
Sesaat setelah suamiku memasuki ruang penataran aku sempatkan jalan-jalan di seputar hotel kemudian mencari book store untuk membeli koran pagi.
Sesudah duduk sebentar di lobby aku balik ke kamar untuk mencoba telpon ke rumah sekedar 'check rechek' kegiatan pelayanku di rumah.
Kemudian duduk santai membaca koran di balkon kamarku yang berpanorama atap-atap kampung Yogyakarta sambil minum coklat instant yang tersedia di setiap kamar Novotel ini.
Bosan membaca koran aku buka channel TV sana-sini yang juga membosankan. Aku berpikir mau apa lagi, nih. Akhirnya sekitar jam 9 pagi aku berpikir sebaiknya aku turun ke lobby sambil mencuci mata melihat etalase toko di seputarnya.
Aku keluar kamar melangkah di koridor yang panjang untuk menuju lift. Bersamaan dengan itu kulihat kamar di depan kamarku pintunya terbuka dan nampak sepintas di dalamnya ada seseorang setengah umur sedang sibuk menulis.
Dia sempat menengok ke arahku sebelum aku bergerak menuju lift. Hal yang lumrah di dalam hotel yang tamunya dari segala macam orang dan asal.
Tak terbersit pikiran apapun pada apa yang barusan tampak oleh mataku.
Aku adalah type perempuan yang berpribadi dan paling teguh menjaga diri sendiri baik karena kesadaran sosial budayaku maupun kesadaran akan etika moral yang berkaitan dengan nilai-nilai kesetiaan seorang istri pada suaminya.
Kembali aku jalan-jalan di seputar lobby, di shopping arcade yang menampilkan berbagai rupa barang dagangan pernik-pernik menarik, ada parfum, ada accessories, ada boutique. Ah.. aku nggak begitu tertarik dengan semua itu.
Aku punya pandangan sendiri bagaimana membuat hidup lebih nyaman dan punya nilai. Aku memang tidak tertarik dengan pola hidup khalayak.
Aku menyenangi keindahan yang serba alami. Kalau toh ada poles di sana, itu adalah 'touch' yang lahir dari sikap budaya sebagaimana manusia yang memang memiliki rasa dan pikir.
Demikian pula yang berkaitan dengan kecantikan. Aku sangat menyadari bahwa basis tampilanku adalah perempuan yang cantik.
Dan hal itu terbukti dari banyak orang yang sering secara langsung ataupun tidak langsung memberikan komentar dan penghargaan atas kecantikanku serta sikapku pada kecantikanku itu.
Aku ingin kecantikkan yang juga memancar dari sikap budayaku. Dengan demikian aku akan selalu cantik dalam keadaan apapun.
Oleh karenanya aku sangat menyukai 'touch' yang sangat mencerminkan kemuliaan pribadi. Buatku hidup ini sangat tinggi maknanya dan perlu disikapi secara mulia, khas dan penuh kepribadian.
Sesudah 1 jam jalan dan lihat sana-sini kembali aku dilanda rasa bosan yang menuntunku untuk balik ke kamar saja. Aku memasuki kembali lift menuju kamarku di lantai 5.
Aku masih melihat kamar depanku yang tetap pintunya terbuka. Aku membuka pintuku dan masuk. Aku sedang hendak mengunci kembali kamarku ketika terdengar dari luar sapaan halus.
"Selamat pagi"
Yang spontan aku jawab selamat pagi pula sambil membuka sedikit pintuku.
Kulihat lelaki dari kamar depanku itu dan begitu cepat menyisipkan tangannya ke celah pintu dan meraih daunnya, kemudian dengan sangat sigap pula masuk menelusup ke kamar sebelum aku menyadari dan mempersilahkannya.
Hal yang sungguh sangat tidak mengenakkan aku. Aku tidak terbiasa berada dalam sebuah ruangan tertutup dengan lelaki lain yang bukan suamiku.
Tetapi peristiwa itu rasanya berlangsung demikian cepat. Bahkan kemudian lelaki itu merapatkan dan langsung mengunci pintuku hingga kini benar-benar aku bersamanya dalam kamar tertutup dan terkunci ini.
Ini adalah sebuah kekeliruan yang besar. Aku langsung marah dan berusaha menolaknya keluar dengan meraih kunci di pintu. Tetapi kembali dia lebih sigap dari aku.
"Tenang, zus, jangan takut. Aku nggak akan menyakiti zus, kok. Aku cuma sangat kagum dengan kecantikan yang zus miliki. Benar-benar macam kecantikan yang lahiriah maupun kecantikkan dari dalam batin.
Inner beauty. Khayalanku menjadi melambung jauh setiap melihat zus. Sejak semalam di meja makan saat makan malam, kebetulan aku berada di samping meja makan rombongan suami zus, aku lihat tangan-tangan lentik zus.
Aku pastikan zus sangat cantik. Dan pagi tadi saat zus jalan-jalan di taman bersama suami dan kemudian juga jalan-jalan di sekitar lobby kembali aku sangat mengagumi penampilan zus.
Aku sangat terpesona dan tak mampu menahan diriku. Aku kepingin sekali tidur bersama zus, pagi ini".
Orang itu memandangkan matanya tajam ke mataku. Omongan orang itu benar-benar biadab, tak punya malu. Apalagi rasa hormat. Dia seakan begitu yakin pasti menang atasku.
Edan! Kok ada orang edan macam ini. Omongan panjangnya kurasakan sangat merendahkan diriku, kurang ajar, mengerikan dan menakutkan. Limbung dan ketakutan yang amat sangat langsung melanda sanubariku.
Bulu kudukku merinding. Aku sepertinya jatuh dari ketinggian tanpa tahu akhirnya. Rasa sesak nafasku demikian menekan emosiku. Aku merasa begitu sangat lemah, terbatas dan tak punya pilihan.
Jangan harap kebaikan dari lelaki biadab ini. Dia jelas tidak menyadari dan paham betapa aku mengagungkan nilai-nilai hidup ini.
Dia tidak tahu betapa aku selalu takut pada pengkhianatan dan pengingkaran terhadap kesetiaanku pada suami.
Aku sama sekali tak pernah siap akan hal-hal yang sebagaimana kuhadapi saat ini. Sungguh edan!!
Kemudian dengan kalemnya dia raih tangan dan pinggangku untuk memelukku. Harga diri dan martabatku langsung bangkit marah. Aku berontak dan melawannya habis-habisan.
Tanganku meraih apapun untuk aku pukulkan pada lelaki itu. Kutendangkan kakiku ke tubuhnya sekenanya, kucakarkan kukuku pada tubuhnya sekenanya pula. Tetapi.. Ya ampuunn.. Dia sangat tangguh dan kuat bagiku.
Lelaki itu berpostur tinggi pula dan mengimbangi tinggiku, dan usianya yang aku rasa tidak jauh beda dengan usia suamiku disertai dengan otot-otot lengannya yang nampak gempal saat menahan pegangan tanganku yang terus berontak dan mencakarinya.
Dia seret dan paksa aku menuju ke ranjang. Aku setengah dibantingkannya ke atasnya. Dan aku benar-benar terbanting. Kacamataku terlempar entah ke mana.
Teriakanku sia-sia. Aku rasa kamar Novotel ini kedap suara sehingga suaraku yang sekeras apapun tidak akan terdengar dari luar.
Karena perlawananku yang tak kenal menyerah dia dengan cepat meringkus tangan-tanganku dan mengikatnya dengan dasi suamiku yang dia temukan dan sambar dari tumpukan baju dekat ranjang hotel.
Dia ikat tanganku ke backdrop ranjang itu. Aku meraung, menangis dan berteriak sejadi-jadinya hingga akhirnya dia juga sumpel mulutku, entah pakai apa, sehingga aku tak mampu lagi bergerak banyak maupun berteriak.
Sesudah itu dia tarik tungkai kakiku mengarah ke dirinya. Dia nampak berusaha menenangkan aku, dengan cara menekan mentalku, seakan meniupi telingaku. Dia berbisik dalam desahnya,
"Ayolah, zus, jangan lagi memberontak. Nanti lelah saja. Percuma khan, Waktu kita nggak banyak. Sebentar lagi suami zus istirahat makan siang.
Dan bukankah dia selalu menyempatkan untuk menjemput zus untuk makan bersama?!".
Aku berpikir cepat menyadari kata-katanya itu dan menjadi sangat khawatir. Ini orang memang betul-betul lihay. Mungkin memang tukang perkosa profesional.
Dia seakan tahu dan menghitung semuanya. Dia bisa melemparkan isue yang langsung menekan. Dia tahu bahwa aku tidak mau kehilangan suamiku.
Dan dia juga tahu, kalau toh kepergokpun, dia tak akan merugi. Hampir tak pernah dengar ada suami yang melapor istrinya diperkosa orang.
Yang ada hanyalah seorang suami yang menceraikan istrinya tanpa alasan yang jelas. Disinilah bentuk tekanan lelaki biadab ini padaku. Sementara itu tindakan brutalnya terus dilakukannya.
Dia robek blusku dengan kekerasannya untuk menelanjangi dadaku. Dia hentakkan kutangku hingga lepas dan dilemparkannya ke lantai. Kemudian dengan seringainya dia menelusurkan mukanya.
Dia benamkan wajahnya ke ketiakku. Dia menciumi, mengecup dan menjilati lembah-lembah ketiakku. Dari sebelah kanan kemudian pindah ke kiri. Yang kurasakan hanyalah perasaan risih yang tak terhingga.
Suatu perasaan yang terjadi karena tiba-tiba ada sesuatu, entah setan, binatang atau orang telah merangseki tubuhku ini.
Tangan-tangannya menjamah dan menelusup kemudian mengelusi pinggulku, punggungku, dadaku. Tangannya juga meremas-remas susuku. Dengan jari-jarinya dia memilin puting-puting susuku. Disini dia melakukannya mulai dengan sangat pelan.
Ah.. Bukan pelan, tt.. tetapi.. lembut. Dd.. dan.. dan demikian penuh perasaan. Kurang ajaarr..! D.. dd.. dia pikir bisa menundukkan aku dengan caranya yang demikian itu.
Aku terus berontak dalam geliat.. Tetapi aku bagai kijang yang telah lumpuh dalam terkaman predatornya. Aku telah rebah ke tanah dan cakar-cakar predatorku telah menghunjam di urat leherku.
Kini aku hanyalah seonggok daging konsumsi predatorku.
Aku sesenggukan melampiaskan tangisku dalam sepi. Tak ada suara dari mulutku yang tersumpal. Yang ada hanya air mataku yang meleleh deras.
Aku memandang ke-langit-langit kamar Novotel. Aku demikian sakit atas ketidak adilan yang sedang kulakoni. Kini lelaki itu melihati aku. Aku menghindarkan tatapan matanya. Dia menciumi pipiku dan menjilat air mataku,
"Duhh, sayangkuu.. kamu cantik banget, siihh.. ", orang ini benar-benar kasmaran padaku.
Dia juga menciumi tepian bibirku yang tersumpal. Kini kengerian dari kebiadaban berikutnya datang menyusul. Tangannya sigap menyibakkan gaun penutup wilayah rahasiaku.
Tangan lainnya mencapai pahaku dan mulai meraba-raba kulitku yang sangat halus karena tak pernah kulewatkan merawatnya. Lelaki ini tahu kehalusan kulitku.
Dia merabanya dengan pelan dan mengelusinya semakin lembut. Ucchh.. Betapa aku dilanda perasaan malu yang amat sangat.
Aku yang tak pernah menunjukkan auratku selama ini, tiba-tiba ada seorang lelaki asing yang demikian saja merabaiku dan menyingkap segala kerahasiaanku.
Kemudian dia kembali melanjutkan kebiadabannya, dia merenggut dan merobek gaunku. Dia tarik dari haribaan tubuhku. Dia campakkan ke lantai sebagaimana kutangku tadi.
Dan kini aku hanyalah perempuan yang hina dengan setengah telanjang dan siap dalam perangkap lumatannya. Aku merasakan sepertinya dia telah merobeki jiwaku dan mencampakannya ke lantai kehinaan perempuan.
Aku merasakan betisku, pahaku kemudian gumpalan bokongku dirambati tangan-tangannya. Berontakku sekali lagi hanyalah kesia-siaan.
Dia menindih berat dengan dadanya. Wajahnya mendekat hingga kurasakan nafasnya yang meniupkan angin ke selangkanganku. Lelaki itu mulai menenggelamkan wajahnya ke selangkanganku. Bukan main. Belum pernah ada seorangpun berbuat macam ini padaku. Juga tidak begini suamiku selama ini.
Edan. Edaann..!!
Aku tak kuasa menolak semua ini. Segala berontakku kandas. Kemudian aku merasakan lidahnya menyapu pori-pori selangkanganku. Edaann..!!
Lidah itu sangat pelan menyapu dan sangat lembut. Sesaat sepertinya aku berada di persimpangan jalan. Di depan mataku ada 2 potret. Aku membayangkan suamiku dan sekaligus lelaki ini.
Salahkah aku?
Dosakah aku?
Siapa yang salah?
Kenapa aku ditinggal sendirian di kamar ini?
Kenapa mesti ada lelaki ini?
Aku berpusing. Duniaku seakan-akan berputar dan aku tergiring pada tepian samudra yang sangat mungkin akan menelan dan menenggelamkan aku.
Aku mungkin sedang terseret dalam sebuah arus yang sangat tak mampu kulawan. Aku merasakan lidah-lidah lelaki ini seakan menjadi seribu lidah.
Seribu lidah lelaki ini menjalari semua bagian-bagian rahasiaku. Seribu lidah lelaki inilah yang menyeretku ke tepian samudra kemudian menyeret aku untuk tertelan dan tenggelam.
Ammpuunn.. Bayangan kengerian akan ingkarnya kesetiaan seorang istri menerkam aku. Keringatku meluncur deras.
Aku tak bisa pungkiri. Aku sedang jatuh dalam lembah nikmat yang sangat dalam.. Aku sedang terseret dan tenggelam dalam samudra nafsu birahiku. Aku sedang tertelan oleh gelombang nikmat syahwatku.
Salahkah akuu..??
Salahkah..??
Dan saat kombinasi lidah yang menjilati selangkanganku dan sesekali dan jari-jari tangannya yang mengelusi paha di wilayah puncak-puncaknya rahasiaku, aku semakin tak mampu menyembunyikan rasa nikmatku.
Isak tangisku terdiam, berganti dengan desahan dari balik kain yang menyumpal mulutku.
Dan saat kombinasi olahan bibir dan lidah dipadukan dengan bukan lagi sentuhan tetapi remasan pada kemaluanku, desahanku berganti dengan rintihan yang penuh derita nikmat birahi. Aku telah tenggelam.
Dan gelombang itu kini menggoyang pantatku. Aku menggelinjang. Aku histeris ingin..
Yaa.. Aku ingin!
Aku punya ingin menjemputi ribuan lidah dan jari-jari lelaki ini. Ampuunn..!!
Masih adakah aku??
Dan ah.. Pintarnya lelaki ini. Dia begitu yakin bahwa aku telah tenggelam. Dia begitu yakin bahwa aku telah tertelan dalam syahwatku. Dia renggut sumpal di mulutku.
"Ayolah, sayang.. mendesahlah.. merintihlah.. Ambil nikmatmu. Teguk haus birahimu..",
Aku mendesah dan merintih sangat histeris. Kulepaskan dengan liar derita nikmat yang melandaku. Aku kembali menangis dan mengucurkan air mata. Aku kembali berteriak histeris.
Tetapi kini aku menangis, mengucurkan air mata dan berteriak histeris beserta gelinjang syahwatku. Aku meronta menjemput nikmat. Aku menggoyang-goyangkan pinggul dan pantatku dalam irama nafsu birahi yang menerjangku.
Dan sejak saat itu aku memasuki wilayah tak terhingga, tanpa batasan norma sekaligus meninggalkan batasan-batasan yang selama ini kupertahankan dengan sangat teguhnya.
Aku memasuki suatu wilayah yang terbersit sepintas, bahwa aku sebenarnya pernah menginginkan nilai macam ini, nilai dimana tak ada kekhawatiran, ketakutan, rasa salah dan rasa mengkhianati.
Aku memasuki wilayah dimana aku eksis secara murni menjadi diriku. Mungkin semacam ini alamiahku, yang adalah mahkluk untuk dipenuhi keinginan nafsu dan birahi yang demikian bebas tanpa kendali.
Bahkan aku merasa ini adalah hak. Hak-ku. Aku merasa ber-hak untuk mendapatkannya.
Dan ke-tak terhingga-an serta ke-tak terbatas-an itu merayap menuju puncaknya ketika aku diterpa rasa dingin menggigil serta gemetar seluruh tubuhku yang disebabkan bibir lelaki itu merambah turun meluncur melewati perutku dan langsung menghunjam terperosok ke-kemaluanku.
Aku tak mampu mengendalikan diriku lagi. Aku bergoncang-goncang mengangkati pantatku untuk mendorong dan menjemputi bibirnya karena kegatalan yang amat sangat pada kemaluanku.
Dengan serta merta pula aku berusaha menjilati buah dadaku sendiri menahan gelinjang nikmat yang melanda nafsu birahiku.
Dan kurasakan betapa kecupan, gigitan dan ruyak lidah lelaki ini membuat gigil dan gemetarku melempar aku ke lupa diri.
Akhirnya karena tak mampu aku menahannya lagi aku merintih.
"Hauss, mmaass.. Aku hauss.."
Rintihan itu membuat lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku hingga bisa kuraih bibirnya.
Aku rakus menyedotinya. Kehausanku yang tak bisa kubendung membuat aku ingin melumati mulutnya. Aku berpagut dengan pemerkosaku.
Aku melumat mulutnya sebagaimana sering aku melumati mulut suamiku saat aku sudah sangat di puncak birahiku. Aku benar-benar dikejar badai birahiku.
Aku benar-benar gelisah gelombang syahwatku. Biasanya kalau sudah begini suamiku langsung tahu. Dia akan menusukkan penisnya ke vaginaku untuk menutup kegairahanku. Dia akan menjejalkan kontolnya dan memekku pasti cepat menjemputnya.
Dan kini aku benar-benar menunggu lelaki itu memasukkan kontolnya ke kemaluanku pula. Aku sebenar-benarnya berharap karena sudah tidak tahan merasakan badai birahiku yang demikian melanda seluruh organ-organ peka birahi di tubuhku.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang sama sekali diluar dugaanku. Aku sama sekali tak menduga, karena memang aku tak pernah punya dugaan sebelumnya. Kemaluan lelaki ini demikian gedenya.
Rasanya ingin tanganku meraihnya, namun belum lepas dari ikatan dasi di backdrop ranjang ini. Yang akhirnya kulakukan adalah sedikit mengangkat kepalaku dan berusaha melihati kemaluan itu. Ampuunn.. Sungguh mengerikan.
Rasanya ada pisang tanduk gede dan panjang yang sedang dipaksakan untuk menembusi memekku. Aku menjerit tertahan. Tak lagi aku sempat memandangnya.
Lelaki ini sudah langsung menerkam kembali bibirku. Dia kini berusaha meruyakkan lidahnya di rongga mulutku sambil menekankan kontolnya untuk menguak bibir vaginaku.
Selama ini aku pikir kontol suamiku itulah pada umumnya kemaluan lelaki itu. Kini aku dihadapkan kenyataan betapa besar kontol di gerbang kemaluanku saat ini, yang terus berusaha mendesaki dan menembusi kemaluanku tetapi tak kunjung berhasil.
Aku sendiri sudah demikian kehausan dan tanpa malu lagi mencoba merangsekkan lubang kemaluanku tetapi tak juga berhasil.
Cairan-cairan yang mestinya melicinkanpun belum bisa membantu lincirnya kontol itu memasuki kemaluanku. Tetapi lelaki ini ada cara.
Dia meludah pada tangannya untuk kemudian menambahi lumuran pelicin pada bibir kemaluanku. Dia lakukan 2 atau 3 kali. Dan sesudahnya dia kembali menyorongkan ujung kontolnya yang dengan serta merta aku menyambutnya hingga..
Blezzhh..
Ampuunn.. Kenapa sangat nikmat begini, ya, ampuunn.. Kemana nikmat macam ini selama ini..??
Kemana nikmat dari suamiku yang seharusnya kudapatkan selama ini..??
Kenapa aku belum pernah merasakan nikmat macam ini..??
Kombinasi ke-sesakkan karena cengkeraman kemaluanku pada bulatan keras batang besar kontol lelaki ini sungguh menyuguhkan sensasi terbesar dalam seluruh hidupku selama ini.
Aku rasanya terlempar melayang kelangit tujuh. Aku meliuk-liukkan tubuhku, menggeliat-liat, meracau dan mendesah dan merintih dan mengerang dan..
Aku bergoncang dan bergoyang tak karuan.. Ya, ampuunn.. Orgasmeku dengan cepat menghampiri dan menyambarku. Aku kelenger dalam kenikmatan tak bertara. Lelaki ini langsung mematerikan nilai tak terhingga pada sanubariku.
Aku masih kelenger saat dia mengangkat salah satu tungkai kakiku untuk kemudian dengan semakin dalam dan cepat menggenjoti hingga akhirnya muntah dan memuntahkan cairan panas dalam rongga kemaluanku.
Uhh.. Nikmat inii.. Uucchh..
Kami langsung roboh. Hening sesaat. Aneh, aku tak merasa menyesal, tak merasa khawatir, tak merasa takut.
Ada rasa kelapangan dan kelegaan yang sangat longgar. Aku merasakan seakan menerima pencerahan. Memahami arti nikmat yang sejati dari peristiwa ranjang.
Demikian membuat aku seakan di atas rakit yang sedang hanyut dalam sungai dalam yang sangat anteng. Aku bahkan tertidur barang 5 menit.
Aku bangun karena dering telpon. Itu pasti suamiku. Aku langsung cemas. Lelaki itu tak lagi berada di sampingku. Aku coba tengok ke kamar mandi sebelum menjawab telepon.
Tak juga kutemui. Ternyata itu telepon dari kamar di depanku, telepon dari lelaki itu.
"Zus, cepat mandi, 15 menit lagi suamimu kembali ke kamar, saatnya mereka istirahat".
Ah, bijak juga dia. Aku rapikan ranjang dan sepreinya, kemudian cepat mandi. Siang itu aku usul pada suamiku untuk makan di kamar saja, badanku agak nggak enak, kataku.
Memang badanku agak lemes sejak aku mendapatkan orgasmeku yang bukan main dahsyatnya tadi.
Dan aku merasakan ada kelegaan sedikit, tak ada nampak bekas-bekas ulah lelaki itu pada bagian-bagian peka tubuhku.
Saat ketemu di siang itu suamiku nampak menunjukkan sedikit prihatin padaku. Dia tahu aku dilanda rasa bosan menunggu.
Dia sarankan aku jalan-jalan ke Molioboro atau tempat lainnya yang tak begitu jauh dari hotel. Aku mengangguk setuju.
Ah.. Akhirnya aku dapat ide.
Menjelang jam 1 siang suamiku kembali ke ruang penataran di lantai 2, dan jam 1 lebih 5 menit lelaki itu kembali menelponku, aku nggak menjawab langsung kututup.
Aku kembali merasa ketakutan pada apa yang aku pahami selama ini. Aku tak akan melanggarnya lagi. Yang sudah, ya, sudah. Masak aku mesti sengaja mengulangi kesalahanku lagi.
Tetapi tiba-tiba ada ketukan di pintu. Aku curiga, lelaki itu datang lagi. Dan aku nggak tahu, kenapa aku ingin tahu. Aku ingin tahu siapa yang mengetuk itu, walaupun aku sudah hampir pastikan dia sang lelaki yang tak kukenal itu.
Kuintip dari lubang lensa kecil di pintu. Dan benar, dia lagi. Dari dalam aku teriak kasar, mau apa kamu, yang dia sahuti dengan halus.
"Sebentar saja zus, aku mau bicara. Sebentar saja, zus, ayo dong, bukain pintu", pintanya.
Aku jadi ingat akan gelinjang nikmat yang aku terima darinya. Aku juga ingat betapa kontolnya tak pernah kurasakan nikmat macam itu. Aku juga ingat betapa lidahnya yang menyelusuri gatal bukit dadaku.
Dan aku ingat pula betapa gigitan kecilnya pada pentilku demikian merangsang dan menggetarkan seluruh tubuhku. Kini aku lihat kembali bibir edan itu dari lubang pintu ini.
Dan tanpa bisa kuhindarkan tangan kananku menggerakkan turun handle pintu ini. Dan, clek, terbuka celah sempit di ambang pintu. Dan dengan cepat, sret, tangan lelaki itu cepat menyelip di celah ambang itu.
"Sebentar, saja zus, perbolehkan aku masuk"
Dia tidak menunggu ijinku. Kakinya langsung mengganjal pintu dan dengan kaki lainnya mendorong, dia masuk. Kembali dia memeluki aku, lantas menciumi bibirku, lantas menyingkap gaunku, lantas melepasi kutangku, lantas memerosotkan celana dalamku.
Lantas mengelusi pantatku, pahaku, meremasi kemaluanku kembali, bibirnya terus melumati bibirku.
Kacamataku diangkatnya. Itulah rangkaian serangannya padaku. Pada awalnya aku kembali berusaha berontak dan melawan, walaupun kali ini tidak segigih pada peristiwa pagi tadi.
Dan aku yang memang bersiap untuk "keok" langsung takluk bersimpuh saat tangan ototnya meremasi wilayah peka di selangkanganku.
Kali ini dia gendong aku menuju ke-ranjang dan sama-sama berguling di atasnya. Tetapi kali ini dia tidak menelanjangi aku. Dia hanya singkapkan gaunku, kemudian dia memelukku dari arah punggungku.
Dia lumati kudukku yang langsung membuat aku menjadi sedemikian merinding dan tanpa kuhindarkan tanganku jadi erat memegangi tangannya.
Suatu kali ciuman di kudukku demikian membuat aku tergelinjang hingga aku menengokkan leherku untuk menyambar bibirnya. Kami saling berpagut dengan buasnya.
Lelaki itu rupanya ingin menambah khasanah nikmat seksual baru padaku. Aku tak tahu kapan dia melepasi celananya, tahu-tahu kontolnya sudah menyodokki kemaluanku dari arah belakangku. Dengan posisi miring serta satu tungkai kakiku dia peluk ke atas, kontolnya menyerbu memekku dan..
Blezzhh.. Blezzhh.. Blezzhh..
Dia kembali memompa. Rupanya kemaluanku sudah cepat adaptasi, kontol gedenya tak lagi kesulitan menembusi memekku ini.
Posisi ini, duh.. Nikmatnya tak alang kepalang. Macam ini sungguh menjadi kelengkapan sensasi perkosaannya padaku yang kedua.
Ah, entah, ini masih bisa disebut sebagai perkosaannya padaku atau sudah menjadi penyelewenganku pada suamiku.
Rasanya sudah tak lagi penting buatku yang kini sedang demikian sepenuhnya menikmati kerja lelaki ini pada tubuhku.
Beberapa kali dia membetulkan singkapan gaunku yang menghalangi pompaan kontolnya pada kemaluanku.
Sesudah beberapa lama dalam nikmat posisi miring, diangkatnya tubuhku menindih tubuhnya. Posisi baru ini menuntut aku yang harus aktif bergerak.
Terlintas rasa maluku. Tak pernah aku berlaku begini. Biasanya aku merupakan bagian yang pasif dalam ulah sanggama dengan suamiku, tetapi kali ini.
"Ayo, sayang, naik turunkan pantatmu, sayang, ayoo.."
Lelaki itu setengah memaksa aku untuk menaik turunkan pantatku dalam menerima tembusan kontolnya dari bawah tubuhku.
Dan sesungguhnya aku yang memang sangat kegatalan menunggu sodokkan-sodokkannya kini berusaha menghilangkan rasa maluku dan mencoba memompa.
Uh.., sungguh tak terduga nikmatnya. Aku mengerang dan merintih setengah berteriak setiap kali aku menurunkan pantatku dan merasakan betapa kontol gede itu meruyak di dalam rongga kemaluanku, menggeseki saraf-saraf gatal di dalamnya.
"Sayang, coba kamu duduk tegak dengan terus memompa, kamu akan merasakan sangat nikmat.
Saya jamin pasti kamu nggak mau berhenti nantinya", begitulah dia antara menghimbau dan memerintah aku yang dengan tangannya mengangkat tubuhku tanpa melepaskan kontolnya dari kemaluanku.
Dan dengan aku berposisi duduk membelakangi dia dan tanganku yang bertumpu pada dadanya, aku kembali memompa.
Ah.., dia benar lagi. Ini kembali menjadi sensasi seksualku, karena aku sekarang melihat betapa diriku nampak di cermin kamarku dengan kerudung rambutku yang sudah awut-awutan dan demikian basah oleh keringatku.
Aku seperti main enjot-enjotan naik-turun di atas kuda-kudaan.
Sepintas ada malu pada ulahku itu. Kok, bisa-bisanya, hanya dalam waktu satu hari aku melakukan hubungan mesum perkosaan atau penyelewengan, entahlah, dengan lelaki yang tak kukenal ini.
Dan yang terjadi kemudian adalah genjotan naik turunku semakin cepat saja. Aku merasakan betapa kegatalan yang sangat menguasai rongga kemaluanku.
Serta dengan menyaksikan diriku sendiri pada cermin yang tepat di mukaku, nafsu birahiku langsung melonjak dan mendorong gelinjangku kembali mendekati orgasmeku yang kedua dalam tempo tidak lebih dari 4 jam ini.
Dan saat orgasme itu akhirnya benar-benar hadir, aku kembali berteriak histeris mengiringi naik turunnya pantatku yang demikian cepat.
Kontol yang keluar masuk pada lubang kemaluanku nampak seperti pompa hidrolik pada mesin lokomotif yang pernah aku lihat di stasiun Gambir.
Lelaki itu juga membantu cepatnya keluar masuk kontolnya. Aku kembali rubuh. Sementara dia, lelaki yang belum memuasi dirinya itu menyeretku ke tepian kasur dan meneruskan pompaannya hingga menyusul mencapai titik klimaksnya.
Dia cengkeram pahaku dan kurasakan kedutan-kedutan kontolnya menyemprotkan cairan kental panas pada kemaluanku kembali.
Saat jeda, dia menceritakan siapa dirinya. Dia adalah seorang dokter kandungan. Dia sangat tahu seluk beluk persenggamaan. Dia tahu gaya-gaya dalam meraih nikmat sanggama.
Dia tahu titik-titk peka pada tubuh perempuam. Dia tahu mana yang baik dan buruk. Dia puji aku setengah mati, betapa otot-otot kemaluanku demikian kencang mencengkeram kontolnya.
Namanya Dr. Ronald, 52 tahun, asli Malang. Dia buka praktek di beberapa kota. Minggu terakhir di setiap bulan dia berada di Yogya untuk melayani pasien di beberapa rumah sakit di Yogya.
Dia memang tidak ada giliran ke kotaku.
Aku boleh panggil Ron saja atau Ronad. Aku pikir dia adalah lelaki yang luar biasa. Dan aku lega saat dia mengenalkan dirinya. Aku lega karena dia termasuk orang terpelajar dan punya identitas.
Dia tidak liar. Dan dia bilang bertanggung jawab apabila ada hal yang nggak benar padaku karena bersanggama dengannya. Dia memberikan aku kartu nama.
Aku terima dan tak kuatir pada suamiku, karena dia dokter kandungan, yang mungkin saja aku dapatkan dari referensi teman-temanku.
Sore itu dia memberikan aku sekali lagi orgasme. Huh.. sungguh melelahkan dan sekaligus sangat memuaskan aku.
Dan yang paling mengesankan bagiku, sesiang hari ini dalam 3 kali persanggamaan aku meraih 6 kali orgasme. Aku nggak tahu lagi, bagaimana aku harus bersikap padanya.
Saat suamiku pulang, kamarku sudah kembali rapi, seakan tak ada yang terjadi. Aku sudah mandi dan dandan agar tidak menampakkan kelelahanku. Dan malam itu aku bersama suamiku kembali makan malam bersama.
Di pojok ruang makan kulihat meja dengan 4 kursi yang hanya diduduki seorang, dr. Ronad. Dia nampak tidak berusaha memandang aku. Dia menyibukkan dirinya dengan bacaan dan tulis menulis.
Sungguh suatu kamuflase yang hebat.
Pada keesokan harinya, hanya 10 menit sesudah suamiku turun ke lantai 2 untuk mengikuti penataran di hari ke dua, dr. Ronad kembali mengetuk pintu. Kembali aku menghadapi peperangan bathinku.
Masa, perkosaan bisa terjadi sekian kali berturut-turut, dan sementara itu, apabila disebut sebagai penyelewengan, bagaimana perempuan tegar dan berkepribadian seperti aku ini demikian mudah runtuh oleh nikmatnya perselingkuhan.
Tetapi bayangan dan segala macam keraguanku itu hanyalah menjadi awal dari elusan dan rabaan batin yang langsung membangkitkan naluriah nafsu birahiku.
Aku sudah mulai berselingkuh sebelum perselingkuhan itu di mulai. Aku telah benar-benar runtuh. Aku bukakan pintu untuk Ronad.
Rasa harga diriku yang masih tersisa mendramatisir keadaanku. Aku bertindak seakan menolak saat Ronad menggendong aku dari ambang pintu ke peraduanku. Tetapi segala ocehanku langsung bungkam saat bibirnya melumat bibirku.
Segala tolakan tanganku langsung luruh saat tangannya memilin pentil-pentilku. Segala hindar dan elak tubuhku langsung sirna saat pelukan tangannya yang kekar merabai pinggul dan bokongku.
Dan segala keinginan untuk "Tidak!" langsung musnah saat kombinasi lumatan di bibir, pelukan di pinggul, rabaan pada pantatku merangsek dengan sertaan nafasnya yang memburu. Aku aktip menunggu Ronad melahapku.
Dia mengulangi awal yang seperti kemarin, merangkul dan memulai dari belakang punggungku, memelukku kemudian menjilati kudukku. Aku meronta bukan untuk melawan, tetapi meronta karena menerima kenikmatan.
Aku menengokkan leherku hingga bisa meraih wajahnya. Kulumati bibirnya. Dan seperti kemarin, setelah menyingkap busana yang menutup bokongku hingga paha dan memekku terpampang, tahu-tahu kontolnya sudah telanjang menyelip dari celah celana dalamku, siap berada di gerbang kemaluanku.
Sambil kami saling melumat dia mendorongkan kontolnya, aku mendorongkan memekku menjemputnya. Saat akhirnya..
Blezzhh..
Kami langsung saling merintih dan berdesahan. Itulah simponi birahi di kamar Novotel di lantai 5 di pagi hari ini, sementara itu, mungkin suamiku sedang asyik berdebat bersama anggota teamnya di lantai 2.
"Sekarang gantian sayang, biar aku yang numpakin kamu, yaa.." suara gemetar Ronad nampak menahan birahinya.
Aku dibalikannya dengan tetap mempertahankan lengkungan tubuhku hingga jadi nungging dengan kepalaku bertumpu pada kasur.
Sesudah sedikit dia betulkan posisiku dan kembali lebih singkapkan busana rapetku, dengan setengah berdiri dia mengangkangin aku mulai dari arah pantatku. Kontolnya dia tusukkan ke memekku.
Duh, duh, duh..
Apa lagi ini. Kenapa gatalku langsung dengan cepat melanda memekku. Aku membayangkan bibir kemaluanku pasti dengan haus menunggu kepala kontol gede itu.
Dan aku merasakan saat ujungnya mendorong aku hingga akhirnya amblas menghunjam ke dalamnya. Dalam hatiku aku berfikir, kok macam anjing kawin, ya. Kemudian Ronad mulai kembali memompa. Huuhh.. Jangan lagi tanya betapa nikmatnya.
Aku seperti diombang-ambingkan gelombang Lautan Teduh. Setiap tusukkan aku sambut dengan cengkeraman memekku, dan akibatnya saraf-saraf pekaku merangsang gelinjang nikmat birahiku.
Dan saat kontolnya dia tarik keluar, dinding kemaluanku menahan sesak hingga kembali saraf-saraf pekaku melempar gelinjang nikmat birahi. Keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk.. Aku semakin nggak lagi mampu menahan kegelianku.
Tangan-tanganku meremasi tepi-tepi kasur untuk menahan deraan geli-geli nikmat itu.
Aku membiarkan air liurku meleleh saat aku terus menjerit kecil dan mendesah-desah. Mataku tak lagi nampak hitamnya. Aku lebur melayang dalam nikmatnya kontol yang keluar masuk menembusi memekku ini.
Dan saat tusukkannya makin cepat menggebu, aku tahu, dia akan meraih orgasmenya mendahului orgasmeku.
Kubiarkan. Bahkan kudorong dengan desahan dan rintihanku yang disebabkan rasa pedih dan panasnya gesekkan cepat batang kontolnya yang sesak menembusi kemaluanku ini.
Akhirnya dia menumpahkan berliter-liter spermanya ke memekku. Bunyi, plok, plok, plok bijih pelernya yang memukuli kemaluanku tidak kunjung henti. Dia tahu aku belum orgasme.
Dia tetap mempertahankan irama tusukkan karena tahu aku demikian menikmati gaya anjing ini. Limpahan cairan yang membecek pada kemaluanku tidak mengurangi nikmatnya tusukkan.
Bahkan licinnya batang keluar masuk ini merangsang gelinjangku dengan sangat hebatnya. Aku meliuk dan menaik turunkan pantatku. Aku benar-benar menjadi anjing betina yang memeknya dikocok-kocok jantannya.
Aku merintih dengan sangat hebat dan berteriak histeris saat orgasmeku datang menyongsong tusukkan-tusukkan pejantan ini. Aku mendapatkan sensasi nikmat birahinya anjing betina. Aku tak kunjung usai juga. Aku mengimpikan orgasme yang beruntun.
Ronadpun demikian pula. Sanggama kali ini bersambung tanpa jeda walaupun kami telah meraih orgasme-orgasme kami. Genjotan dan pompaan terus kencang dan semakin cepat. Kami dilanda histeris bersamaan.
Kami berguling-guling. Ronad menyeret aku ketepian ranjang. Dengan tetap berposisi nungging, Ronad menembusi memekku dengan berdiri dari lantai. Kontol itu, duh.. sangat legit rasanya. Hunjamannya langsung merangsek hingga menyentuh tepian peranakanku.
Ujung-ujungnya mentok menyentuhi dinding rahimku. Aku nggak tahan.. Ronaadd.. Edan, kami bersanggama tanpa putus selama lebih dari 40 menit. Aku kagum akan ketahanan Ronad yang 52 tahun itu.
Kontolnya tetap ngaceng dan mengkilat-kilat saat akhirnya kami istirahat sejenak. Baru kali ini secara gamblang dan jelas aku menyaksikan kontol lelaki.
Selama ini aku dan suamiku selalu bersanggama dalam gelap atau remang-remang. Dan kami merasa seakan tabu untuk melihati kemaluan-kemaluan kami.
Aku sendiri masih malu saat Ronad melihati dan ngutik-utik kelentitku. Dan kini aku heran, kenapa demikian susah untuk tak melihati kontol Ronad ini. Aku heran, kenapa barang ini bisa menghantarkan aku pada kenikmatan yang demikian dahsyatnya.
Jam 10 pagi Ronad pamit. Dia bilang mesti ke rumah sakit memenuhi janji dengan pasiennya. Aku nggak akan mencegahnya. Dia akan kembali nanti jam 3 sore. Aku nggak komentar. Suamiku telepon, dia ngajak aku makan siang di restoran, dia akan menunggu aku di bawah.
Sesudah aku mandi aku keluar kamar dan turun. Aku jaga agar penampilanku nampak tetap segar. Pergulatan seksual yang penuh hasrat dan nafsu birahi antara aku dan Ronald yang pemerkosaku telah meninggalkan berbagai rasa pedih di selangkanganku.
Setiap aku melangkah gesekan antara paha juga terasa nyeri. Aku harus bisa mengatasi ketidak nyamanan ini.
Ternyata hingga jam 6 sore Ronad tidak balik. Mungkin ada krisis di rumah sakitnya. Anehnya, aku merasa kesepian. Aku telah terjebak dalam nikmatnya perkosaan.
Aku gelisah selama jam-jam menunggu ketukan di pintu. Aku merasa sangat didera nafsu birahiku. Aku ketagihan. Aku sangat ketagihan akan legit kontolnya. Terbayang dan seakan aku merasai kembali legit itu menyesaki memekku.
Walaupun resah melandaku aku mengiyakan saat suamiku mengajak aku jalan-jalan bersama teman-temannya ke Molioboro. Acaranya kami makan lesehan di jalan yang demikian terkenal di dunia itu. Sepanjang jalan dan makan aku banyak melamun.
Suamiku nampak prihatin. Dia tetap hanya mengira aku kurang sehat dan dilanda rasa bosan. Dia merangkuliku dengan mesra. Aku berpikir dan melayang ke arah yang beda. Ah, Ronad, dimana kamu.. Malam itu suamiku mencumbuiku.
Aku harus memberikan respon yang sebaik dan senormal mungkin. Aku merasakan betapa bedanya saat kemaluan suamiku memasuki kemaluanku. Aku tidak merasakan apa-apa. Hambar. Aku iba padanya.
Tetapi sebagaimana yang biasa aku lakukan, kini aku berpura nikmat, seakan aku meraih orgasme. Dan suamiku demikian bernafsu memompakan kontol kecilnya hingga spermanya muncrat.
Malam itu dia tidur dengan penuh damai dan senyuman. Sementara aku tetap gelisah, terganggu pikiran dan bayang-bayang Ronad.
Besoknya, secepat suamiku pergi ke penataran aku sudah tak sabar menunggu pintu. Aku ingin ada perkosaan kembali. Ah, aku benar-benar khianat sekarang.
Aku benar-benar kehilangan harkatku. Aku benar-benar bukan lagi diriku sebagaimana yang orang kenal selama ini. Aku adalah istri yang selingkuh, adalah perempuan penyeleweng.
Ketika 30 menit berlalu dan pintu tak ada yang mengetuk, aku nekad. Kuputar telepon kamar Ronad. Dia nggak cepat mengangkatnya. Aku mulai kesal. Ah, akhirnya Ronad bicara.
"Maafin aku sayang, baru selesai mandi, nih. Tadi malam sampai jam 11 malam. Pasien-pasienku ngantre, ada yang datang dari Wonosobo, Semarang. Aku nggak mungkin meninggalkannya, khan?!".
"Bagaimana kalau aku yang ke kamarmu?" Gila, aku sudah sedemikian nekadnya.
"Boleh, ayo, biar aku bukain pintu. Kamu langsung masuk sebelum ada orang lain lihat, OK?".
Aku cepat merapikan pakaianku kemudian dengan cepat bergegas ke kamarnya. Benar, dia barusan mandi. Handuknya masih melilit di tubuhnya. Kuperhatikan dadanya yang bidang dan bersih.
Ah, kenapa aku nggak pernah memperhatikan benar selama 2 hari ini. Bukankah dia sangat sensual. Mungkin karena kepanikanku yang selalu mengiringiku saat jumpa dan bersama dia. Kami langsung saling berpelukan dan melumat bertukar lidah dan ludah.
Aku merasa diriku menjadi sangat agresif dan nggak pakai malu-malu lagi. Dengan cara seloroh, kukait ikatan handuknya hingga lepas ke lantai.
Selintas tampak pemandangan yang sangat erotis di cermin besar kamar Ronad. Aku yang berbusana serba tertutup lengkap dengan kaca mata dan kerudung di kepala sedang berpelukan dengan lelaki yang bukan suamiku yang dalam keadaan telanjang bulat.
Nampak jelas jembutnya yang tebal menyentuh pusarnya.
Aku mencoba tertawa dalam pesona birahi saat mengamati kontolnya yang sudah mengkilat dan tegak ngaceng itu. Ronad tertawa pula sambil menggapai tanganku dan diarahkan untuk meremasi kontol itu,
"Ayolah, sayang, pegang. Pegang saja, enak, lho. Nah, achh.. Enak banget tanganmu sayang.." dan dengan sedikit merinding aku mencoba menggenggamnya.
Aneh dan gila dan tak pernah mimpi bahwa aku akan secara agresif akan meraih kontol lelaki yang bukan suamiku ini. Dan tiba-tiba Ronad menekan bahuku. Dia menyuruh aku untuk jongkok,
"Pandangilah, sayang. Kontolku ini milikmu. Pandangilah. Indah sekali lho, ayo. Pandangilah milikmu ini", tekanannya itu sesungguhnya merupakan sebagian dari harapan dan keinginan nafsuku kini.
Aku berjongkok pada lututku hingga kontolnya tepat berada tepat di depan wajahku.
"Elusilah, dia akan semakin tegak dan membesar. Indah, kan..?".
Ah, aku sangat kesetanan menyaksikannya. Ini merupakan sensasi lagi bagiku. Dan tangan Ronad tak henti. Dia meraih kepalaku yang seutuhnya masih berkerudung dan menariknya untuk mendekatkan wajahku ke kontolnya itu.
Aku tersihir. Aku pasrah dengan tangannya yang mengendalikan kepalaku hingga kontol itu menyentuh wajahku, menyentuh hidungku. Kilatannya seakan memanas dan mengepulkan aroma.
Aku mencium sesuatu yang sangat merangsang sanubariku. Bau kontol itu menyergap hidungku. Tangan Ronad tak juga henti.
"Cium saja, ini punyamu, kok. Ciumlah. Ayoo, ciumlah". Ah, untuk kesekian kali aku ikut saja maunya. Ah, kontol itu menyentuh bibirku.
"Ayo, cium, nggak apa-apa. Ayoo, sayang. Ciumlah. Ayoo.."
Aku merem saat mulutku sedikit menganga menerima ujung mengkilat-kilat itu, sementara dorongan tangannya membuat gigiku akhirnya tersentuh ujung itu.
"Ayoo, sayang..".
Dan aku, dan mulutku, dan lidahku, dan hatiku, dan sanubariku, dan akuu.. Akhirnya menerima kontol Ronad menembusi bibirku, menyeruaki mulutku. Aku menerima terpaan getar nikmat yang membuat tubuhku merinding dan menggelinjang.
Aku didorong oleh kekuatan macam apa ini, saat aku menerima adanya norma baru, yang selama ini merupakan sangat tabu bagiku, dan sangat menjijikkan bagi penalaranku. Bahkan aku menerima dengan sepenuh hasrat dan nafsu birahiku.
Aa.. Aku.. aku.. Mulai mencium dan melumat kontol Ronad..
"Ah, sayang, kamu nampak begitu indah, sayangg.. Indah sekali, sayang.. Sangat indah, sayang.. Indah banget sayang..", Ronad meracau tidak menyembunyikan kenikmatan libido erotisnya saat melihati aku mengulum dan menjilati kontolnya.
"Terus, sayang.. Terus.. Enak sekali, sayang.. Teruss..".
Dan aku menunjukkan gerakan melumat dan menjilat secara sangat intens. Terkadang aku cabut kontol itu untuk aku lumati batangnya yang penuh belukar otot-otot. Tanganku tak bisa lagi diam.
Sementara tangan kananku menyangga kontolnya dan mengedalikan kemana mauku, tangan kiriku mengelusi bijih pelirnya dan sesekali naik meraupi jembutnya yang sangat tebal itu.
Duh.. Aku menemukan keindahan, erotisme dan pesona birahi yang tak bisa kuungkapkan dalam kata-kata.
Aku hanya bisa tangkap dengan hirupan hidungku, dengan rasa asin di lidahku, dengan keras-keras kenyal dalam genggamanku, dengan nafas memburuku. Aku benar-benar larut dalam pesona dahsyat ini.
Dan ketika aku rasakan Ronad mulai menggoyangkan pantatnya menyanggamai mulutku, dan ketika kudengar dia mulai benar-benar merintih dan mendesah yang membuat aku semakin terbakar oleh libidoku yang memang telah menyala-nyala aku menyadari bahwa macam nikmat birahi itu demikian banyaknya. Aku nggak pernah merasakan macam ini sebelumnya.
Membayangkan saja aku tabu dan jijik. Dan ketika kini aku justru begitu intens melakukannya, tiba-tiba hadir begitu saja keinginanku untuk mempersembahkan kenikmatan yang hebat bagi lelaki bukan suamiku ini. Aku akan biarkan apabila dia menghendaki memuncratkan air maninya ke mulutku.
Aku pengin merasakan, bagaimana semprotan hangatnya menyiram langit-langit mulutku.
Aku pengin merasakan rasa pejuh dan spermanya di lidahku. Aku pengin merasakan bagaimana berkedutnya kontol Ronad dalam mulutku saat spermanya terpompa keluar dari kontolnya.
Dan saat goyangan maju mundur pantatnya makin mengencang, tangannya mulai dengan benar-benar membuat kulit kepalaku pedih karena jambakan dan remasannya karena menahan nikmat tak terperikan dari kuluman dan jilatanku, aku sudah benar-benar menunggu kesempatan itu.
Aku sendiri melenguh dan merintih dalam penantian itu.
Dan dengan iringan teriakan histerisnya yang keluar terbata-bata dari mulut Ronad, akhirnya sebuah kedutan besar menggoncang rongga mulutku. Cairan kental panas luber menyiprat dan menyemprot-nyemprot langit-langit mulutku.
Tak henti-hentinya. Entah 7 atau 8 kedutan yang selalu diikuti dengan semprotan air mani hangat. Mulutku langsung penuh. Terlintas kembali rasa jijik. Aku ingin muntahkan apabila kedutan itu habis. Tetapi ternyata itu lain dengan apa yang terlintas dalam benak, nafsu dan tingkah Ronad.
Tangannya meraih dan menekan kepalaku untuk lebih menghunjamkam kontolnya hingga menyentuh tenggorokanku.
Dan pada saat yang bersamaan dengan penuhnya air mani di mulutku, tangannya dengan kuat membekap hidungku. Sungguh kasar dan sadis dokterku ini.
Seperti saat seseorang mencekoki jamu pada anaknya, aku dipaksanya menelan semua air mani yang tumpah dalam mulutku. Aku gelagapan dan hanya punya satu pilihan agar tidak tersedak.
Kutelan semua cairan kentalnya. Uhh.. uh.. uh.. Ronad.. Kamu gila benar sih.. Sesudah yakin semua air maninya telah tertelan dan mengaliri tenggorokanku dia lepaskan bekapan hidungku.
Aku langsung menarik nafas panjang. Aku pandangi dia. Aku heran dengan perilaku kasarnya itu. Dia menyadari betapa pandangan heranku,
"Maaf, zus, aku jadi kasar, aku nggak mampu menahan nafsuku.. Aku sangat ingin menyaksikan zus yang cantiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki menelani air maniku.
Maafin saya, ya, zus. Sayang..", aku melihati matanya dan mengangguk kecil.
Sesungguhnyalah aku tak begitu kecewa. Bahkan aku merasakan, betapa air mani itu juga sangat nikmat rasanya. Rasanya mengingatkan pada kelapa muda yang sangat muda. Kukatakan padanya apa yang kurasakan.
"Yaa.. memang, air mani itu, khan, hormon, bersih dan sehat. Air mani itu protein juga", katanya.
Aku percaya akan pengetahuan dokternya. Aku bisa ketagihan, nih. Mungkinkah aku minum sperma suamiku? Ah, jangan, nanti dia malahan curiga, dari mana aku belajar macam ini?!
Bercumbu di kamar Ronad memberikan rasa lebih aman dan tenang bagiku. Aku nggak merasa diburu waktu atau khawatir sewaktu-waktu suamiku muncul di pintu. Sampai jam 11.40 kami terus menerus saling mencumbu.
Pada akhir percumbuan tadi Ronad menunjukkan padaku bagaimana tampilan kontolnya saat ejakulasi.
Menjelang muncrat sesudah gencar memompa kemaluanku dia cabut kontolnya. Dengan mengarahkan ujungnya ke mukaku dia kocok dengan tangannya kontolnya.
Aku perhatikan bagaimana kontol itu semakin membengkak dan sangat mengkilat-kilat kepalanya.
Aku menyiapkan wajahku untuk menerima terpaan semprotan air mannya. Kusaksikan bagaimana batang itu menganguk-angguk setiap semprotan itu muncrat keluar.
Dan aku rasakan sangat sensasional saat dia muntahkan air maninya menyemproti mukaku, rambutku, kaca mataku dan membasahi bagian tubuhku lainnya.
Aku kembali ke kamarku dan mandi untuk menunggu suamiku dari penatarannya. Aku panggil pelayan hotel untuk mencuci semua pakaianku yang bekas aku pakai bersama Ronad.
Siang itu suamiku kembali mengajak aku makan di restoran. Suamiku memberi tahu bahwa besok merupakan hari terakhir penataran yang akan selesai dan ditutup pada siang hari.
Suamiku bilang akan langsung pulang untuk mengejar sore harinya sudah sampai di rumah. Rencana hari ini penataran akan berhenti jam 3 sore.
Rombongan suamiku telah menyiapkan bus AC untuk bersama-sama melihat Keraton Yogya. Kemungkinan rombongan yang didalamnya ada Pak Gubernur Jawa Tengah akan disambut langsung oleh Sultan Yogya.
Aku diminta untuk bersiap-siap menyertai dan mendampingi Ibu Gubernur. Aku tanyakan tepatnya waktu, suamiku menjawab jam 3.20 tepat rombongan akan meninggalkan hotel.
Aku boleh bersiap-siap hingga menjelang jam 3 sore itu. Mungkin suamiku tidak akan naik ke kamar, jadi aku diharapkan telah berada di lobby pada jam tersebut.
Terus terang aku tidak "happy" dengan rencana itu. Bukankah berasyik masyuk dengan Ronad akan jauh lebih mengasyikkan?! Tetapi aku tidak memiliki alasan untuk menolaknya.
Begitu suamiku kembali ke ruang penataran, aku menelpon Ronad dari lobby dan kusampaikan programku sore ini. Dia menunggu aku di kamarnya.
Kami sepakat untuk memuas-muaskan diri sampai jam 2.30. Aku sudah perhitungkan dalam 15 menit aku bisa merapikan diri dengan busana santai, sekedar jeans dan blus yang praktis, dan turun ke lobby 10 menit sebelum waktunya.
Begitulah, aku merasa semakin dikejar keterbatasan. Aku merasa betapa kesempatan berasyik masyuk tinggal sesaat di siang hari ini dan besok di siang hari pula.
Aku menjadi terpana ketika berpikir betapa selama mengikuti suami kali ini aku telah memasuki petualangan yang sangat berbahaya bagi kehidupan rumah tanggaku, kehidupan duniaku maupun alam fanaku nanti.
Aku heran sendiri, kok mampu berbuat macam ini, melakukan penyelewengan langsung di belakang suamiku yang tengah berjuang untuk meningkatkan kehidupan kami bersama.
Tetapi aku memang sedang dilanda mabok. Kenikmatan birahi ini demikian memabokkan aku. Meraih orgasme dari orang yang bukan suamiku yang pada awalnya bukan mauku.
Tetapi perkosaan yang tak mampu aku lawan ini telah merubah aku menjadi istri yang nyeleweng. Dan kini justru aku yang seakan ketagihan dan berbalik mengejar sang pemerkosa itu dengan sepenuh nafsu birahiku.
Kenapa aku mesti mengalami dan melewati peristiwa macam ini.
Ah.. aku jadi linglung kalau memikirkannya. Biarlah apa yang terjadi, terjadilah.. Siang itu aku nampak terlampau merangsek Ronad untuk mengejar kepuasan nafsu birahiku.
Aku sudah tidak menghitung-hitung risiko. Aku demikian larut dalam kenikmatan kontol Ronad. Edan.
Sore harinya suamiku kembali mengajak aku makan lesehan di Malioboro. Dan malam harinya dia mecumbu aku. Aku merasa tak ada gairah sama sekali. Suamiku merasakan sikapku ini.
"Udahlah ma, besok kan sudah nyampai di rumah lagi" Kasihan suamiku yang demikian memprihatinkan aku.
Besoknya, waktu yang semakin sempit merembet tak mungkin kuhindari. Begitu suamiku pergi ke lantai 2, aku tak sabar lagi. Aku ketuk pintu Ronad.
Kami langsung berpagutan. Aku merasakan waktu semakin mendekati habis, semakin menyala-nyala nafsu seksualku.
Aku semakin merangsang untuk merangseki Ronad. Kini akulah yang mendorongnya ke ranjang. Kini akulah yang seakan memperkosanya.
Kulepasi celananya, kemejanya, celana dalamnya. Kuciumi tubuhnya, dadanya, ketiaknya, perutnya, selangkangannya. Aku jadi sangat liar dan buas. Akulah yang menyanggamai dia.
Dia serahkan tubuhnya untuk kepuasanku. Aku naik ke atas kontolnya. Dengan setengah menduduki tubuhnya, aku masukkan kemaluannya yang telah tegang dan kaku menembus memekku.
Aku pompa dengan cepat dan penuh nafsuku. Aku dapatkan orgasmeku hanya dalam 3 menit sejak aku mulai memompa. Aku menjadi demikian blingsatan dalam gelinjang birahi yang tak lagi terkendali.
Ronad nampaknya menikmati ulah keblingsatanku ini. Aku rubuh ke sampingnya.
Selanjutnya Ronad mengambil alih. Kontolnya yang belum terpuaskan dia tusukkan ke memekku kembali. Dia pompakan dengan cepatnya. Rasa pedih dan perih pada bibir-bibir kemaluanku semakin terasa menyiksaku.
Aku merintih dan mengaduh-aduh kesakitan. Ronad justru nampak sangat menikmati kesakitanku. Dia balikkan tubuhku dan angkat pantatku hingga aku nungging tinggi-tinggi.
Aku tahu dia ingin aku menjadi anjing betinanya. Tetapi.. Acchh, .. Tidak.. tidakk.. jangann..
Rupanya Ronad tidak hendak menyanggamai kemaluanku. Dia menjilati anusku. Uhh.. aku tak pernah membayangkan sebelumnya. Dia menciumi dan menusuk-nusukkan lidahnya ke lubang pembuangan taiku.
Dia nampak sangat menikmati aroma pantatku itu, sambil kedua tangannya merabai dan kemudian memerasi buah dadaku.
Oohh.. ampuunn.. Ronadd.. Kenapa kamu selalu memberikan sensasi yang serba dahsyat padaku.. Kenapa kamu selalu memberikan pembelajaran berbagai nikmat sensasional begini macam padaku.. Ronaadd.. Jangann..!!
Aku rasakan bagaimana ujung lidahnya menyapu bibir-bibir analku. Aku rasakan bagaimana bibir Ronad mengecupi lubang anusku. Aku rasakan bagaimana hidungnya berusaha menyergapi segala rupa aroma yang menyebar dari pantatku.
Aku rasakan bagaimana ludahnya membasahi hingga kuyup seluruh wilayah di seputar analku ini.
Dan puncak dari segala puncak ketakutanku akhirnya datang. Ronad bangkit. Dia setengah jongkok mengangkangi pantatku.
Aku masih berpikir bahwa dia hendak menusukkan kontolnya ke memekku. Aku masih berpikir dan membayangkan nikmat jadi anjing betinanya Ronad.
Aku masih berpikir bagaimana sesak dan legitnya kontol Ronad menusukki kemaluanku dengan cara nungging anjing ini. Aku sama sekali tidak berpikir lain..
Tiba-tiba, tanpa kompromi, kontol Ronad didesak-desakkanya ke pantatku. Dia hendak melakukan sodomi padaku. Edan kau Ronad, bajingan kauu.. Kamu bisa membunuh aku Ronad.. Nggak! Nggak akan aku rela melayani maumu ini Ronad.. Biar mati aku akan lawan kamu Ronad..
Aku nggak akan berikan pantatku untuk kepuasan nafsu biadabmu Ron..
Aku berguling. Kutendang perutnya, dia mengelak. Kucakar tangan dan dadanya, dia pegang tangan-tanganku, kugigit bahunya yang rebah ke wajahku, dia berkelit.
Aku teriak-teriak, dia membiarkan. Kupingnya sangat menimati teriakkanku. Dia terus merenggutku dengan tanpa bicara. Aku terus menggeliat-geliat untuk melawannya.
Tiba-tiba, aku nggak tahu dari mana dia mengambilnya, dia keluarkan borgol. Borgol itu borgol besi yang aku sering lihat di TV digunakan polisi saat menangkap maling atau penjahat.
Tangan kiriku direnggut paksa dan diborgolkannya ke kisi-kisi ranjang Novotel. Berhasil.
Kemudian dia renggut kembali tangan kananku, dia keluarkan borgol yang kedua untuk memborgolkan tangan kanan ini ke kisi-kisi yang lain. Aku langsung dilanda cemas ketakutan yang amat sangat.
Akankah dia melukai aku? Aku panik. Sangat panik. Aku sangat histeris ketakutan. Aku memohon dengan tangisan panikku.
"Jangan.. jangan Ronad.. ampuni akuu.. Jangan borgol aku.. Ampuni aku Ronad..", aku menghiba dalam histeris.
Kini benar-benar aku seperti hewan yang dilumpuhkan yang siap menunggu penyembelihan. Akankan aku jadi hewan korban kebiadaban Ronad?
"Sayang, jangan takut.. Aku nggak akan sakiti kamu.. Kamu akan aku berikan kenikmatan yang tak akan pernah kamu lupakan.."
Aku masih menangis minta belas kasihannya..
Kini dia mendekat ke tubuhku. Dia gulingkan setengah miring pantatku. Dia angkat kakiku hingga melipat ke arah dadaku.
Dan kembali pantatku menjadi terpampang. Kemudian dengan merapat dari arah punggungku, Ronad memeluk tubuhku. Kemudian kembali kurasakan kontolnya merapat ke arah pantatku.
Dia akan terus melakukan sodomi padaku. Apa dayaku. Aku yang kini terangket, tak lagi mampu melawan dengan cara apapun.
Saat dia tusuk-tusukkan kontolnya ke lubang pantatku aku mulai merasakan betapa pedih dan sakitnya. Aku rasakan seakan berjuta saraf-saraf peka di lubang analku sepertinya hancur oleh tempaan ujung kontolnya yang demikian keras itu. Aku menangis kesakitan dan penuh iba. Ronald tahu, karena dia adalah dokter.
Dia hentikan tusukkannya. Dia ambil ludahnya dan dioleskan ke lubang duburku. Beberapa kali dia lakukan sebelum kemaluannya kembali untuk berusaha menembusinya lagi. Saat aku kembali berteriak sakit, dia membisikkan ketelingaku.
"Kamu mesti santai, kendorkan saraf-sarafmu, jangan tegang, jangan khawatir. Kamu percaya padaku, khan?".
Duh, suara Ronald langsung membiusku. Aku percaya padanya. Dan sesungguhnyalah aku sangat berhasrat padanya. Akupun berusaha untuk lebih tenang.
Toh aku nggak bisa berbuat lain. Tangan-tanganku terborgol dan Ronald telah demikian melumpuhkan aku. Kemudian aku merasakan seperti ada pemukul soft ball yang memaksakan menembusi anusku.
Aku yakin pantatku mulai terluka, mungkin berdarah. Beberapa kali aku rasakan Ronad mengulangi melumasi lubangku dengan ludahnya.
Akhirnya setelah beberapa kali dan sedikit demi sedikit menyodok masuk, kontol Ronad berhasil tembus tertanam dalam lubang taiku.
Aku mungkin kelenger. Aku tak mampu lagi merasakan sakit atau tidak sakit lagi. Aku lunglai dalam rasa panas dan pedas yang amat sangat. Aku tak mampu lagi berontak atau melawan. Aku benar-benar jadi pesakitan. Aku adalah korban keganasan Ronald.
Dan saat Ronad mulai memompakan kontolnya, aku benar-benar pingsan. Entah berapa lama. Aku terbangun saat aku rasakan ada air yang menyiram wajah dan mulutku hingga aku gelagapan.
Pelan-pelan aku membuka mataku. Aku belum melihat apa-apa. Aku masih mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Kulihat ada bayang-bayang gelap yang hampir menutupi wajahku.
Dan.. Biadab, anjiingg.. Begundal busuk kau Ronaadd..
Dia benar-benar gila. Dia tengah menduduki aku dengan kontolnya yang mengarah dan mengencingi wajah dan mulutku. Sebagian air kencingnya masuk kemulutku dan tertelan hingga membuat aku gelagapan tersedak-sedak. Kudengar samar-samar.
"Minum, ini sundal, minum kencingku. Ayoo.. Minum.. Air segar inii.. minum perempuan sial.. Minum kencingku sundalku.."
Tangannya membekap hidungku yang langsung membuat mulutku ternganga mencari nafas. Dan pada saat yang bersaman air kencing itu deras ngucur ke mulutku. Bagaimanapun aku tak terpaksa menelannya. Aku gelagapan setengah mati dan kembali pingsan.
Entah berapa lama aku kelenger.. Hingga kudengar bunyi telepon keras berdering.. Kubiarkan telpon itu terus berdering hingga berhenti dengan sendirinya..
Badanku, celana jeans dan blusku, seprei ranjang, selimut, bantal, semuanya basah. Bau anyir dan pesing memenuhi kamar. Aku jadi ingat, itu air kencing. Aku juga jadi ingat tanganku, telah lepas dari borgolku.
Aku jadi ingat saat terakhir yang aku ingat, Ronad menduduki dadaku dan kencing ke wajah dan mulutku..
Kemana dia sekarang..??
Dimana Ronad bajingan itu..??
Tiba-tiba rasa mual langsung menyergap aku. Aku tak mampu menahan ingatan itu dan mualku makin menjadi-jadi. Aku muntah-muntah. Telpon kembali berdering keras. Dengan terseok aku bangkit dari ranjang dan kuraih telepon,
"Cepat balik ke kamarmu, penataran sudah selesai, suamimu sedang menuju ke lift untuk kembali ke kamar. Cepat..!!" itu suara Ronad.
Telepon langsung putus. Aku panik. Kusambar apa yang kuingat. Aku keluar kamar Ronad dan kembali ke kamarku. Tanganku gemetar tak keruan saat memasukkan kunci pintu.
Aku berkejaran dengan suamiku. Aku berkejaran dengan nasibku. Aku berkejaran dengan keutuhan keluargaku.
Aku berkejaran dengan martabatku.. Dengan terseok aku berlari ke kamarku dan langsung masuk kamar mandi dan mengunci pintunya. Ah.. ini semua adalah hasil kebodohanku.. Aku benar-benar keluar dari siksaan neraka jahanam..
Kudengar seseorang membuka pintu kamar.
"Ma, kok pintunya nggak dikunci..?" terdengar suara suamiku.
Ah, ademnya.. damainya.. Shower dingin di kamar mandi langsung membuat kesadaranku kembali utuh. Saat aku keluar kamar mandi suamiku menjemputku dan mencium aku dengan sepenuh cinta dan kerinduannya.
"Kita pulang, Ma. Ayo cepetan dandan, teman-teman sudah menunggu makan siang. Aku telepon ke kamar tadi. Kemana kamu, Ma? Shopping? Jalan-jalan?"
Ah.. Suamiku.. Cinta sejatiku.. Orang yang kuingkari.. Yang aku khianati..
Sejak saat itu aku tak pernah berjumpa lagi dengan Ronald. Tak aku pungkiri, hingga kini aku masih merindukan kontolnya yang gede panjang itu.
Aku masih terobsesi padanya. Aku sering membayangkan betapa kekerasan dan kekasarannya memberikan nikmat syahwatku.
Dalam keadaan sendiri aku sering mencoba ber-masturbasi. Aku merindukan orgasme beruntun yang kudapatkan dari dia.
Aku pernah mencoba menghubungi telpon yang tertera di kartu namanya. Ternyata dia telah pindah. Dia tidak lagi berdomisili di Malang.
Saat berkumpul dengan ibu-ibu kenalanku, aku suka memancing, apakah mereka pernah periksa ke dokter kandungan? Aku berharap mereka pernah berjumpa dengan Ronald. Tetapi pertanyaanku tak ada jawabannya.
Aku juga coba telpon ke Novotel, apakah ada tamu berinisial Ronald menginap di hotel ini?!
Akhirnya aku menyerah. Dia telah raib dibawa angin lalu. Aku juga berharap, kapankan angin lalu juga membawa raib obsesiku?
Sungguh lelah mencoba menempatkan hasrat birahi dalam penantian tanpa kunjung jelas. Aku akan berusaha melupakannya.
Aku mencoba memberikan perhatian lebih banyak kepada suamiku. Aku melengkapi perabotan dapurku.
Aku punya hobby memasak makanan oriental. Kemarin masakan suamiku memuji masakanku Muc Don Thit. Masakan tumis cumi yang telah aku isi dengan soun, hioko dan jamur kuping.
Aku juga membuat Tom Yang Goong yang pedasnya demikian menggigit. Kami makan malam bersama dalam penerangan lilin. Aku sempat keluar keringat karena kepedasan.
 

Cerita Seks Sama Polwan Perawan

Cerita Seks Sama Polwan Perawan
Cerita Seks Sama Polwan Perawan, Bripda Handayani, 20 tahun, adalah seorang anggota Bintara Polwan yang baru dilantik beberapa bulan yang lalu. Handayani atau sering dipanggil Yani itu memiliki wajah yang cukup cantik, berkulit putih dengan bibir yang merah merekah, tubuhnya kelihatan agak berisi dan sekal. Orang-orang di sekitarnya pun menilai wajahnya mirip dengan artis Desy Ratnasari.

Banyak orang menyayangkan dirinya yang lebih memilih profesi sebagai seorang polisi wanita daripada menjadi artis atau seorang foto model. Maklumlah, dengan penampilannya yang cantik itu Handayani memiliki modal yang cukup untuk berprofesi sebagai seorang foto model atau artis sinetron.

Tinggi badannya 168 cm dan ukuran bra 36B, membuat penampilannya makin menggairahkan, apalagi ketika ia mengenakan baju seragam dinas Polwan dengan baju dan rok seragam coklatnya yang berukuran ketat sampai-sampai garis celana dalamnya pun terlihat jelas menembus dan menghias kedua buah pantatnya yang sekal. Karena ukuran roknya yang ketat, sehingga saat ia berjalan goyangan pantatnya terlihat aduhai. Semua pria yang berpikiran nakal pastilah ingin mencicipi tubuhnya.

Pada suatu malam sehabis lembur, sekitar jam 10 malam ia berjalan sendirian meninggalkan kantor untuk pulang menuju ke mess yang kebetulan hanya berjarak sekitar 600 meter dari Markas Polda tempatnya berdinas. Dia merasakan badannya amat lelah akibat seharian kerja ditambah lembur tadi, sekujur tubuhnya pun terasa lengket-lengket karena keringat yang juga membasahi seragam dinas yang dikenakannya.

Dengan berjalan agak lambat, kini tibalah Handayani pada sebuah jalan pintas menuju ke mess yang kini tinggal berjarak 100 meter itu, namun jalan tersebut agak sunyi dan gelap. Tiba-tiba tanpa disadarinya, sebuah mobil Kijang berkaca gelap memotong jalan dan berhenti di depannya. Belum lagi hilang rasa kagetnya, sekonyong-konyong keluar seorang pemuda berbadan kekar dari pintu belakang dan langsung menyeret Bripda Handayani yang tidak sempat memberikan perlawanan itu masuk ke dalam mobil tersebut, dan mobil itu kemudian langsung tancap gas dalam-dalam meninggalkan lokasi.

Di dalam mobil tersebut ada empat orang pria. Bripda Handayani diancam untuk tidak berteriak dan bertindak macam-macam, sementara mobil terus melaju dengan cepat. Handayani yang masih terbengong-bengong pun didudukkan di bagian tengah, diapit 2 orang pria. Sementara mobil melaju, mereka berusaha meremas-remas pahanya. Tangan kedua lelaki tersebut mulai bergantian mengusap-usap kedua paha mulus Handayani.

Naluri polisi Handayani kini bangkit dan berontak. Namun belum lagi berbuat banyak, tiba-tiba lelaki yang duduk di belakangnya memukul kepala Handayani beberapa kali hingga akhirnya Handayani pun mengakhiri perlawanannya dan pingsan.

Kedua tangan Bripda Handayani diikat ke belakang dengan tali tambang hingga dadanya yang montok dan masih dilapisi seragam Polwan itu mencuat ke depan. Sementara itu selama dalam perjalanan kedua orang pria yang mengapitnya itu memanfaatkan kesempatan dengan bernafsu menyingkap rok seragamnya Handayani sampai sepinggang. Setelah itu kedua belah kakinya dibentangkan lebar-labar ke kiri dan kanan sampai akhirnya tangan-tangan nakal kedua lelaki tersebut dengan leluasa menyeruak ke dalam celana dalam Handayani, kemudian dengan bernafsu mengusap-ngusap kemaluan Bripda Handayani.

Akhirnya sampailah mereka di sebuah rumah besar yang sudah lama tidak ditempati di suatu daerah sepi. Mobil langsung masuk ke dalam dan garasi langsung ditutup rapat-rapat. Kemudian Handayani yang masih pingsan itu langsung digotong oleh dua orang yang tadi mengapitnya masuk ke dalam rumah tersebut. Rumah tersebut kelihatan sekali tidak terawat dan kosong, namun di tengah-tengahnya terdapat satu sofa besar yang telah lusuh.

Ternyata di sana sudah menunggu kurang lebih sekitar lima orang pria lagi, jadi total di sana ada sekitar sembilan orang lelaki. Mereka semua berperangai sangar, badan mereka rata-rata dipenuhi oleh tatto dan lusuh tidak terawat, sepertinya mereka jarang mandi.

Bripda Handayani kemudian didudukkan di sebuah kursi sofa panjang di antara mereka.

“Waw betapa cantiknya Polwan ini.” guman beberapa lelaki yang menyambut kedatangan rombongan penculik itu sambil memandangi tubuh lunglai Handayani.

Tiba-tiba salah seorang dari mereka berujar memerintah, “Jon.., ambilin air..!”

Seseorang bernama Joni segera keluar ruangan dan tidak lama kemudian masuk dengan seember air.

“Ini Frans..,” ujar Joni.

Frans yang berbadan tegap dan berambut gondrong itu berdiri dan menyiramkan air pelan-pelan ke wajah Bripda Handayani.

Beberapa saat kemudian, ketika sadar Polwan cantik itu terlihat sangat terkejut melihat suasana di depannya, “Kamu…” katanya seraya menggerakkan tubuhnya, dan dia sadar kalau tangannya terikat erat.

Kali ini Frans tersenyum, senyum kemenangan.

“Mau apa kamu..!” Bripda Handayani bertanya setengah menghardik kepada Frans.

“Jangan macam-macam ya, saya anggota polisi..!” lanjutnya lagi.

Frans hanya tersenyum, “Silakan saja teriak, nggak bakal ada yang dengar kok. Ini rumah jauh dari mana-mana.” kata Frans.

“Asal tau aja, begitu urusan gue di Polda waktu itu beres, elo udah jadi incaran gue nomer satu.” sambungnya.

Sadar akan posisinya yang terjepit, keputusasaan pun mulai terlihat di wajah Polwan itu, wajahnya yang cantik sudah mulai terlihat memelas memohon iba. Namun kebencian di hati Frans masih belum padam, terlebih-lebih dia masih ingat ketika Bripda Handayani membekuknya saat dia beraksi melakukan pencopetan di dalam sebuah pasar. Namun karena bukti yang kurang, saat diproses di Polda Frans pun akhirnya dibebaskan. Hal inilah yang membuat Frans mendendam dan bertindak nekat seperti ini.

Memang di kalangan dunia kriminal nama Frans cukup terkenal. Pria yang berusia 40-an tahun itu sering keluar masuk penjara lantaran berbagai tindak kriminal yang telah dibuatnya. Tindakannya seperti mencopet di pasar, merampok pengusaha, membunuh sesama penjahat. Kejahatan terakhir yang belum semat terlacak oleh polisi yang dia lakukan beberapa hari yang lalu adalah merampok dan memperkosa korbannya, yaitu seorang ibu muda yang berusia sekitar 25 tahun, istri dari seorang pengusaha muda yang kaya raya. Ibu itu sendirian di rumahnya yang besar dan mewah karena ditinggal suaminya untuk urusan bisnis di Singapura.

“Ampun Mas, maafkan aku, aku waktu itu terpaksa bersikap begitu.” katanya seolah membela diri.

“Ha.. ha.. ha…” Frans tertawa lepas dan serentak lelaki yang lainnya pun ikut tertawa sambil mengejek Bripda Handayani yang duduk terkulai lemas.

“Hei Polwan goblok, gue ini kepala preman sini tau! Elo nangkep gue sama aja bunuh diri!” ujar Frans sambil mengelus-elus dagunya.

“Sekarang elo musti bayar mahal atas tindakan elo itu, dan gue mau kasih elo pelajaran supaya elo tau siapa gue.” sambungnya.

Bripda Handayani pun tertunduk lemas seolah dia menyesali tindakan yang telah diambilnya dulu, airmatanya pun mulai berlinang membasahi wajahnya yang cantik itu.

Tiba-tiba, “BUKK..” sebuah pukulan telak menghantam pipi kanannya, membuat tubuh Handayani terlontar ke belakang seraya menjerit. Seorang lelaki berkepala botak telah menghajar pipinya, dan “BUKK” sekali lagi sebuah pukulan dari si botak menghantam perut Handayani dan membuat badannya meringkuk menahan rasa sakit di perutnya.

“Aduh.., ampun Bang.. ampunn..,” ujar Handayani dengan suara melemah dan memelas.

Frans sambil melepaskan baju yang dikenakannya berjalan mendekati Handayani, badannya yang hitam dan kekar itu semakin terlihat seram dengan banyaknya tatto yang menghiasi sekujur badannya.

“Udah Yon, sekarang gue mau action.” ujar Frans sambil mendorong Yonas si kepala Botak yang menghajar Handayani tadi.

Tidak perduli dengan pembelaan diri Handayani, Frans dengan kasarnya menyingkapkan rok seragam Polwan Handayani ke atas hingga kedua paha mulus Handayani terlihat jelas, juga celana dalam putihnya.

Handayani menatap Frans dengan ketakutan, “Jangan, jangan Mas…” ucapnya memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan menimpa dirinya.

Kemudian, dengan kasar ditariknya celana dalam Handayani sehingga bagian bawah tubuh Handayani telanjang. Kini terlihat gundukan kemaluan Handayani yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang tidak begitu lebat, sementara itu Handayani menangis terisak-isak.

Para lelaki yang berada di sekitar Frans itu pun pada terdiam melongo melihat indahnya kemaluan Polwan itu. Untuk sementara ini mereka hanya dapat melihat ketua mereka mengerjai sang Polwan itu untuk melampiaskan dendamnya. Kini Frans memposisikan kepalanya tepat di hadapan selangkangan Handayani yang nampak mengeliat-geliat ketakutan. Tanpa membuang waktu, direntangkannya kedua kaki Handayani hingga selangkangannya agak sedikit terbuka, dan setelah itu dilumatnya kemaluan Handayani dengan bibir Frans.

Dengan rakus bibir dan lidah Frans mengulum, menjilat-jilat lubang vagina Handayani. Badan Handayani pun menggeliat-geliat kerenanya, matanya terpejam, keringat mulai banjir membasahi baju seragam Polwannya, dan rintihan-rintihannya pun mulai keluar dari bibirnya akibat ganasnya serangan bibir Frans di kemaluannya, “Iihh.. iihh.. hhmmh..”

Tidak tahan melihat itu, Joni dan seorang yang bernama Fredi yang berdiri di samping langsung meremas-meremas payudara Handayani yang masih terbungkus seragam itu. Bripda Handayani sesekali nampak berusaha meronta, namun hal itu semakin meningkatkan nafsu Frans. Jari-jari Frans juga meraba secara liar daerah liang kemaluan yang telah banjir oleh cairan kewanitaannya dan air liur Frans. Jari telunjuknya mengorek dan berputar-putar dengan lincah dan sekali-sekali mencoba menusuk-nusuk.

“Aakkh.. Ooughh…” Bripda Handayani semakin keras mengerang-ngerang.

Setelah puas dengan selangkangan Handayani, kini Frans bergeser ke atas ke arah wajah Handayani. Dan kini giliran bibir merah Handayani yang dilumat oleh bibir Frans. Sama ketika melumat kemaluan Handayani, kini bibir Handayani pun dilumat dengan rakusnya, dicium, dikulum dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulut Handayani.

“Hmmph.. mmph.. hhmmp..” Handayani hanya dapat memejamkan mata dan mendesah-desah karena mulutnya terus diserbu oleh bibir Frans.

Bunyi decakan dan kecupan semakin keras terdengar, air liur mereka pun meleleh menetes-netes. Sesekali Frans menjilat-jilat dan menghisap-hisap leher jenjang Handayani.

“It?s showtime..!” teriak Frans yang disambut oleh kegembiraan teman-temannya.

Kini Frans yang telah puas berciuman berdiri di hadapan Bripda Handayani yang napasnya terengah-engah akibat gempuran Frans tadi, matanya masih terpejam dan kepalanya menoleh ke kiri seolah membuang wajah dari pandangan Frans. Frans pun membuka celana jeans lusuhnya hingga akhirnya telanjang bulat. Kemaluannya yang berukuran besar telah berdiri tegak mengacung siap menelan mangsa.

Kini Frans meluruskan posisi tubuh Handayani dan merentangkan kembali kedua kakinya hingga selangkangannya terkuak sedikit kemudian mengangkat kedua kaki itu serta menekuk hingga bagian paha kedua kaki itu menempel di dada Handayani. Hingga kemaluan Handayani yang berwarna kemerahan itu kini menganga seolah siap menerima serangan. Tangis Handayani semakin keras, badannya terasa gemetaran, dia tahu akan apa-apa yang segera terjadi pada dirinya.

Frans pun mulai menindih tubuh Handayani, tangan kanannya menahan kaki Handayani, sementara tangan kirinya memegangi batang kemaluannya membimbing mengarahkan ke lubang vagina Handayani yang telah menganga.

“Ouuhh.. aah.. ampuunn.. Mass..!” rintih Handayani.

Badan Handayani menegang keras saat dirasakan olehnya sebuah benda keras dan tumpul berusaha melesak masuk ke dalam lubang vaginanya.

“Aaakkh..!” Handayani mejerit keras, matanya mendelik, badannya mengejang keras saat Frans dengan kasarnya menghujamkan batang kemaluannya ke dalam lubang vagina Handayani dan melesakkan secara perlahan ke dalam lubang vagina Handayani yang masih kencang dan rapat itu.

Keringat pun kembali membasahi seragam Polwan yang masih dikenakannya itu. Badannya semakin menegang dan mengejan keras disertai lolongan ketika kemaluan Frans berhasil menembus selaput dara yang menjadi kehormatan para gadis itu.

Setelah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya di dalam lubang vagina Handayani, Frans mulai menggenjotnya mulai dengan irama perlahan-lahan hingga cepat. Darah segar pun mulai mengalir dari sela-sela kemaluan Handayani yang sedang disusupi kemaluan Frans itu. Dengan irama cepat Frans mulai menggenjot tubuh Handayani, rintihan Handayani pun semakin teratur dan berirama mengikuti irama gerakan Frans.

“Ooh.. oh.. oohh..!” badannya terguncang-guncang keras dan terbanting-banting akibat kerasnya genjotan Frans yang semakin bernafsu.

Setelah beberapa menit kemudian badan Frans menegang, kedua tangannya semakin erat mencengkram kepala Handayani, dan akhirnya disertai erangan kenikmatan Frans berejakulasi di rahim Bripda Handayani. Sperma yang dikeluarkannya cukup banyak hingga meluber keluar. Bripda Handayani hanya dapat pasrah menatap wajah Frans dengan panik dan kembali memejamkan mata disaat Frans bergidik untuk menyemburkan sisa spermanya sebelum akhirnya terkulai lemas di atas tubuh Handayani.

Tangis Handayani pun kembali merebak, ia nampak sangat shock. Badan Frans yang terkulai di atas tubuh Handayani pun terguncang-guncang jadinya karena isakan tangisan dari Handayani.

“Gimana rasanya Sayang..? Nikmat kan..?” ujar Frans sambil membelai-belai rambut Handayani.

Beberapa saat lamanya Frans menikmati kecantikan wajah Handayani sambil membelai-belai rambut dan wajah Handayani yang masih merintih-rintih dan menangis itu, sementara kemaluannya masih tertancap di dalam lubang vagina Handayani.

“Makanya jangan main-main sama gue lagi ya Sayang..!” sambung Frans sambil bangkit dan mencabut kemaluannya dari vagina Handayani.

“Ayo siapa yang mau maju, sekarang gil…” ujar Frans kapada teman-temannya.

Belum lagi Frans selesai bicara, Fredi sedari tadi di sampingnya sudah langsung mengambil posisi di depan Handayani yang masih lemas terkulai di kursi sofa. Beberapa orang yang tadinya maju kini mereka mundur lagi, karena memang Fredi adalah orang kedua dalam geng ini.

Fredi yang berumur 38 tahun dan berperawakan sedang ini segera melepaskan celana jeans kumalnya, dan kemudian naik ke atas sofa serta berlutut tepat di atas dada Handayani. Kemaluannya yang telah membesar dan tidak kalah gaharnya dengan kemaluan Frans kini tepat mengarah di depan wajah Handayani. Handayani pun kembali membuang wajah sambil memejamkan matanya. Fredi mulai memaksa Handayani untuk mengoral batang kejantanannya. Tangannya yang keras segera meraih kepala Handayani dan menghadapkan wajahnya ke depan kemaluannya.

Setelah itu kemudian Fredi memaksakan batang kejantanannya masuk ke dalam mulut Handayani hingga masuk sampai pangkal penis dan sepasang buah zakar bergelantungan di depan bibir Handayani, yang kelagapan karena mulutnya kini disumpal oleh kemaluan Fredi yang besar itu. Fredi mulai mengocokkan batang penisnya di dalam mulut Handayani yang megap-megap karena kekurangan oksigen. Dipompanya kemaluannya keluar masuk dangan cepat hingga buah zakarnya memukul-mukul dagu Handayani.

Bunyi berkecipak karena gesekan bibir Handayani dan batang penis yang sedang dikulumnya tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini membuat Fredi yang sedang mengerjainya makin bernafsu dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajah Handayani. Batang penisnya juga semakin cepat keluar masuk di mulut Handayani, dan sesekali membuat Handayani tersedak dan ingin muntah.

Lima menit lamanya batang penis Fredi sudah dikulumnya dan membuat Handayani makin lemas dan pucat. Akhirnya tubuh Fredi pun mengejan keras dan Fredi menumpahkan spermanya di rongga mulut Handayani. Hal ini membuat Handayani tersetak dan kaget, ingin memuntahkannya keluar namun pegangan tangan Fredi di kepalanya sangat keras sekali, sehingga dengan terpaksa Handayani menelan sebagian besar sperma itu.

“Aaah..,” Fredi pun mendesah lega sambil merebahkan badannya ke samping tubuh Handayani.

Segera Handayani meludah dan mencoba memuntahkan sperma dari rongga mulutnya yang nampak dipenuhi oleh cairan lendir putih itu. Belum lagi menumpahkan semuanya, tiba-tiba badannya sudah ditindih oleh Yonas yang dari tadi juga berada di samping.

“Ouuh..,” Handayani mendesah akibat ditimpa oleh tubuh Yonas yang ternyata telah telanjang bulat itu.

Kini dengan kasarnya Yonas melucuti baju seragam Polwan yang masih dikenakan Handayani itu. Tetapi karena kedua tangan Handayani masih diikat ke belakang, maka yang terbuka hanya bagian dadanya saja.

Setelah itu dengan kasarnya Yonas menarik BH yang dikenakan Handayani dan menyembullah kedua buah payudara indah milik Handayani itu. Pemandangan itu segera saja mengundang decak kagum dari para lelaki itu.

“Aah.. udah Mass.. ampuunn..!” dengan suara yang lemah dan lirih Handayani mencoba untuk meminta belas kasihan dari para pemerkosanya.

Rupanya hal ini tidak membuahkan hasil sama sekali, terbukti Yonas dengan rakusnya langsung melahap kedua bukit kembar payudara Handayani yang montok itu. Diremas-remas, dikulum dan dihisap-hisapnya kedua payudara indah itu hingga warnanya berubah menjadi kemerah-merahan dan mulai membengkak.

Setelah puas mengerjai bagian payudara itu, kini Yonas mulai akan menyetubuhi Handayani.

“Aaakkhh…” kembali terdengar rintihan Handayani dimana pada saat itu Yonas telah berhasil menanamkan kemaluannya di dalam vagina Handayani.

Mata Handayani kembali terbelalak, tubuhnya kembali menegang dan mengeras merasakan lubang kemaluannya kembali disumpal oleh batang kejantanan lelaki pemerkosanya.

Tanpa membuang waktu lagi, Yonas langsung menggenjot memompakan kemaluannya di dalam kemaluan Handayani. Kembali Handayani hanya dapat merintih-rintih seiring dengan irama gerakan persetubuhan itu.

“Aaahh.. aahh.. oohh.. ahh.. ohh..!”

Selang beberapa menit kemudian Yonas pun akhirnya berejakulasi di rahim Handayani. Yonas pun juga tumbang menyusul Frans dan Fredi setelah merasakan kenikmatan berejakulasi di rahim Handayani. Kini giliran seseorang yang juga tidak kalah berwajah garang, seseorang yang bernama Martinus, badannya tegap dan besar serta berotot, kepalanya plontos, kulitnya gelap, penampilannya khas dari daerah timur Indonesia. Usianya sekitar 35 tahun.

Nampak Martinus yang agak santai mulai mencopot bajunya satu persatu hingga telanjang bulat, kemaluannya yang belum disunat itu pun sudah mengacung besar sekali. Handayani yang masih kepayahan hanya dapat menatap dengan wajah yang sendu, seolah airmatanya telah habis terkuras. Kini hanya tinggal senggukan-senggukan kecil yang keluar dari mulutnya, nafasnya masih terengah-engah gara-gara digenjot oleh Yonas tadi.

Setelah itu dia mendekati Handayani dan menarik tubuhnya dari sofa sampai terjatuh ke lantai. Cengkraman tangannya kuat sekali. Kini dia membalikkan tubuh Handayani hingga telungkup, setelah itu kedua tangan kekarnya memegang pinggul Handayani dan menariknya hingga posisi Handayani kini menungging. Jantung Handayani pun berdebar-debar menanti akan apa yang akan terjadi pada dirinya.

Dan, “Aakkhh.. ja.. jangan di situu.., ough..!” tiba-tiba Handayani menjerit keras, matanya terbelalak dan badannya kembali menegang keras.

Ternyata Martinus berusaha menanamkan batang kejantanannya di lubang anus Handayani. Martinus dengan santainya mencoba melesakkan kejantanannya perlahan-lahan ke dalam lubang anus Handayani.

“Aaakh.. aahh.. sakit.. ahh..!” Handayani meraung-raung kesakitan, badannya semakin mengejang.

Dan akhirnya Martinus bernapas lega disaat seluruh kemaluannya berhasil tertanam di lubang anus Handayani. Kini mulailah dia menyodomi Handayani dengan kedua tangan memeganggi pinggul Handayani. Dia mulai memaju-mundurkan kemaluannya mulai dari irama pelan kemudian kencang sehingga membuat tubuh Handayani tersodok-sodok dengan kencangnya.

“Aahh.. aahh.. aah.. oohh.. sudah… oohh.. ampun.. saakiit.. ooh..!” begitulah rintihan Handayani sampai akhirnya Martinus berejakulasi dan menyemburkan spermanya ke dalam lubang dubur Handayani yang juga telah mengalami pendarahan itu.

Akan tetapi belum lagi habis sperma yang dikeluarkan oleh Martinus di lubang dubur Handayani, dengan gerakan cepat Martinus membalikkan tubuh Handayani yang masih mengejan kesakitan hingga telentang. Martinus rupanya belum merasakan kepuasan, dan dia tanamkan lagi kejantannya ke dalam lubang vagina Handayani.

“Oouuff.., aahh..!” Handayani kembali merintih saat kemaluan Martinus menusuk dengan keras lubang vaginanya.

Langsung Martinus kembali menggenjot tubuh lemah itu dengan keras dan kasar sampai-sampai membanting-banting tubuh Handayani membentur-bentur lantai.

“Ouh.. oohh.. ohh..!” Handayani merintih-rintih dengan mata terpejam.

Dan akhirnya beberapa menit kemudian Martinus berejakulasi kembali, yang kali ini di rongga vagina Handayani. Begitu tubuh Martinus ambruk, kini giliran seseorang lagi yang telah antri di belakang untuk menikmati tubuh Polwan yang malang ini.

“Giliran gua. Gue dendam sama yang namanya polisi..!” ujar Jack.

Jack, begitulah orang ini sering dipangil, dia adalah residivis keluaran baru yang baru berusia 18 tahun, namun tidaklah kalah sangar dengan Frans atau yang lainnya yang telah berusia 30 sampai 40-an tahun itu. Kejahatannya juga tidak kalah seram, terakhir dia sendirian merampok seorang mahasisiwi yang baru pulang kuliah malam dan kemudian memperkosanya.

Jack memungut topi pet Polwan milik Handayani dan mengenakan ke kepala Handayani yang kini seluruh tubuh lemasnya mulai gemetaran akibat menahan rasa sakit dan pedih di selangkangannya itu. Setelah itu tanpa ragu-ragu Jack memasukkan penisnya langsung menembus vagina Handayani, namun Handayani hanya merintih kecil karena terlalu banyak rasa sakit yang dideritanya. Dan kini seolah semua rasa sakit itu hilang.

Beberapa menit lamanya Jack memompa tubuh Handayani yang lemah itu. Badan Handayani hanya tersentak-sentak lemah seperti seonggokan daging tanpa tulang. Akhirnya kembali rahim Handayani yang nampak kepayahan itu dibanjiri lagi oleh sperma. Setelah Jack sebagai orang kelima yang memperkosa Handayani tadi, kini empat orang yang lainnya mulai mendekat.

Mereka adalah anggota muda dari geng ini, usia mereka juga masih muda. Ada yang baru berusia 15 tahun dan ada pula yang berusia 17 tahun. Namun penampilan mereka tidak kalah seram dengan para seniornya, aksi mereka berempat beberapa hari yang lalu adalah memperkosa seorang gadis cantik berusia 15 tahun, siswi SMU yang baru pulang sekolah. Gadis cantik yang juga berprofesi sebagai foto model pada sebuah majalah remaja itu mereka culik dan mereka gilir ramai-ramai di sebuah rumah kosong sampai pingsan. Tidak lupa setelah mereka puas, mereka pun menjarah dompet, HP, jam tangan serta kalung milik sang gadis malang tadi.

Rata-rata dari mereka yang dari tadi hanya menjadi penonton sudah tidak dapat menahan nafsu, dan mulailah mereka menyetubuhi Handayani satu persatu. Dibuatnya tubuh Polwan itu menjadi mainan mereka. Orang keenam yang menyetubuhi Handayani berejakulasi di rahim Handayani. Namun pada saat orang ke tujuh yang memilih untuk menyodomi Handayani, tiba-tiba Handayani yang telah kepayahan tadi pingsan.

Setelah orang ketujuh tadi berejakulasi di lubang dubur Handayani, kini orang ke delapan dan ke sembilan berpesta di tubuh Handayani yang telah pingsan itu, mereka masing-masing menyemprotkan sperma mereka di rahim dan wajah Handayani serta ada juga yang berejakulasi di mulut Handayani.

Setelah keempat orang tadi puas, rupanya penderitan Handayani belumlah usai. Frans dan Martinus kembali bangkit dan mereka satu persatu kembali meyetubuhi tubuh Handayani dan sperma mereka berdua kembali tumpah di rahimnya. Kini semuanya telah menikmati tubuh Bripda Handayani sang Polwan yang cantik itu.

Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 4 pagi, para anggota muda itu diperintah Frans untuk melepas tali yang dari tadi mengikat tangan Handayani. Kemudian mereka disuruh mengenakan dan merapikan seluruh seragam Polwan ke tubuh Handayani, hingga akhirnya Handayani komplit kembali mengenakan seragam Polwannya walau dalam keadaan pingsan.

Setelah itu Frans, Martinus dan Yonas menggotong tubuh Handayani ke mobil Kijang. Mereka bertiga membawa tubuh Handayani kembali ke tempatnya diambil tadi malam. Namun selama dalam perjalanan, tiba-tiba nafsu Yonas kembali bangkit, dia pun mengambil kesempatan terakhir ini untuk kembali memperkosa tubuh Handayani sebanyak dua kali. Dia akhirnya berejakulasi di mulut dan di rahim Handayani beberapa meter sebelum sampai pada tujuan. Frans dan Martinus yang duduk di depan hanya dapat memaklumi, karena nafsu sex Yonas memang besar sekali.

Setelah baju seragam Polwan Handayani dirapikan kembali, tubuh lunglai Bripda Handayani dicampakkan begitu saja di pinggir jalan yang sepi di tempat dimana Handayani tadi diciduk. Tanpa diketahui oleh Frans dan Martinus, Yonas diam-diam rupanya menyimpan celana dalam berwarna putih milik Handayani, dan menjadikannya sebagai kenang-kenangan.

Setelah itu mereka pun meluncur ke rumah kosong tadi untuk menjemput kawanan geng mereka yang masih berada di sana. Kemudian mereka bersembilan langsung meluncur menuju ke pelabuhan guna menumpang sebuah kapal barang untuk melakukan perjalanan jauh. Mereka pun berharap pada saat sepasukan polisi mulai melacak keberadaan mereka, mereka sudah tenang dalam pelayaran menuju ke suatu pulau di wilayah timur Indonesia.

Kumpulan Cerita Sex | Cerita Dewasa 18 Tahun Ke atas Terbaru 2013

- Cerita pemerkosaan , Cerita Seks Dewasa , panas , hot , Mesum , Ml , Tante girang , Mertua sexy , sedarah , kakak kandung , adik kandung , ngentot , Kepuasan Sex, Cerita Sex Abg, Cerita Sex, Cerita Sex Terbaru. Kumpulan Cerita ML.



Artikel Terpopuler.
Hari ini hari minggu, di siang hari yang pana di sudut kota Surabaya, aku sedang berkejaran dengan waktu dan bus kota. Peluh mengalir membasahi wajah dan baju, dalam hatiku aku bertekad untuk tidak datang terlambat hari ini. Penting bagiku untuk dating tepat waktu hari ini, sebab aku tidak ingin mengecewakan dosen yang sudah berulang kali memarahiku. Entah kenapa hari ini semuanya tampak tidak bersahabat denganku. Terminal bus yang terlalu ramai dengan orang-orang seolah-olah mengatakan bahwa aku harus datang lebih awal lagi jika tidak ingin terlambat.

"Aku akan datang tepat waktu hari ini atau tamatlah sudah semua persiapan pada hari ini," selorohku dalam hati.

Bus yang kutunggu akhirnya dating juga, namun kayaknya hari ini lebih penuh dari biasanya, aku bergegas berdesakan dan masuk ke dalam bis tanpa ac yang baunya bercampur-campur antara bau keringat yang tengik dan bau penumpang yang tidak mandi hari ini kurasa. Tapi dengan membulatkan tekad akhirnya aku berhasil naik dan seperti sudah di duga aku tidak mendapatkan tempat duduk hari ini.

"Hmm, pasti ada pria tampan yang mau memberikan tempat duduk kepada gadis manis hari ini," pikirku samil menoleh kiri dan kanan mencari pria yang dimaksud.

Namun akhirnya aku harus berdiri sampai bus berhenti di depan falkutasku. Oh My God! Aku terlambat lagi hari ini. Kali ini keterlaluan sekali terlambat sampai 30 menit, mana hari ini ada tes kecil lagi. Aku langsung berlari kencang setelah membayar ongkos bus ke pak kondektur. Rok lipit-lipit warna senada yang kupakai berkibar-kibar seolah ingin protes dengan kecepatan lariku. Ada seorang mahasiswa yang hampir kutabrak langsung berteriak "Sinting!!" tapi aku tak pedulu dan terus berlari. Payudara ku yang berukuran 36 B, dibungkus dengan BH merah merek Pierre Cardin tampang terguncang-guncang naik turun dengan semangatnya, ya memang potongan BH sedikit rendah dan kemeja yang kupakai agak longgar sehingga aku merasa seperti BH nya mau melorot kebawah.

Aku terus berlari dan menaiki anak tangga ke ruang kuliahku yang di lantai 4. Aku berkuliah di sebuah universitas swasta yang cukup punya nama di Surabaya. Sambil terus berlari aku kembali berpapasan dengan beberapa cowok yang sedang duduk-duduk di tangga sambil bercakap-cakap. Mereka bersuit-suit melihat aku berlari, bagiku itu justru menambah semangatku. Dengan Sepatu hak tinggi berwarna hitam menyala setinggi 6 cm tidak mengurangi kegesitan ku. Aku sudah berada di ujung tangga ketika kusadari para cowok kurang ajar itu mungkin mengintip dari bawah tangga.

"Sialan!!" umpatku dalam hati, mereka pasti tahu aku mengenakan celana dalam merah hari ini.

Akhirnya dengan segala perjuangan aku akhir sampai ke depan ruangan kelas, aku kemudian mengetok pintu, masuk dan langsung ke bangku yang masih kosong di belakang.

Aku masih terengah-engah ketika Pak Eko, demikian nama dosenku, meneriaki namaku dengan keras.

"YESSY!!, KAMU TAHU INI SUDAH JAM BERAPA???," aku sampai meloncat kaget mendengar teriakan itu.
"AYO KAMU KEDEPAN DULU SINI," aku mengumpat dalam hati kemudian dengan berat langkah menuju ke depan kelas.

Aku berdiri di depan kelas menghadap anak-anak yang tiba-tiba menjadi ramai seolah di depan kelas ada sesuatu yang aneh. Pak Eko menatapku dengan dingin, matanya seolah ingin menjelajahi tubuhku, napasku masih sangat terengah-engah dan akibatnya payudaraku bergerak naik turun seiring dengan napas ku. Kemeja putih yang aku pakai memang agak longgar tapi terbuat dari kain yang cukup tipis, sehingga samar-samar pasti terlihat warna BH ku yang menyolok, ah tapi cuek sajalah. Aku langsung mengecek ke bawah untuk melihat apakah pakaian yang aku pakai harus ditata jika tidak semestinya,

"Semuanya tampak rapi," pikirku cepat.
"Haah, ternyata ada noda keringat basah yang tampak seperti bunga di kedua sisi ketiakku. Shit!!" kataku dalam hati.
"Maaf Pak Eko hari ini saya terlambat karena bus sangat lama datangnya," aku berkata cepat namun berusaha untuk tidak memicu kemarahannya.
"Ya, saya tahu tapi hari ini kita sedang tes, dan kamu tahu aturannya kan bahwa ikut tes ini merupakan kewajiban sebelum UAS atau kamu tidak akan lulus pelajaran saya jika tidak mengikuti tes ini," jelas Pak Eko tegas.
"Kamu setelah kuliah ini harap menemui saya di kantor, kamu harus ikut tes susulan atau kamu tidak akan pernah lulus," lanjutnya.
"Ya pak," jawabku cepat.

Mata kuliah Pak Eko merupakan suatu mata kuliah yang sangat penting untuk mengambil mata kuliah lain karena tercantum hampir dalam setiap prasyarat mata kuliah lain. Dengan tidak lulus mata kuliah ini kemungkinan semester depan aku hanya dapat mengambil 1 mata kuliah saja yang lain semua terkena prasyarat.

"Aku anak yang bertekad baja, aku harus lulus mata kuliah ini!!," tekadku dalam hati.

Pak Eko, umur 32 tahun, perawakan besar tinggi dan berkumis, kulitnya agak sawo matang tapi cukup putih untuk ukuran lelaki. Statusnya sudah cerai dengan istrinya dan sekarang hanya tinggal sendirian di salah satu kawasan elit di Surabaya, sebenarnya Pak Eko orang kaya dia punya usaha sampingan Rumah Walet di beberapa tempat. Tidak jelas mengapa ia mau menjadi dosen yang bayarannya hanya beberapa juta sebulan. Yang jelas orangnya ramah dan punya banyak teman. Teman saya pernah memergoki pak Eko di salah satu pub elit bersama temannya setelah di tanyai katanya urusan bisnis.

Oh ya, namaku Yessy, aku cewek berusia 20 tahun. Sekarang kuliah semester 3 jurusan ekonomi, tubuhku langsing tapi berisi. Rambutku sebahu dan lurus seperti iklan yang di re-bonding itu lho. Banyak orang bilang aku cantik dan bukan saja orang hanya bilang, tapi aku sendiri bekerja paruh waktu sebagai SPG di berbagai tempat dan juga sebagai pagar ayu. Pokoknya untuk urusan pamer wajah dan badan aku pasti di ajak. Bukan apa apa sebenarnya, tetapi memang itulah kelebihanku. Aku punya banyak teman cowok maupun cewek aku orang yang pintar bergaul atau memang aku cantik sehingga banyak di kerubungi cowok yang sekedar senang atau memang menginginkan sesuatu, bukan hanya cantik lho, tapi juga seksi.

Dadaku cukup padat berisi dan sesuai dengan postur tubuhku yang tinggi 162 cm dan berat 50 Kg, Kukira itu ukuran ideal yang di inginkan setiap wanita. Walaupun aku orang nya sering berada dimuka umum tapi aku sebenarnya agak pemalu, aku tidak berani berbicara sambil menatap mata orang, hanya kadang-kadang aku harus PeDe karena di bayar untuk itu. Tentu bukan hanya payudara ku saja yang indah, kulitku juga putih dan betisku mulus menantang setiap mata yang mampu menjelajahinya. Aku rajin merawatkan tubuh di berbagai salon kecantikan karena menurut bosku supaya lebih bernilai jual, entah apa maksudnya. Mungkin supaya penjualan produknya semakin besar atau supaya sering dipakai jadi SPG.

"Yessy, hari ini bapak tidak sempat ke kantor lagi karena ada urusan penting yang tidak bisa di tunda. Kalau kamu betul pingin ikut tes ini, nanti hubungi bapak agak sore ya. Kalau lain kali bapak sudah enggak bisa kasih tes lagi, atau kamu mengulang aja tahun depan ya?" ucapan Pak Eko membuyarkan lamunan ku.

Ternyata di kelas tinggal aku sendirian. Entah sejak kapan bubar, kayaknya aku terlalu banyak melamun hari ini.

"Saya mau lulus semester ini pak, bagaimana kalau bapak tidak sempat nanti sore saja tes nya bahkan kalau di rumah bapak sekalipun saya bersedia yang penting bapak mau meluangkan waktu untuk saya" kataku gugup karena pikiranku baru terputus dan kacau.
"Kamu tahukan nomor HP bapak kan? Ya sudah nanti sore bapak tunggu ya," Lanjut pak Eko cepat langsung bergegas pergi.

SubChapter 1b. Ketika semuanya di awali dengan 'manis'

Sudah jam empat sore ketika rangkaian kuliah hari ini selesai, aku tidak sempat pulang lagi, sambil melirik jam guess di tangan kiriku, janjiku dengan Pak Eko adalah jam 4.15 aku harus bergegas sebelum terlambat lagi, tidak usah melapor ke rumah lagi tokh tidak ada orang di rumah ku. Aku tinggal sendiri karena aku sebenarnya bukan orang Surabaya, aku anak luar pulau, aku tinggal sendirian di rumah kontrakan kecil yang tetangganya pun aku tidak berapa kenal. Keberanianku tinggal sendirian semata karena tekadku kuliah di Surabaya. Ya aku memang cewek bertekad baja.

"Aku naik ojek sajalah ke rumah Pak Eko biar tidak terlambat" pikirku.

Benar juga tidak sampai 10 menit aku sudah berdiri di depan sebuah rumah mewah berlantai 2 Pak Eko juga kebetulan baru pulang sehingga kami sama-sama masuk ke rumah. Pak Eko kemudian meminta waktu untuk mandi sebentar dan mempersilakan saya duduk di sofa berbulu putih yang tampaknya mahal. Begitu pak Eko hilang dari pandangan mataku aku berdiri dan melihat-lihat sekelililing.

Aku terkagum-kagum melihat koleksi lukisan pak Eko yang indah-indah. Tiba-tiba ada geraman di belakangku, entah dari mana datangnya tapi dua ekor doberman besar sudah ada di belakangku dalam jarak kurang dari satu meter. Doberman-doberman tersebut cukup besar dan tinggi. Mereka mulai menggeram-geram dan maju perlahan. Aku takut sekali tapi aku tidak berani lari karena pasti di kejar dan bisa di gigit. Aku hanya maju ke dinding dan diam mungkin anjing itu akan menganggap aku bukan ancaman dan pergi. Aku merasa mereka makin mendekat mungkin hanya 1/4 meter lagi. Aku ingin berteriak tapi takut mereka jadi tambah galak lagipula pak Eko kemungkinan tidak mendengar dari kamar mandi. Aku cuma menutup mata dan berharap yang indah-indah.

Dalam kegelapan tiba-tiba semua hening, anjing-anjing itu pasti sudah pergi, aku mencoba membuka mata dan menoleh ketika tiba-tiba terasa napas hangat di... Astaga!! di bagian atas belakang lutut. Salah satu doberman itu sudah begitu dekatnya sehingga napasnya dapat di rasakan pada kulitku yang mulus itu. Ia mulai menjilat-jilat bagian belakang pahaku, semakin lama semakin ke atas. Aku mulai merasa geli tapi tidak berani bergerak sedikitpun, jilatan itu menjadi semakin liar seolah-olah pahaku ada rasanya, yah.. mungkin bau dari kemaluanku, dan keringat yang mengering. Aku pernah menonton TV yang mengatakan bahwa binatang suka tertarik dengan bau kelamin lawan jenisnya sebelum memulai hubungan seks. Jilatan itu semakin naik sampai ke sela-sela paha bagian belakang dan mulai mengenai celana dalamku.

"Ooohh, celana dalamku pasti basah nih" pikirku.

Ludahnya terasa sekali banyaknya dan hangat serta geli. Aku mulai merasa terangsang karena jilatan itu. Doberman tersebut semakin bersemangat. Kayaknya ia tertarik dengan celana dalam merahku karena ia sudah tidak menjilati paha lagi tapi sudah menjilat celana dalamku. Kurasakan kemaluanku basah karena cairan kemaluanku sendiri deras mengalir seiring dengan ekstasi kenikmatan yang aku rasakan.

Aku tiba-tiba terpikir bagaimana kalau celana dalamku di korbankan saja ke anjing itu, tapi bagaimana dengan anjing satunya yang menonton bagaimana kalau ia mau juga tapi kayaknya, oh syukur lah, hanya tinggal seekor saja. Aku memberanikan diri untuk mengangkat rok dan melucuti celana dalamku. Anjing itu menurut aja untuk menunggu seolah sudah tahu kalau celana dalam itu akan menjadi mainannya. Ia mundur dan membiarkan aku melucuti celana dalamku. Celana itu meluncur turun dengan cepat dan kulempar yang jauh. Tak disangka anjing itu langsung mengejar celana dalam itu dan memberi aku tempat kosong dan waktu untuk lari. Aku langsung lari dan mencari tempat yang aman.

"Harus tempat yang tidak dapat di jangkau anjing tersebut," Pikirku cepat.

Kulihat di kebun belakang ada bangunan menyerupai air mancur dan letaknya cukup tinggi tapi harus dipanjat sedikit. Aku langsung lari kesana dan memanjat lalu berdiri diatasnya. Akhirnya aman juga, begitu pak Eko selesai mandi aku langsung berteriak minta tolong. Anjing itu juga tampaknya sibuk dengan celana dalamnya, sudah hampir di telan dan di gigit-gigit.

"Harganya Rp 200.000, mati aku, baru beli lagi," pikirku.

Tiba-tiba aku panik bagaimana menjelaskan semua ini ke pak Eko ya? Lagipula sekarang ia harus turun dibantu oleh pak Eko karena tidak mungkin dia meloncat ke bawah, Bagaimana kalau kelihatan dari bawah oleh pak Eko kalau aku tidak mengenakan celana dalam? Atau haruskan dia berterus terang saja tokh pak Eko juga akan tahu kalau aku tidak pakai celana dalam?

Tiba-tiba pak Eko muncul dari dalam rumah dan berkata "Lho Yessy, kamu kok di atas sana?"
"Menghindari anjing bapak" jawabku.
"Anjingnya sudah bapak usir keluar ayo bapak bantu turunin kamu" kata pak Eko sembari maju mendekati.
"Saya bisa sendiri kok saya lompat aja" jawabku lagi.

Aku ogah ketahuan kalau enggak pakai celana dalam. Pak Eko bersikeras mau membantu aku turun jadi dia pergi mengambilkan kursi untukku. Akhirnya sampai juga di bawah lagi sekarang tinggal mengambil celana dalam itu yang pasti sudah di tinggalkan anjingnya di lantai. Mataku langsung cepat menyapu lantai mencari benda itu sebelum terlihat pak Eko. Aku sedang sibuk memeriksa lantai ketika pak Eko datang lagi sambil berkata,

"Ini punyamu ya?" ditangannya terjulur sebuah celana dalam merah ku yang sudah basah kuyup dan penuh gigitan. Ini sangat memalukan masak celana dalam saya di pegang pak Eko terus basah lagi.
"Iya pak, semua itu gara-gara anjing bapak, terima kasih pak," jawabku gugup sambil menyambar benda itu dari tangan pak Eko.
"Nanti bapak ganti deh, maafkan anjing bapak" kata pak Eko sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Berdiri di depan pak Eko dengan rok sependek ini dengan kenyataan tidak mengenakan celana dalam membuatku terangsang lagi. Cairan kemaluanku pasti menetes ke lantai nih, "Oohhh aku sudah tidak tahan lagi" pikirku dalam hati.

Benar aja dugaanku tiba-tiba setitik cairan menetes kelantai di iringi tetes berikutnya. Hal ini terlihat jelas oleh pak Eko yang kebetulan sedang menunduk.

"Oh, kamu pingin pipis ya? Itu ada kamar mandi. Bapak tidak punya celana dalam wanita buat gantinya tapi kalau mau bapak ngajak kamu ke mal untuk beli gantinya sekarang," tawar pak Eko.

Saya tidak menjawab langsung aja ngeloyor ke kamar mandi. Pak Eko memandangku sampai aku masuk ke kamar mandi.

"Bapak-bapak boleh keluar sekarang" ucap pak Eko.

Tampak dari sebuah ruangan sebelah yang dibatasi kaca cermin 1 arah keluarlah beberapa orang laki-laki setengah baya. Salah satu dari mereka tampaknya kaya dan peranakan tionghoa. Kelihatannya Ia businessman yang sukses. Sedangkan yang lain kelihatan adalah kaki tangannya.

"Pak Bobi, bagaimana anjing saya pak? Anjing ini khusus di latih di Eropa untuk meniduri wanita yang ditemuinya sangat hebat dan ahli di bidangnya. Tawaran saya 750 juta masuk akal sekali kan pak?" jelas Pak Eko.
"Seperti yang telah bapak saksikan sendiri dia dari belakang cermin tadi, anjing-anjing tersebut mampu mendekati dan melakukan inisitiaf sendiri, mereka bisa mencium bau kemaluan wanita dari jarak berkilo-kilo jika bapak mau pun dia bisa berhubungan seks dengan wanita tanpa perlu di bimbing asal wanita tersebut tidak melawan dan telanjang," lanjut pak Eko jelas.
"Okelah kita deal aja yang penting kamu harus kasih saya 1 show sebagai complimentary dan sekaligus melihat kemampuannya," Pak Bobi berkata sambil menepuk pundak pak Eko, "Dan saya mau wanita tadi yang dipergunakan dalam show itu, dia tampak putih dan merangsang serta seksi saya suka dia," lanjut pak Bobi.

Pak Bobi langsung pamit dan keluar di depan sudah menunggu sebuah BMW seri 7 terbaru berwarna hitam gress dengan supir yang berpakaian putih-putih. BMW itu melaju cepat meninggalkan kediaman pak Eko.

Sementara itu Yessy sudah selesai mencuci dan mengelap kering kemaluannya yang basah akibat jilatan anjing tersebut. Celana dalam itu tidak jadi dipakai kembali karena jijik dengan ludah dan lendir dari anjing terebut, ia bahkan akan membuangnya jika sudah dapat yang baru. Tentu saja ia suka dengan ucapan pak Eko yang berjanji untuk menggantinya dengan yang baru. Ia keluar dengan rok tanpa celana dalam. Terasa dingin karena angin bertiup di bawah kemaluannya. Ide mengenai jalan-jalan di mal tanpa mengenakan celana dalam cukup memalukan rasanya apalagi lelaki yang menemaninya mengetahui hal itu. Tapi tidak ada pilihan lain demi tes yang harus di kerjakan hari ini. Demi kelulusan yang dia cita-citakan selama ini.

Pak Eko menghampiri dia sambil membawakan segelas besar juice leci yang tampaknya enak dan dingin.

"Sebagai rasa bersalah saya ini hidangan sekadarnya, maaf kalau tidak ada makanan, nanti keluar makan aja sekalian sekarang di minum dulu lalu saya tunggu di mobil" tukas pak Eko.

Aku minum dengan cepat sampai tumpah sedikit di kemejaku tepat di bagian payudara sebelah kiri rasa dingin langsung menyergap ke dalam. Aku tidak sempat ke kamar mandi lagi langsung kulap saja pakai tangan dan berlari ke mobil yang sudah menunggu di depan.

SubChapter 1c. Di mal, permainan di mulai.

"Kamu ulang aja tahun depan ya" ucapan pak Eko membuyarkan keheningan di mobil, "Maaf walau ada kejadian tadi tapi semuanya kan berawal dari keterlambatan kamu" lanjutnya.
"Saya harus lulus apapun caranya" pintaku. Apapun caranya.
"Kalau begitu nanti tesnya lisan aja di mal ok, kan kamu bilang apapun caranya" tawar pak Eko.
"Ok" kataku cepat seolah tidak ingin dia berubah pikiran.

Begitu turun dari parkir aku langsung berjalan menuju department store sementara pak Eko ikut di belakangku. Pak Eko mengisyaratkan agar Yessy mengikuti dia dan seolah sudah tahu jalan pak Eko langsung menuju ke tempat penjualan underwear di department store tersebut. Agak kagum namun di telan aja kekaguman itu, perhatian Yessy tertuju di setumpuk celana dalam yang bermerek sama dengan BH nya saat ini. Ia sudah menemukannya ketika seorang pelayan mengatakan bahwa celana dalam tersebut boleh di coba di kamar pas. Hal itu sedikit aneh bukan? Seharusnya celana dalam tidak boleh di coba? Ah tapi persetan dengan keanehan itu yang penting aku sekarang sudah kedinginan dan sudah mulai terangsang lagi.

Kamar pas itu pas di sudut dengan cermin di dua sisi. Agak sempit tapi cukup terang berlantai karpet. Ia mengunci pintu dengan baik dan mulai membuka roknya. Tampak kemaluannya menyembul sedikit berwarna kemerahan dan tampak basah mengkilap dibawah siraman lampu. Ia mengangkat sebuah kakinya ke atas sebuah dudukan yang ada di ruang ganti tersebut sambil memeriksa kemaluannya yang basah. Rambut kemaluannya nampak cukup lebat dan subur sekali. Kemaluannya memiliki bibir yang mungil yang mampu mengundang semua "kumbang" untuk berduyun-duyung mengerubunginya. Bukan hanya "kumbang" bahkan mungkin kumbang juga akan berduyun-duyun mengerubunginya, mungkin siapa tahu. Bau lendir dari kemaluan sangat khas sekali setiap cewek bisa mempunyai bau yang berbeda namun seorang yang ahli dapat tetap membedakan mana bau dari kemaluan mana bau dari ketiak.

Setelah di usap-usap sampai tampak kering barulah ia mengenakan celana dalam tersebut. Astaga celana dalam itu seksi sekali di pinggulnya, kenapa tidak terpikir dari dulu ya? Dia berputar-putar sejenak untuk memastikan semuanya benar dan melangkah keluar tanpa membukanya lagi. Sampai di depan tampak pak Eko lagi bercakap-cakap dengan sang pelayan tersebut. Pak Eko memberi kode apakah cocok dan ia mengiyakan, selanjutnya uang pun berpindah tangan ke laci kasir.

"Sekarang ayo kita makan sebelum tes di mulai" perintah pak Eko sambil menggandeng tanganku, reflek aku menarik tanganku tapi kembali di pegang pak Eko kali ini agak keras sehingga aku takut dan menurut aja tokh habis ini selesai sudah.

Kami makan di sebuah café yang memiliki kursi sofa berbentuk L dan tampak sangat private mungkin karena suasana café yang agak remang-remang dan orang yang tidak banyak mungkin hanya 3 meja yang ada penghuninya kebanyakan adalah pasangan muda. Kami memilih meja di sudut dan mulai memesan makanan. Pak Eko memesan steak ayam dengan segelas nescafe dan aku memesan salad semangka, nasi goreng special dan Lemon Tea. Aku betul-betul lapar sehingga begitu di tawari makanan ini aku mengangguk aja. Aku sedang menunggu pesanan ketika tiba-tiba aku merasa ada tangan di bawah rokku.

Tangan pak Eko yang kasar meraba pahaku yang mulus. Aku mau berteriak tapi tidak enak kalau Cuma pak Eko tidak sengaja benar kan. Aku memandang pak Eko ketika tiba-tiba pak Eko menciumku. Aku langsung kaget dan mundur sambil berkata

"Maaf, Bapak jangan begitu" tapi pak Eko membalas dengan mengatakan bahwa tes nya akan saya beri sekarang.

Tiba-tiba terpikir bahwa bisa saja tes di ganti dengan pelukan dan kencan kilat seperti yang biasa di halalkan di kalangan dosen tertentu. Ah menurut sajalah. Tangan Pak Eko mulai merajalela dan semakin ke atas meraba daerah kemaluanku. Kontan aku basah lagi karena merasa nikmat dan geli, aku mulai menuruti permainan pak Eko ketika aku tersadar kami sedang ada di mal, didalam café dan sedang menanti makanan, dan mungkin saja ada orang yang melihat. Saya berusaha memberitahu dan melihat kalau-kalau ada yang melihat tapi sia-sia. Jari pak Eko sudah berada di dalam celana dalamku di gosok-gosokan ke kemaluanku yang basah. Rangsangan yang diberikan semakin hebat aku mulai tenggelam dan merintih nikmat.

Tiba-tiba Pelayan entah bagaimana sudah ada di dekat situ. Bagaimana kalau dia melihat kami berciuman? Ah itu sudah jelas dan mungkin lumrah. Tapi bagaimana kalau ia melihat tangan pak Eko berada di bawah rok ku? Tiba-tiba semua kembali biasa lagi pak Eko dan aku menerima makanan kami dan mengucapkan terima kasih. Pelayan itu meninggalkan kami sesaat kemudian. Pak Eko kemudian menunjukan jarinya yang basah oleh lendir kemaluanku. Basah sekali sampai aku kaget dan malu apa iya aku jadi sebasah itu. Lendir itu betul berbau khas ketika di dekatkan ke hidungku. Aku malu sekali belum pernah semalu ini di depan umum. Apalagi ketika pak Eko mencium bau lendir tersebut dekat hidungnya. Dunia rasanya mau runtuh aja. Tiba-tiba pak Eko tersenyum dan menatapku dan berkata kamu lulus tes nomor satu.

Tiba-tiba entah kenapa aku pingin pipis setelah selesai makan, mungkin karena cairan yang aku minum terlalu banyak sejak tadi. Aku mengatakan hal itu kepada pak Eko dan meminta izin kebelakang. Pak Eko mempersilakan aku langsung lari ke kamar mandi terdekat. Eh.. Ternyata sesampaiku disana kamar mandinya sedang out of order karena mungkin sedang di bersihkan, aku tidak menyerah dan naik ke lantai berikutnya yang ini juga out of order. Sementara otot lubang kencingku mulai berteriak-teriak seperti lagi kebakaran,

"Tolong kucurkanlah airnya, siram api itu" kalau andaikata otot tersebut bisa bicara.

Sepertinya kencingnya sudah diujung mau meluncur keluar ketika aku sedang menaiki eskalator ke lantai berikutnya, disini malah kamar mandinya tidak ada. Akhirnya dengan langkah gontai dan menahan pipis yang semakin mendesak aku kembali ke café dengan harapan pak Eko mengetahui letak toilet yang lain. Pak Eko masih minum kopi ketika aku sampai dan langsung duduk kembali.

"Semua toilet rusak pak" jawabku putus asa.
"Buka saja celana dalammu dan pipis disini" kata pak Eko ringan seolah-olah jawaban itu sangat bijaksana.

Wajahku memerah seketika mendengar jawaban itu, malu rasanya saking hebatnya sampai-sampai pipisku muncrat sedikit.

"Bagaimana mungkin pak" Jeritku pelan,
"Buka dulu celana dalam kamu dan taruh di atas meja" perintah pak Eko.

Hatiku langsung berdegup kencang dan wajahku menjadi semakin merah. Tapi aku takut dan mengikuti aja pak Eko. Aku mengangkat rokku sedikit dan melucuti celana dalam ku sambil duduk sambil berharap cemas tidak ada orang di café itu yang tahu. Celana dalam itu kuserahkan ke pak Eko yang kemudian di taruh di atas meja. Selanjutnya aku menunggu instruksi pak Eko. Pak Eko mengambil gelas kosong bekas lemon tea yang tadi kuminum dan menyodorkannya ke aku, sambil berkata,

"Kamu pipis aja ke gelas ini, tokh tidak ada yang tahu kalau itu lemon tea atau pipis kamu".

Hatiku langsung copot mendengar perintah itu. Tapi ya mungkin itu satu-satunya jalan. Meja tempat kami duduk bukan tipe tertutup cuma saja karena kursi sofa sehingga posisi meja menutupi ku sampai batas dada dan juga meka tersebut cukup lebar Ya cukup tertutup dan rendah sehingga orang tidak mudah melihat apa yang terjadi di bawah meja tapi kalau ada yang menjulurkan kepala di bawah meja pasti akan terlihat pemandagan indah.

Aku menerima gelas tersebut dengan tangan gemetar selanjutnya aku memposisikan duduk ku ke ujung kursi agar bisa meletakan gelas di bawah kemaluanku. Aku tidak berapa jelas dimana posisi gelas apakah sudah tepat atau belum yang pasti aku harus membuka paha agak lebar, tangan kanan ku memegang gelas dan tangan kiri ku membuka bibir kemaluanku lebar-lebar, gelas kuposisikan tepat di mulut bibir kemaluanku dan tiba-tiba pak Eko berkata,

"Jangan pipis dulu jaga aba-aba dari saya, dan jangan pipis terlalu kuat bunyinya itu lho bisa memancing perhatian orang,"

Saya kemudian memandang sekeliling tampak ada beberapa laki-laki yang duduk berhadapan tapi tidak memperhatikan kami. Andaikata mereka menundukan badan kebawah sudah pasti mereka melihat jarak meja kami Cuma 1,5 meter saja. Mereka tepat berhadapan dengan kami, tadinya mereka tidak ada entah kenapa bisa berada di situ.

"Oke Yessy, kalau sudah siap saya hitung sampai 3 dan kamu mulai pipis, 1.. 2.. 3" demikian aba-aba dari pak Eko.

Aku pipis dengan perlahan tapi stabil, muncratan pertama agak keluar dan membasahi jariku dan mungkin juga lantai, tapi begitu pipis keluar lancar sudah tidak tumpah lagi. Aku betul-betul sudah tidak tahan lagi terlambat semenit pasti aku sudah pipis di kursi sofa tersebut. Tiba-tiba pak Eko memanggil pelayan di meja sebelah, aku baru mengeluarkan 1/3 dari seluruh kencingku, ketika pelayan tersebut dengan sigap mendatangi mejaku.

Tiba-tiba aku sadar celana dalamku sudah tidak ada di atas meja. Celana dalam tersebut berada 1/2 meter di depan mejaku siapapun yang mengambilnya akan tahu aku sedang pipis ke dalam sebuah gelas, dan dia pasti akan mendapatkan pemandangan yang sangat indah. Bibir kemaluan yang terbuka, gelas yang berisi separuh cairan pipis kekuningan, dan lubang kemaluan yang memancarkan pipis kekuningan, pertunjukan yang cukup indah bukan hanya untuk kelas café,

"Tolong ambilkan celana nona ini jatuh di depan itu pak" pak Eko meminta tolong pelayan untuk mengambil celana dalam yang jatuh di depan meja kami.

Pelayan itu membungkuk dan mengambil celana dalam itu. Semua terjadi begitu cepat sampai aku tidak sempat menghentikan kegiatan ini. Dalam hati aku mau pingsan aja, pasti pelayan itu melihat aku pipis, oh tidak, pelayan itu kemudian berdiri dan sambil tersenyum sambil menyodorkan celana dalam itu ke saya, kedua tangan saya sedang sibuk di bawah ketika saya disodori celana dalam itu. Pelayan itu wajahnya merah karena malu dia kayaknya kaget sekali ketika tadi memungut celana itu.

"Taruh aja di meja itu, terima kasih pak" jawabku menahan malu dan mukaku merah.
"Kamu ini bagaimana sih Yes, masak orang sudah angkat barang kamu, kasih baik-baik masak kamu suruh taruh di meja itu kan celana dalam yang tidak sepatutnya berada di meja" sergap pak Eko, "Terima dengan kedua tangan kamu, berdiri dan membungkuk sendikit sambil mengucapkan terima kasih, ayo cepat!!" lanjut pak Eko setengah marah-marah.

"Tapi..," kencingku meluncur lebih deras dan tidak berdaya, tanganku tidak mungkin kuangkat, Aku sadar pak Eko sedang mempermalukan ku di depan pelayan ini.
"Tapi saya tidak bisa pak" pintaku memohon.
"Ya, sudah selesaikan dulu kerjamu baru terima celana itu dan lakukan seperti yang saya perintahkan" lanjut pak Eko penuh wibawa.

Rasanya seperti setahun ketika akhirnya aku selesai memuntahkan seluruh kencing ke dalam gelas, tepat segelas penuh. Aku jadi sadar gelas ini harus kuangkat ke atas meja supaya kedua tanganku kosong. Aku mengangkat gelas itu dengan gemetar kutaruh di atas meja dan kemudian aku berdiri dan menerima celana dalam itu dan mengangguk terima kasih.

Pelayan itu sepertinya melihat semua yang terjadi ketika dia tersenyum penuh arti kepadaku sambil menyodorkan celana dalam tersebut.

"Minumannya sudah tidak diminum lagi non, biar saya angkat" pelayan itu berkata penuh arti seolah-olah tidak tahu apa-apa.
"Sabar dulu belum habis diminum, ada apa buru-buru, ayo Yessy, habiskan dulu minuman kamu" Pak Eko berkata seolah tidak terjadi apa-apa juga.

Yessy langsung syok begitu melihat segelas penuh kencingnya sendiri dalam satu-satunya gelas yang berisi "minuman". Matanya menoleh ke pak Eko sambil berharap pak Eko tidak memaksa dia untuk meminum "minumam" dalam gelas itu.

"Ayo habiskan kalau kurang manis bisa tambah gula" sambil mengambil sedotan di atas meja dan memasukan nya ke dalam gelas tersebut.

Aku malu sekali harus meminum air kencing sendiri dalam gelas tinggi yang di beri sedotan lagi dan bukan saja itu melainkan di saksikan juga oleh 2 orang yang satu bahkan aku tidak tahu namanya dan mereka juga tahu bahwa itu adalah air kencingku sendiri. Tanganku gemetar memegang gelas yang hangat dan memasukan sedotan ke mulutku. Rasanya seperti berabad-abad dan kedua orang di depanku menunggu dengan penuh senyuman melihat aku minum.

Rasanya sedikit asin dan baunya sangat pesing. Warnanya kuning dan penuh busa. Nasi goreng di perutku rasanya mau keluar semua ketika cairan kuning itu mulai membasahi tenggorokanku dan lambungku. Minum segelas penuh rasanya lama sekali bahkan aku di paksa menghisap sampai habis tuntas dan menjilat gelas tersebut. Pelayan tersebut mengambil gelas tersebut dan diangkat ke atas sambil berkata

"Wah, nona ini hebat ya minumnya, mau tambah lagi"
"Tiiidak..," Tangisku.

Kami membayar lalu keluar dari Café diiringi ucapan terima kasih dari pelayan tersebut sambil berkata

"Lain kali datang lagi ya".

Aku hampir pingsan ketika pelayan tersebut membisikan sesuatu ke telingaku.

"Gelas itu tidak akan pernah ku cuci akan di taruh di atas pajangan dan di beri tulisan 'Yessy meminumnya sampai Habis' tiap kali kamu datang aku akan menceritakan peristiwa ini kepada tamu yang ada"

luci