Senin, 22 Juli 2013
Cerita Sex ku dengan tetangga Depan Rumah
Cerita Sex ku dengan tetangga Depan Rumah
Cerita panas ini terjadi beberapa waktu lalu, memang sebenarnya cerita panas
ini termasuk ga lazim, namun cerita seks semacam ini seru banget lo,
karena awalnya hanya gurauan sekarang menjadi kisah panas yang sangat
menarik, mungkin bagi anda para suami yang menginginkan hal panas
maksudnya dalam seks bisa mencoba hal ini. Cerita tersebut berawal dari
istriku saat akan tidur, yang mengatakan bahwa evi tetangga depan rumah
aq ternyata mempunyai suami yang impoten, aq agak terkejut tidak
menyangka sama sekali, karna dilihat dari postur suaminya yang tinggi
tegap rasanya tdk mungkin, memang yg aku tau mereka telah berumah tangga
sekitar 5 tahun tapi blm dikaruniai seorang anakpun.
“bener pah, td evi cerita sendiri sm mama” kata istriku seolah menjawab keraguanku,
“wah, kasian banget ya mah, jadi dia gak bisa mencapai kepuasan dong mah?” pancingku
“iya” sahut istriku singkat
“wah, kasian banget ya mah, jadi dia gak bisa mencapai kepuasan dong mah?” pancingku
“iya” sahut istriku singkat
pikiran aku kembali menerawang ke sosok yg diceritakan istriku, tetangga depan rumahku yang menurutku sangat cantik dan seksi, aku suka melihatnya kala pagi dia sedang berolahraga di depan rumahku yang tentunya di dpn rumahku jg, kebetulan tempat tinggal aku berada di cluster yang cukup elite, sehingga tidak ada pagar disetiap rumah, dan jalanan bisa dijadikan tempat olahraga, aku perkirakan tingginya 170an dan berat mungkin 60an, tinggi dan berisi, kadang saat dia olahraga pagi aku sering mencuri pandang pahanya yang putih dan mulus karena hanya mengenakan celana pendek, pinggulnya yg besar sungguh kontras dengan pinggangnya yang ramping, dan yang sering bikin aku pusing adalah dia selalu mengenakan kaos tanpa lengan, sehingga saat dia mengangkat tangan aku dapat melihat tonjolan buah dadanya yg keliatannya begitu padat bergotang mengikuti gerakan tubuhnya.
Satu hal
lagi yang membuat aku betah memandangnya adalah bulu ketiaknya yang
lebat, ya lebat sekali, aku sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak
mencukur bulu ketiaknya, tapi jujur aja aku justru paling bernafsu saat
melihat bulu ketiaknya yang hitam, kontras dengan tonjoilan buah dadanya
yg sangat putih mulus. tapi ya aku hanya bisa memandang saja karna
bagaimanapun juga dia adalah tetanggaku dan suaminya adalah teman aku.
namun cerita istriku yang mengatakan suaminya impoten jelas membuat aku
menghayal gak karuan, dan entah ide dari mana, aku langsung bicara ke
istriku yang keliatannya sudah mulai pulas.
“mah” panggilku pelan
“hem” istriku hanya menggunam saja
“gimana kalau kita kerjain evi”
“hah?” istriku terkejut dan membuka matanya
“maksud papa?”
Aku agak ragu juga menyampaikannya, tapi karna udah terlanjur juga akhirnya aku ungkapkan juga ke istriku,
“ya, kita kerjain evi, sampai dia gak tahan menahan nafsunya”
“buat apa? dan gimana caranya?” uber istriku
lalu aku uraikan cara2 memancing birahi evi, bisa dengan seolah2 gak sengaja melihat, nbaik melihat senjata aku atau saat kamu ml, istriku agak terkejut juga
“hem” istriku hanya menggunam saja
“gimana kalau kita kerjain evi”
“hah?” istriku terkejut dan membuka matanya
“maksud papa?”
Aku agak ragu juga menyampaikannya, tapi karna udah terlanjur juga akhirnya aku ungkapkan juga ke istriku,
“ya, kita kerjain evi, sampai dia gak tahan menahan nafsunya”
“buat apa? dan gimana caranya?” uber istriku
lalu aku uraikan cara2 memancing birahi evi, bisa dengan seolah2 gak sengaja melihat, nbaik melihat senjata aku atau saat kamu ml, istriku agak terkejut juga
apalagi setelah aku uraikan tujuan akhirnya aku menikmati tubuh evi, dia marah dan tersinggung
“papa
sudah gila ya, mentang2 mama sudah gak menarik lagi!” ambek istriku
tapi untunglah setelah aku beri penjelasan bahwa aku hanya sekedar fun
aja dan aku hanya mengungkapkan saja tanpa bermaksud memaksa mengiyakan
rencanaku, istriku mulai melunak dan akhirnya kata2 yang aku tunggu dari
mulutnya terucap.
“oke deh pah, kayanya sih seru juga, tapi inget jangan sampai kecantol, dan jangan ngurangin jatah mama” ancam istriku.
aku seneng banget dengernya, aku langsung cium kening istriku. “so pasti dong mah, lagian selama ini kan mama sendiri yang gak mau tiap hari” sahutku.
aku seneng banget dengernya, aku langsung cium kening istriku. “so pasti dong mah, lagian selama ini kan mama sendiri yang gak mau tiap hari” sahutku.
“kan lumayan buat ngisi hari kosong saat
mama gak mau main” kataku bercanda istriku hanya terdiam cemberut
manja.. mungkin juga membenarkan libidoku yang terlalu tinggi dan
libidonya yang cenderung rendah.
keesokan
paginya, kebetulan hari Sabtu , hari libur kerja, setelah kompromi dgn
istriku, kami menjalankan rencana satu, pukul 5.30 pagi istriku keluar
berolahraga dan tentunya bertemu dengan evi, aku mengintip mereka dari
jendela atas rumah aku dengan deg2an, setelah aku melihat mereka ngobrol
serius, aku mulai menjalankan aksiku, aku yakin istriku sedang
membicarakan bahwa aku bernafsu tinggi dan kadang tidak sanggup
melayani, dan sesuai skenario aku harus berjalan di jendela sehingga
mereka melihat aku dalam keadaan telanjang dengan senjata tegang, dan
tidak sulit buatku karena sedari tadi melihat evi berolahraga saja
senjataku sudah menegang kaku, aku buka celana pendekku hingga
telanjang, senjataku berdiri menunjuk langit2, lalu aku berjalan
melewati jendela sambil menyampirkan handuk di pundakku seolah2 mau
mandi, aku yakin mereka melihat dengan jelas karena suasana pagi yang
blm begitu terang kontras dengan keadaan kamarku yang terang benderang.
tapi untuk memastikannya aku balik kembali berpura2 ada yang tertinggal
dan lewat sekali lagi, sesampai dikamar mandiku, aku segera menyiram
kepalaku yang panas akibat birahiku yang naik, hemm segarnya, ternyata
siraman air dingin dapat menetralkan otakku yg panas.
Setelah
mandi aku duduk diteras berteman secangkir kopi dan koran, aku melihat
mereka berdua masih mengobrol. Aku mengangguk ke evi yg kebetulan
melihat aku sbg pertanda menyapa, aku melihat roma merah diwajahnya,
entah apa yg dibicarakan istriku saat itu. Masih dengan peluh bercucuran
istriku yg masih keliatan seksi jg memberikan jari jempolnya ke aku
yang sedang asik baca koran, pasti pertanda bagus pikirku, aku segera
menyusul istriku dan menanyakannya
“gimana mah?” kejarku
istriku cuma mesem aja,
” kok jadi papa yg nafsu sih” candanya
aku setengah malu juga, akhirnya istriku cerita juga, katanya wajah evi keliatan horny saat dengar bahwa nafsu aku berlebihan, apalagi pas melihat aku lewat dengan senjata tegang di jendela, roman mukanya berubah.
“sepertinya evi sangat bernafsu pah” kata istriku.
“malah dia bilang mama beruntung punya suami kaya papa, tidak seperti dia yang cuma dipuaskan oleh jari2 suaminya aja”
“oh” aku cuma mengangguk setelah tahu begitu,
“trus, selanjutnya gimana mah? ” pancing aku
“yah terserah papa aja, kan papa yg punya rencana”
aku terdiam dengan seribu khayalan indah,
“ok deh, kita mikir dulu ya mah”
aku kembali melanjutkan membaca koran yg sempat tertunda, baru saja duduk aku melihat suami evi berangkat kerja dengan mobilnya dan sempat menyapaku
“pak, lagi santai nih, yuk berangkat pak” sapanya akrab
aku menjawab sapaannya dengan tersenyum dan lambaian tangan.
“pucuk dicinta ulam tiba” pikirku, ini adalah kesempatan besar, evi di rumah sendiri, tapi gimana caranya? aku memutar otak, konsentrasiku tidak pada koran tapi mencari cara untuk memancing gairah evi dan menyetubuhinya, tapi gimana? gimana? gimana?
“gimana mah?” kejarku
istriku cuma mesem aja,
” kok jadi papa yg nafsu sih” candanya
aku setengah malu juga, akhirnya istriku cerita juga, katanya wajah evi keliatan horny saat dengar bahwa nafsu aku berlebihan, apalagi pas melihat aku lewat dengan senjata tegang di jendela, roman mukanya berubah.
“sepertinya evi sangat bernafsu pah” kata istriku.
“malah dia bilang mama beruntung punya suami kaya papa, tidak seperti dia yang cuma dipuaskan oleh jari2 suaminya aja”
“oh” aku cuma mengangguk setelah tahu begitu,
“trus, selanjutnya gimana mah? ” pancing aku
“yah terserah papa aja, kan papa yg punya rencana”
aku terdiam dengan seribu khayalan indah,
“ok deh, kita mikir dulu ya mah”
aku kembali melanjutkan membaca koran yg sempat tertunda, baru saja duduk aku melihat suami evi berangkat kerja dengan mobilnya dan sempat menyapaku
“pak, lagi santai nih, yuk berangkat pak” sapanya akrab
aku menjawab sapaannya dengan tersenyum dan lambaian tangan.
“pucuk dicinta ulam tiba” pikirku, ini adalah kesempatan besar, evi di rumah sendiri, tapi gimana caranya? aku memutar otak, konsentrasiku tidak pada koran tapi mencari cara untuk memancing gairah evi dan menyetubuhinya, tapi gimana? gimana? gimana?
sedang asiknya mikir, tau2 orang yang aku khayalin ada di dpn mataku,
“wah, lagi nyantai nih pak, mbak yeni ada pak?” sapanya sambil menyebut nama istriku
“eh mbak evi, ada di dalam mbak, masuk aja” jawabku setengah gugup
evi melangkah memasuki rumahku, aku cuma memperhatikan pantatnya yang bahenol bergoyang seolah memanggilku untuk meremasnya.
“wah, lagi nyantai nih pak, mbak yeni ada pak?” sapanya sambil menyebut nama istriku
“eh mbak evi, ada di dalam mbak, masuk aja” jawabku setengah gugup
evi melangkah memasuki rumahku, aku cuma memperhatikan pantatnya yang bahenol bergoyang seolah memanggilku untuk meremasnya.
aku
kembali hanyut dengan pikiranku, tapi keberadaan evi di rumahku jelas
membuat aku segera beranjak dari teras dan masuk ke rumah juga, aku
ingin melihat mereka, ternyata mereka sedang asik ngobrol di ruang tamu,
obrolan mereka mendadak terhenti setelah aku masuk,
“hayo, pagi2 sudah ngegosip! pasti lagi ngobrolin yg seru2 nih” candaku
mereka berdua hanya tersenyum.
mereka berdua hanya tersenyum.
aku
segera masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku, aku menatap langit2
kamar, dan akhirnya mataku tertuju pada jendela kamar yang hordengnya
terbuka, tentunya mereka bisa melihat aku pikirku, karena di kamar
posisinya lebih terang dari diruang tamu, tentunya mereka bisa melihat
aku, meskipun aku tidak bisa melihat mereka mengobrol?
reflek aku bangkit dari tempat tidur dan menggeser sofa kesudut yg aku perkirakan mereka dapat melihat, lalu aku lepas celana pendekku dan mulai mengocok senjataku, ehmm sungguh nikmat, aku bayangkan evi sedang melihatku ngocok dan sedang horny, senjataku langsung kaku.
reflek aku bangkit dari tempat tidur dan menggeser sofa kesudut yg aku perkirakan mereka dapat melihat, lalu aku lepas celana pendekku dan mulai mengocok senjataku, ehmm sungguh nikmat, aku bayangkan evi sedang melihatku ngocok dan sedang horny, senjataku langsung kaku.
tapi tiba2 saja pintu kamarku terbuka, istriku masuk dan langsung menutup kembali pintu kamar.
“pa, apa2an sih pagi2 udah ngocok, dari ruang tamu kan kelihatan” semprot istriku
“hah?, masa iya? tanyaku pura2 bego.
“pa, apa2an sih pagi2 udah ngocok, dari ruang tamu kan kelihatan” semprot istriku
“hah?, masa iya? tanyaku pura2 bego.
“evi sampai malu dan pulang tuh” cerocosnya lagi, aku hanya terdiam,
mendengar evi pulang mendadak gairahku jadi drop, aku kenakan kembali celanaku.
sampai siang aku sama sekali belum menemukan cara untuk memancingnya, sampai istriku pergi mau arisan aku cuma rebahan di kamar memikirkan cara untuk menikmati tubuh evi,
” pasti lagi mikirin evi nih, bengong terus, awas ya bertindak sendiri tanpa mama” ancam istriku “mama mau arisan dulu sebentar”
aku cuma mengangguk aja,
mendengar evi pulang mendadak gairahku jadi drop, aku kenakan kembali celanaku.
sampai siang aku sama sekali belum menemukan cara untuk memancingnya, sampai istriku pergi mau arisan aku cuma rebahan di kamar memikirkan cara untuk menikmati tubuh evi,
” pasti lagi mikirin evi nih, bengong terus, awas ya bertindak sendiri tanpa mama” ancam istriku “mama mau arisan dulu sebentar”
aku cuma mengangguk aja,
5
menit setelah istriku pergi, aku terbangun karna di dpn rumah terdengar
suara gaduh, aku keluar dan melihat anakku yg laki bersama teman2nya
ada di teras rumah evi dengan wajah ketakutan, aku segera
menghampirinya, dan ternyata bola yang dimainkan anakku dan teman2nya
mengenai lampu taman rumah evi hingga pecah, aku segera minta maaf ke
evi dan berjanji akan menggantinya, anakku dan teman2nya kusuruh bermain
di lapangan yg agak jauh dari rumah.
“mbak evi, aku pamit dulu ya, mau beli lampu buat gantiin” pamitku
“mbak evi, aku pamit dulu ya, mau beli lampu buat gantiin” pamitku
“eh
gak usah pak, biar aja, namanya juga anak2, lagian aku ada lampu
bekasnya yg dari developer di gudang, kalau gak keberatan nanti tolong
dipasang yang bekasnya aja” aku lihat memang lampu yang pecah sudah
bukan standar dr developer, tapi otakku jd panas melihat cara bicaranya
dengan senyumnya dan membuat aku horny sendiri.
“kalau gitu mbak tolong ambil lampunya, nanti aku pasang” kataku
“wah aku gak sampe pak, tolong diambilin didalam” senyumnya.
“kalau gitu mbak tolong ambil lampunya, nanti aku pasang” kataku
“wah aku gak sampe pak, tolong diambilin didalam” senyumnya.
kesempatan
datang tanpa direncanakan, aku mengangguk mengikuti langkahnya, lalu
evi menunjukan gudang diatas kamar mandinya, ternyata dia memanfaatkan
ruang kosong diatas kamar mandinya untuk gudang.
“wah tinggi mbak, aku gak sampe, mbak ada tangga?” tanyaku
“gak ada pak, kalau pake bangku sampe gak” tanyanya
“coba aja” kataku.
“wah tinggi mbak, aku gak sampe, mbak ada tangga?” tanyaku
“gak ada pak, kalau pake bangku sampe gak” tanyanya
“coba aja” kataku.
Evi
berjalan ke dapur mengambil bangku, lambaian pinggulnya yang bulat
seolah memanggilku untuk segera menikmatinya, meskipun tertutup rapat,
namun aku bisa membayangkan kenikmatan di dalam dasternya.
lamunanku terputus setelah evi menaruh bangku tepat didepanku, aku segera naik, tapi ternyata tanganku masih tak sampai meraih handle pintu gudang,
“gak sampe mba” kataku
lamunanku terputus setelah evi menaruh bangku tepat didepanku, aku segera naik, tapi ternyata tanganku masih tak sampai meraih handle pintu gudang,
“gak sampe mba” kataku
aku lihat evi agak kebingungan,
“dulu naruhnya gimana mbak? ” tanyaku
“dulu kan ada tukang yang naruh, mereka punya tangga”
“kalau gitu aku pinjem tangga dulu ya mba sama tetangga”
aku segera keluar mencari pinjaman tangga, tapi aku sudah merencanakan hal gila, setelah dapat pinjaman tangga aluminium, aku ke rumah dulu, aku lepaskan celana dalamku, hingga aku hanya mengenakan celana pendek berbahan kaos, aku kembali ke rumah evi dgn membawa tangga, akhirnya aku berhasil mengambil lampunya. dan langsung memasangnya, tapi ternyata dudukan lampunya berbeda, lampu yang lama lebih besar, aku kembali ke dalam rumah dan mencari dudukan lampu yg lamanya, tp sudah aku acak2 semua tetapi tidak ketemu jg, aku turun dan memanggil evi, namun aku sama sekali tak melihatnya atau sahutannya saat kupanggil, “pasti ada dikamar: pikirku “wah bisa gagal rencanaku memancingnya jika evi dikamar terus”
“dulu naruhnya gimana mbak? ” tanyaku
“dulu kan ada tukang yang naruh, mereka punya tangga”
“kalau gitu aku pinjem tangga dulu ya mba sama tetangga”
aku segera keluar mencari pinjaman tangga, tapi aku sudah merencanakan hal gila, setelah dapat pinjaman tangga aluminium, aku ke rumah dulu, aku lepaskan celana dalamku, hingga aku hanya mengenakan celana pendek berbahan kaos, aku kembali ke rumah evi dgn membawa tangga, akhirnya aku berhasil mengambil lampunya. dan langsung memasangnya, tapi ternyata dudukan lampunya berbeda, lampu yang lama lebih besar, aku kembali ke dalam rumah dan mencari dudukan lampu yg lamanya, tp sudah aku acak2 semua tetapi tidak ketemu jg, aku turun dan memanggil evi, namun aku sama sekali tak melihatnya atau sahutannya saat kupanggil, “pasti ada dikamar: pikirku “wah bisa gagal rencanaku memancingnya jika evi dikamar terus”
aku segera menuju kamarnya, namun sebelum mengetuknya niat isengku timbul, aku coba mengintip dari lubang kunci dan ternyata….
Aku
dapat pemandangan bagus, aku lihat evi sedang telanjang bulat di atas
tempat tidurnya, jari2nya meremas buah dadanya sendiri, sedangkan tangan
yang satunya menggesek2 klitorisnya, aku gemetar menahan nafsu,
senjataku langsung membesar dan mengeras, andai saja tangan aku yang
meremas buah dadanya… sedang asik2nya mengkhayal tiba2 evi berabjak dari
tempat tidurnya dan mengenakan pakaian kembali, mungkin dia inget ada
tamu, aku segera lari dan pura2 mencari kegudang, senjataku yang masih
tegang aku biarkan menonjol jelas di celana pendekku yang tanpa cd.
“loh, nyari apalgi pak?” aku lihat muka evi memerah, ia pasti melihat tonjolan besar di celanaku
“loh, nyari apalgi pak?” aku lihat muka evi memerah, ia pasti melihat tonjolan besar di celanaku
“ini
mbak, dudukannya lain dengan lampu yang pecah” aku turun dari tangga
dan menunjukan kepadanya, aku pura2 tidak tahu keadaan celanaku, evi
tampak sedikit resah saat bicara.
“jadi gimana ya
pak? mesti beli baru dong” suara evi terdengar serak, mungkin ia
menahan nafsu melihat senjataku dibalik celana pendekku, apalagi dia
tadi sedang masturbasi.
Aku pura2 berfikir,
padahal dalam hati aku bersorak karena sudah 60% evi aku kuasai, tapi
bener sih aku lagi mikir, tapi mikir gimana cara supaya masuk dalam
kamarnya dan menikmati tubuhnya yang begitu sempurna??
“kayanya dulu ada pak. coba aku yang cari” suara evi mengagetkan lamunanku, lalu ia menaiki tangga, dan sepertinya evi sengaja memancingku, aku dibawah jelas melihat paha gempalnya yang putih mulus tak bercela, dan ternyata evi sama sekali tidak mengenakan celana dalam, tapi sepertinya evi cuek aja, semakin lama diatas aku semakin tak tahan, senjataku sudah basah oleh pelumas pertanda siap melaksanakan tugasnya.
“kayanya dulu ada pak. coba aku yang cari” suara evi mengagetkan lamunanku, lalu ia menaiki tangga, dan sepertinya evi sengaja memancingku, aku dibawah jelas melihat paha gempalnya yang putih mulus tak bercela, dan ternyata evi sama sekali tidak mengenakan celana dalam, tapi sepertinya evi cuek aja, semakin lama diatas aku semakin tak tahan, senjataku sudah basah oleh pelumas pertanda siap melaksanakan tugasnya.
Setelah
beberapa menit mencari dan tidak ada juga, evi turun dari tangga, tapi
naas buat dia ( Atau malah sengaja : ia tergelincir dari anak tangga
pertama, tidak tinggi tapi lumayan membuatbya hilang keseimbangan, aku
reflek menangkap tubuhnya dan memeluknya dari belakang, hemmm sungguh
nikmat sekali, meskipun masih terhalang celana dalam ku dan dasternya
tapi senjataku dapat merasakan kenyalnya pantat evi, dan aku yakin evi
pun merasakan denyutan hangat dipantatnya, “makasih pak” evi tersipu
malu dan akupun berkata maaf berbarengan dgn ucapan makasihnya
“gak papa kok, tapi kok tadi seperti ada yg ngeganjel dipantatku ya”?” sepertinya evi mulai berani, akupun membalasnya dgn gurauan,
“gak papa kok, tapi kok tadi seperti ada yg ngeganjel dipantatku ya”?” sepertinya evi mulai berani, akupun membalasnya dgn gurauan,
“oh itu pertanda senjata siap melaksanakan tugas”
“tugas apa nih?” evi semakin terpancing
aku pun sudah lupa janji dgn istriku yang ga boleh bertindak tanpa sepengetahuannya, aku sudah dikuasai nafsu.
aku pun sudah lupa janji dgn istriku yang ga boleh bertindak tanpa sepengetahuannya, aku sudah dikuasai nafsu.
“tugas ini mbak!” kataku langsung merangkulnya dalam pelukanku
aku
langsung melumat bibirnya dengan nafsu ternyata evipun dengan buas
melumat bibirku juga, mungkin iapun menunggu keberanianku, ciuman kami
panas membara, lidah kami saling melilit seperti ular, tangan evi
langsung meremas senjataku, mungkin baru ini dia melihat senjata yang
tegang sehingga evi begitu liar meremasnya, aku balas meremas buah
dadanya yang negitu kenyal, meskipun dari luar ali bisa pastiin bahwa
evi tidak mengenakn bra, putingnya langsung mencuat, aku pilin pelan
putingnya, tanganku yang satu meremas bongkahan pantatnya yang mulus,
cumbuan kami semakin panas bergelora
tapi tiba2
tapi tiba2
“sebentar
mas!” evi berlari ke depan ternyata ia mengunci pintu depan, aku cuma
melongo dipanggil dengan mas yang menunjukan keakraban
“sini mas!” ia memanggilku masuk kekamarnya
aku
segera berlari kecil menuju kamarnya, evi langsung melepas dasternya,
dia bugil tanpa sehelai benangpun di depan mataku. sungguh keindahan
yang benar2 luar biasa, aku terpana sejenak melihat putih mulusnya badan
evi. bulu kemaluannya yang lebat menghitam kontras dengan kulitnya yg
bersih. lekuk pinggangnya sungguh indah.
tapi hanya sekejab saja aku terpana, aku langsung melepas kaos dan celana pendekku, senjataku yang dari tadi mengeras menunjuk keatas, tapi ternyata aku kalah buas dengan evi. dia langsung berjongkok di depanku yang masih berdiri dan melumat senjataku dengan rakusnya.
tapi hanya sekejab saja aku terpana, aku langsung melepas kaos dan celana pendekku, senjataku yang dari tadi mengeras menunjuk keatas, tapi ternyata aku kalah buas dengan evi. dia langsung berjongkok di depanku yang masih berdiri dan melumat senjataku dengan rakusnya.
Lidahnya yang lembut
terasa hangat menggelitik penisku, mataku terpejam menikmati cumbuannya,
sungguh benar2 liar, mungkin karna evi selama ini tidak pernah melihat
senjata yang kaku dan keras, kadang ia mengocoknya dengan cepat, aliran
kenikmatan menjalari seluruh tubuhku, aku segera menariknya keatas, lalu
mencium bibirnya, nafasnya yang terasa wangi memompa semangatku untuk
terus melumat bibirnya, aku dorong tubuhnya yang aduhai ke ranjangnya,
aku mulai mengeluarkan jurusku, lidahku kini mejalari lehernya yang
jenjang dan putih, tanganku aktif meremas2 buah dadanya lembut,
putingnya yang masih kecil dan agak memerah aku pillin2, kini dari
mataku hanya berjarak sekian cm ke bulu ketiaknya yang begitu lebat, aku
hirup aromanya yang khas, sungguh wangi. lidahku mulai menjalar ke
ketiak dan melingkari buah dadanya yang benar2 kenyal.
Dan
saat lidahku yang hangat melumat putingnya evi semakin mendesah tak
karuan, rambutku habis dijambaknya, kepalaku terus ditekan ke buah
dadanya. aku semakin semangat, tidak ada sejengkal tubuh evi yang luput
dari sapuan lidahku, bahkan pinggul pantat dan pahanya juga, apalagi
saat lidahku sampai di kemaluannya yang berbulu lebat, setelah bersusah
payah meminggirkan bulunya yang lebat, lidahku sampai juga ke
klitorisnya, kemaluannya sudah basah, aku lumat klitnya dengan lembut,
evi semakin hanyut, tangannya meremas sprey pertanda menahan nikmat yang
aku berikan, lidahku kini masuk ke dalam lubang kemaluannya, aku
semakin asik dengan aroma kewanitaan evi yang begitu wangi dan menambah
birahiku.
Tapi sedang asik2nya aku mencumbu
vaginanya, evi tiba2 bangun dan langsung mendorongku terlentang, lalu
dengan sekali sentakan pantatnya yang bulat dan mulus langsung berada
diatas perutku, tangannya langsung menuntun senjataku, lalu perlahan
pantatnya turun, kepala kemaluanku mulai menyeruak masuk kedalam
kemaluannya yang basah, namun meskipun basah aku merasakan jepitan
kemaluannya sangat ketat. mungkin karna selama ini hanya jari saja yang
masuk kedalam vaginanya, centi demi centi senjataku memasuki vaginanya
berbarengan dengan pantat evi yang turun, sampai akhirnya aku merasakan
seluruh batang senjataku tertanam dalam vaginanya, sungguh pengalaman
indah, aku merasakan nikmat yang luar biasa dengan ketatnya vaginanya
meremas otot2 senjataku, evi terdiam sejenak menikmati penuhnya
senjataku dalam kemaluannya, tapi tak lama.
Pantatnya
yang bahenl dan mulus nulaik bergoyang, kadang ke depan ke belakang,
kadang keatas ke bawah, peluh sudah bercucuran di tubuh kami, tanganku
tidak tinggal diam memberikan rangsangan pada dua buah dadanya yang
besar, dan goyangan pinggul evi semakin lama semakin cepat dan tak
beraturan, senjataku seperti diurut dengan lembut, aku mencoba menahan
ejakulasiku sekuat mungkin, dan tak lama berselang, aku merasakan
denyutan2 vagina evi di batang senjataku semakin menguat dan akhirnya
evi berteriak keras melepas orgasmenya, giginya menancap keras dibahuku…
evi orgasme, aku merasakan hangat di batang senjataku, akhirnya tubuhnya yang sintal terlungkup diatas tubuhku, senjataku masih terbenam didalam kemaluannya,aku biarkan dia sejenak menikmati sisa2 orgasmenya setelah beberapa menit aku berbisik ditelinganya, “mba, langsung lanjut ya? aku tanggung nih” evi tersenyum dan bangkit dari atas tubuhku, ia duduk dipinggir ranjang, “makasih ya mas, baru kali ini aku mengalami orgasme yang luar biasa” ia kembali melumat bibirku.aku yang masih terlentang menerima cumbuan evi yang semakin liar, benar2 liar, seluruh tubuhku dijilatin dengan rakusnya, bahkan lidahnya yang nakal menyedot dan menjilat putingku, sungguh nikmat, aliran daraku seperti mengalir dengan cepat, akhirnya aku ambil kendali, dengan gaya konvensional aku kemabli memasukkan senjataku dalam kemaluannya, sudah agak mudah tapi tetap masih ketat menjepit senjataku, pantatku bergerak turun naik, sambil lidahku mengisap buah dadanya bergantian, aku liat wajah evi yang cantik memerah pertanda birahinya kembali naik, aku atur tempo permainan, aku ingin sebisa mungkin memberikan kepuasan lebih kepadanya, entah sudah berapa gaya yang aku lakukan, dan entah sudah berapa kali evi orgasme, aku tdk menghitungnya, aku hanya inget terakhir aku oake gaya doggy yang benar2 luar biasa, pantatnya yang besar memberikan sensasi tersendiri saat aku menggerakkan senjataku keluar masuk. dan memang aku benar2 tak sanggup lagi menahan spermaku saat doggy, aku pacu sekencang mungkin, pantat evi yang kenyal bergoyang seirama dengan hentakanku,tapi aku masih ingat satu kesadaran “mbak diluar atau didalam?” tanyaku parau terbawa nafsu sambil terus memompa senjataku
evi orgasme, aku merasakan hangat di batang senjataku, akhirnya tubuhnya yang sintal terlungkup diatas tubuhku, senjataku masih terbenam didalam kemaluannya,aku biarkan dia sejenak menikmati sisa2 orgasmenya setelah beberapa menit aku berbisik ditelinganya, “mba, langsung lanjut ya? aku tanggung nih” evi tersenyum dan bangkit dari atas tubuhku, ia duduk dipinggir ranjang, “makasih ya mas, baru kali ini aku mengalami orgasme yang luar biasa” ia kembali melumat bibirku.aku yang masih terlentang menerima cumbuan evi yang semakin liar, benar2 liar, seluruh tubuhku dijilatin dengan rakusnya, bahkan lidahnya yang nakal menyedot dan menjilat putingku, sungguh nikmat, aliran daraku seperti mengalir dengan cepat, akhirnya aku ambil kendali, dengan gaya konvensional aku kemabli memasukkan senjataku dalam kemaluannya, sudah agak mudah tapi tetap masih ketat menjepit senjataku, pantatku bergerak turun naik, sambil lidahku mengisap buah dadanya bergantian, aku liat wajah evi yang cantik memerah pertanda birahinya kembali naik, aku atur tempo permainan, aku ingin sebisa mungkin memberikan kepuasan lebih kepadanya, entah sudah berapa gaya yang aku lakukan, dan entah sudah berapa kali evi orgasme, aku tdk menghitungnya, aku hanya inget terakhir aku oake gaya doggy yang benar2 luar biasa, pantatnya yang besar memberikan sensasi tersendiri saat aku menggerakkan senjataku keluar masuk. dan memang aku benar2 tak sanggup lagi menahan spermaku saat doggy, aku pacu sekencang mungkin, pantat evi yang kenyal bergoyang seirama dengan hentakanku,tapi aku masih ingat satu kesadaran “mbak diluar atau didalam?” tanyaku parau terbawa nafsu sambil terus memompa senjataku
Evipun menjawab dengan serak akibat nafsunya ” Didalam aja mas, aku lagi gak subur”
dan tak perlu waktu lama, selang beberapa detik setelah evi menjawab aku hentakan keras senjataku dalam vaginanya, seluruh tubuhku meregang kaku, aliran kenikmatan menuju penisku dan memeuntahkan laharnya dalam vagina evi, ada sekitar sepuluh kedutan nikmat aku tumpahkan kedalam vaginanya, sementara evi aku lihat menggigit sprey dihadapannya, mungkin iapun mengalami orgasme yg kesekian kalinya.
dan tak perlu waktu lama, selang beberapa detik setelah evi menjawab aku hentakan keras senjataku dalam vaginanya, seluruh tubuhku meregang kaku, aliran kenikmatan menuju penisku dan memeuntahkan laharnya dalam vagina evi, ada sekitar sepuluh kedutan nikmat aku tumpahkan kedalam vaginanya, sementara evi aku lihat menggigit sprey dihadapannya, mungkin iapun mengalami orgasme yg kesekian kalinya.
Cerita Keperawanan Hilang di malam Valentine
Cerita Keperawanan Hilang di malam Valentine
![]() |
ilustrasi Cerita Dewasa, Keperawanan Hilang Di Malam Valentin |
Bunga-bunga bertaburan indah didepan mata Rein, aromanya nyaman di hidung membangkitkan semangat untuk segera meraupnya. Tak tersisa. Dia pun jingkrak-jingkrak. Ya, ini kali pertama Rein diijinkan Ayahnya untuk keluar dengan Dev, pacarnya. Setelah pertaruhan argumen dan sedikit ancaman dari Rein akan mengurung diri di kamar jika tak diijinkan keluar. Maklumlah Rein adalah anak perempuan satu satunya. Dan bukan pertama kalinya keinginannya harus dipenuhi. Meski menyimapan kekhawatiran Ayah dan Ibunya terpaksa mengijinkannya. Kata terakhir yang keluar sebelum mereka pergi adalah “ Dev, saling Menjaga ya?”. Bukan tak mempercayai Dev, tapi mereka sama-sama masih SLTP, masih terlalu kecil untuk diamanahi apapun.
Seperti burung lepas kandang, mereka terbang jauh mengelilingi batas-batas daerah, mereka tak sadar musuh tentunya siap-siap dengan taringnya. Sampailah mereka jauh dari Desa, dari pantauan kakak Rein, orangtua dan masyarakat yang akan membela mereka. Taman Rimba. Ya letaknya didalam Kota. Meski dalam Kota, taman ini adalah hutan buatan tempat binatang yang dilindungi. Biasanya jika disiang hari tempat ini dijadikan liburan keluarga. Hiburan murah meriah sambil mengenal satwa bagi anak anak mereka. Dev memilih tempat ini karena pada malam itu akan banyak pasangan ABG yang merayakan Hari Valentine dan mencatatkan moment paling berharga dalam sejarah percintaan mereka.
***
“Dev, kita pulang yuk!” Rein mulai jengah dengan suasana taman, makin malam makin banyak muda mudi yang datang. Sebagian dari mereka bertahan tetap di arena menikmati acara yang disediakan panitia. Ada juga yang menghabiskan waktu dengan keliling taman, duduk-duduk, tak sekali Rein jumpai pasangan sedang berpelukan, lip kissing seperti yang dilihatnya di film-film percintaan Korea bahkan lebih… Saat itu sulit dibedakan mana penghuni taman rimba dan mana yang pengunjungnya.
“Bentar lagi Rien, sayangkan jauh-jauh kita cepat pulang. Acaranya baru juga dimulai. Siapa tau nanti kita dapat doorprize atau kita dinobatkan jadi pasangan paling mesra. Apa kamu gak ingin kita selalu mengingat moment ini. Ketika semua orang memandang iri”. Manjur, perkataan Dev meluluhkan hati Rein untuk tetap bertahan. Dev adalah cinta pertamanya. Dia sangat menyayangi lelaki itu dan tak ingin buat dia kecewa.
Jam menunjukan pukul 21.40 WIB ketika Rein melihat jam pada handphonenya. Ada banyak panggilan tak terjawab disana. Ia lupa untuk mengubah nada silent dari sepulang sekolah tadi. “ Rein, kamu dimana? Lekas pulang! “, itu sms yang dikirim kakaknya. Hendra. Ren semakin gusar.
“Dev, pokoknya kita pulang sekarang! Ayah cemas. Ini sudah terlalu malam.” Dev hanya pandangi wajah kekasihya itu sekilas dengan gurat kecewa. Karena ia masih ingin menikmati acara demi acara. Dev berlalu menuju tempat parkiran. Rein mengambil helm dari tangan Dev masih tetap dengan isyarat sunyi.
Suasana mencekam, gelap dan sunyi, suara sound speaker terdengar sangat jauh. Tiba-tiba motor yang dikendarai Dev mogok. Bagi orang yang waras tentu lebih memilih tidur berselimut dirumah dari pada keluyuran. Kalau tidak karena permintaan Dev tentu Rien lebih memilih dirumah saja. Rien masih mengingat permohonan Dev.
“ Rien, sekali ini saja, malam Valentine. Malam kasih sayang. Malam seluruh dunia berbahagia. Merayakan!. Besok jam sekolah kosong juga hanya diisi eskul kan?”. “Menyesalkah ? entahlah dilain sisi Rein juga menikmati setiap detik, menit dan seluruh waktu bersama Dev. Setiap getaran yang mengalir mengingatkan pada Rien, mungkin cinta memerlukan pengorbanan. Pengorbanan ?
Pada akhirnya Rien benar benar dituntut untuk berkorban. Pengorbanan yang tak pernah diharapkan. Dibayangkan, oleh Dev, dirinya atau siapapun juga. Pengorbanan yang sia sia. Konyol. Sewaktu motor Dev mogok, dua orang pria tinggi besar berpawakan polisi menghampiri.
“kalian disini ngapain?” Tanya seorang lelaki yang berambut ikal kepak
“ motor kami mogok, Bang! “
“Alasan! Kalian mau mesum ya ?”
“ bener! gak bang! Jawab Dev, yang mulai menciut mentalnya. Pasalnya dua lelaki itu membentak.
“ikut kami! Ajak lelaki itu setelah bertanya alamat dan kartu pelajar. Lelaki perpawakan polisi itu mengintrogasi Dev dan Rein secara terpisah.
“ kamu pasti sudah mesum ? kamu sudah tak perawan kan ? Tanya lelaki itu ke Rein
“ Rein hanya terisak pasalnya dia takut suara tinggi, bentakan. Orang tuanya tak pernah membentaknya. Ditambah lagi suasana hutan yang gelap, hanya cahaya handphone dari lelaki asing itu. “Dev, dimana kau ?“ pikirnya.
“Dev!!!” hanya kata itu yang sanggup keluar. Sekarang Rien benar-benar takut bukan saja karena bentakan tapi laki-laki itu menyusupkan tangannya dikemeja Rien
“ Alahhh!, kamu juga sudah tidak perawankan?, jangan berisik ! Sal yang dipake Rien berpindah membungkam mulutnya. Tenaga lelaki itu terlalu kuat. Rien tak dapat berbuat apa apa dan tak mengetahui apa apa? Hal buruk telah menimpanya.
Ditempat yang berbeda Dev dimintai uang dan handphonenya. Jika tidak diberikan maka akan diancam dimasukan ke kantor polisi. Nyali Dev yang masih SLTP tak bertahan, dan tidak bisa berpikir panjang. Apalagi ia berasal dari Desa. Mentalnya bertekuk lutut diserahkan uang tiga puluh ribuan itu beserta handphonenya.
***
“ arrrgh! Kenapa kamu tak bilang dari tadi Rein? Geraham Dev saling bertemu. Geram. Setelah mendengar pengakuan Rein. Dia putar motornya kearah tempat dimana motornya tadi mogok. Dia putari seluruh taman. Sia sia. Tidak ia temui dua lelaki tersebut. Putus harapan ia beranikan diri untuk menghampiri pos satpam penjagaan dan menanyakan tentang dua lelaki tersebut. Tapi penjaga mengaku tidak mengenali sama sekali dengan ciri ciri yang disebutkan. “ kalau polisi yang patroli disini biasanya pake seragam Dek” jelas penjaga tersebut. Setitik jalan keluar tak mereka temui sedikitpun, semua tertutup. Gelap dan semakin gelap seperti hari yang hampir mendekati tengah malam. Dev dan Rien merayakan hari Valentine penuh dengan tangis. Tangis yang tak akan pernah kering sampai kapanpun.
***
Rien pagi pagi sekali datang ke sekolah. Ia sangat bingung harus bagaimana. Ingin segera ia bertemu dengan Dev. Matanya tak terpejam barang semenitpun. Bukan karena berkumpulnya rindu seperti hari biasa tapi karena kecemasan dan rasa shok bersekongkol disana. Tak disangkanya Dev sudah berada di kelas. Senyumanya berubah menjadi masam. Dia lihat Dev bersama Sri. Dilihatnya coklat ditangan Sri. “Dev, beri aku penjelasan?” ditariknya Dev kebelakang kelas.
“Rien, maaf aku masih jejaka. Gila!, kalau aku memperoleh yang tidak perawan”. Jawab Dev sambil menunduk. Sri sudah lama mencintaiku. Tidak salahnya aku mengobati kekecewaan ini dengannya. Aku kecewa Rien. Aku shok”. Sekarang Rien yang benar benar merasa gila. Tangisnya sudah kering. Badannya kehilangan kekuatan. Disandarkannya lama di tiang bangunan. Sunyi. Sampai tanda bel masuk berbunyi.
“ Maaf Rien, kuharap kamu baik-baik saja. Yuk kita masuk”. Kata Dev sambil berlalu.
***
Hari ini ruang kelas terpisah antara laki-laki dan perempuan. Kegiatan eskul hari ini diisi dengan kegiatan Rohis. Miss. Salsabillah adalah guru Bahasa Inggris yang dipercaya Kepala Sekolah sebagai tutor kegiatan Rohis di kelas dua. Kelasnya Rien. Banyak murid yang menyukainya, suaranya lembut, teduh, tak pernah marah-marah dan yang terpenting adalah dia bisa diterima oleh anak-anak dalam memberikan tausyiah meskipun dia bukanlah lulusan dari pesantren atau sekolah tinggi agama. Kedahsyatan dalam mencari ilmu Agama secara otodidak mengantarkannya menjadi sesosok muslimah yang ideal.
Betapa terkejutnya dia ketika sampai dikelas semua murid mengucapkan “ Happy Valentine Miss! Secara serentak. Wow. Disela kebingungannya murid-murid menyisipkan coklat, bunga atau entah apa isinya yang dibungkus rapi bersama sampul warna pink. Dia tak pernah merayakannya. Saat itu adalah waktu yang tepat untuk mengembalikan Aqidah dan menghapus lata murid yang ikut-ikutan merayakan Valentine.
“hari ini hari Valentine? Tanya Salsabillah kepada muridnya setelah kondisi lumayan tenang.
“ Iya Miss “
“Apa itu Valentine ?”
“Ah, Miss kolot masak hari gini gak ngerti valentine. Capek deh!!!” kata seorang murid.
Murid yang lain menimpali, “ hari kasih sayang Miss,”
“siapa yang bilang?” menarik perhatian muridnya. Suasana sunyi. “ sudah biasa Miss, kami ngerayain kata seorang murid yang agak jangkung “. Salsabillah mengelus dada di perdesaan seperti ini berita atau kabar kekafiran cepat sekali menyebar dan itu diikuti.
“ masih ingat dengan ayat yang mengatakan jangan mengikuti sesuatu tanpa ilmu pengetahuan?”. Kembali sunyi. Kemudian Billah melanjutkan, “kita tidak boleh mengikuti perayaan Valentine karena ini adalah kebiasaan orang orang kafir. Mau kita dimasukan kepada golongan orang orang kafir?”. Murid-muridpun menggeleng tanpa suara. Dari bangku paling ujung seorang murid bertanya, “ kenapa Miss? Kan Valentine bukan untuk orang berpacaran saja tapi juga untuk anak ke orang tua, sesama teman dan dengan guru. Bukankah itu baik? Kenapa dibilang mengikuti orang orang kafir. Kalau untuk yang pacaran bolehlah dibilang begitu.” Salsabillah tersenyum berarti tausyiah tentang haramnya pacaran minggu kemarin masuk kepemikiran anak muridnya. Kemudian Salsabillah mulai bercerita tentang asal usul kenapa Valentine itu haram. Diputarnya memori tentang asal usul ini yang pernah ia baca dari majalah Islam.
“ Valentine itu berasal dari nama seorang Santo yang dibunuh karena ia menentang Raja Claudius II yang melarang para pemuda untuk menikah pada zaman itu. Menurut Raja, pemuda yang menikah tidak bisa berkonsentrasi dalam berperang. Pada waktu itulah St. Valentine membangkang, ia tetap menikahkan pemuda-pemuda tersebut. Tapi lambat laun ia ketahuan. Raja marah lalu membunuhnya. Untuk mengenang dan mengagungkan keberanian sang Santo maka dikenallah pada hari kematiannya sebagai hari kasih sayang yaitu pada tanggal 14 Februari. Selain itu orang Eropa percaya pada tanggal tersebut adalah musim semi atau musim kawin. Makanya banyak orang-orang didunia yang ikut-ikutan ngerayain. Jadi bagi kita muslimah kita harus pahami sejarah ini. Perayaan ini tidak ada dalam Islam. Agar kelak kita tidak menyesal karena termasuk golongan kafir. Kalau kita ikut-ikutan ngerayain, kita tak ada bedanya dengan mereka seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wasalam “ barang siapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka (HR. abu Daud ). Jadi jangan asal asal ikutan ya? Jika untuk memperingati hari kasih sayang bisa kok tiap hari tanpa mengkhususkan hari hari tertentu. Jadi masih mau ikutan merayakan Valentine nih? Mau digabunggin sama orang-orang kafir ?“ Tanya Sallabillah. Ia pandangi semua isi kelas. Ia lahap semua mata murid-muridnya. Semua tertunduk. Ada yang paham. Ada yang nyeletuk “ ih, Miss ni gak gaul banget, apa apa gak boleh”. Ia tersenyum dan berdo’a semoga diberikan hidayah dan pemahaman kepada murid muridnya. Dibangku nomor tiga ia tangkap sesosok Rein, tidak seperti biasa. Wajahnya pucat, ketika beradu pandang, matanya penuh dengan ketakutan.
***
Rein masih hanyut dalam pikirannya. Seandainay Rein dengarkan kata-kata Salsabillah untuk tidak berpacaran tentu tak akan seperti ini. Dulu dia tidak percaya kata-kata Salsabillah. Menurut Rein pacaran bukanlah berzina seperti yang dikatakan Salsabillah. Baginya pacaran hanya untuk memotivasi dia belajar. Semua sudah terlambat, Dev yang diharapkan bisa jadi motivasi belajar adalah lelaki brengsek yang tak punya hati sama sekali. Tapi Dev juga tidak bisa disalahkan, siapa yang mau dengan perempuan yang tak perawan? Lalu siapa yang disalahkan! Tuhan ? bukankah Tuhan sudah menegurnya, memanggilnya untuk tidak mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al-Isra :32 ). “menagislahlah nak!, menagislah kalau kamu belum siap cerita sekarang, Ibu tunggu. Menangislah!, jika buatmu tenang!”. Diberikannya punggung Salsabillah. Mereka berdua berpelukan seperti seorang anak dan Ibunya. Rein terus menangis, ia mulai mengerti sebenarnya hidup ini memang penuh tangis entah tangis diciptakan karena kesalahan diri sendiri, entah karena orang lain atau memang waktunya harus menagis.
Cerita Sex pesta Perawan
Cerita Sex pesta Perawan
kemudian Pak Hr membalik tubuhku
hingga menungging di hadapannya.
Ia ingin pakai doggy style rupanya.
Tangan lelaki itu kini lebih leluasa
meremas-remas kedua belah payudara aku yang kini
menggantung berat ke bawah.
Sebagai seorang wanita aku memiliki
daya tahan alami dalam bersetubuh.
Tapi bahkan kini aku kewalahan
menghadapi Pak Hr. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya.
Sudah hampir setengah jam ia
bertahan. Aku yang kini duduk
mengangkangi tubuhnya hampir
kehabisan nafas. Kupacu terus goyangan pinggulku,
karena aku merasa sebentar lagi aku
akan memperolehnya. Terus…,
terus…, aku tak peduli lagi dengan
gerakanku yang brutal ataupun
suaraku yang kadang-kadang memekik menahan rasa luar biasa
itu. Dan ketika klimaks itu sampai,
aku tak peduli lagi…, aku memekik
keras sambil menjambak rambutnya.
Dunia serasa berputar. Sekujur
tubuhku mengejang. Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini.
Sungguh ironi memang, aku
mendapatkan kenikmatan seperti ini
bukan dengan orang yang aku
sukai. Tapi masa bodohlah. Berkali-kali kuusap keringat yang
membasahi dahiku. Pak Hr kemudian
kembali mengambil inisiatif. kini
gantian Pak Hr yang menindihi
tubuhku. Ia memacu keras untuk
mencapai klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar,
sementara goyangan pinggulnya
pun semakin cepat dan kasar.
Peluhnya sudah penuh membasahi
sekujur tubuhnya dan tubuhku.
Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini.
Walaupun sudah berumur tapi masih
bertahan segitu lama. Bahkan
mengalahkan semua cowok-cowok
yang pernah tidur denganku,
walaupun mereka rata-rata sebaya denganku. Namun beberapa saat kemudian, Pak
Hr mulai menggeram sambil
mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki
tua itu bergetar hebat di atas
tubuhku. Penisnya menyemburkan
cairan kental yang hangat ke dalam liang kemaluanku dengan derasnya. Beberapa saat kemudian, perlahan-
lahan kami memisahkan diri. Kami
terbaring kelelahan di atas kasur itu.
Nafasku yang tinggal satu-satu
bercampur dengan bunyi nafasnya
yang berat. Kami masing-masing terdiam mengumpulkan tenaga kami
yang sudah tercerai berai. Aku sendiri terpejam sambil mencoba
merasakan kenikmatan yang baru
saja aku alami di sekujur tubuhku ini.
Terasa benar ada cairan kental yang
hangat perlahan-lahan meluncur
masuk ke dalam liang vaginaku. Hangat dan sedikit gatal menggelitik. Bagian bawah tubuhku itu terasa
benar-benar banjir, basah kuyub.
Aku menggerakkan tanganku untuk
menyeka bibir bawahku itu dan
tanganku pun langsung dipenuhi
dengan cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan di sana. “Bukan main Winda, ternyata kau
pun seperti kuda liar!” kata Pak Hr
penuh kepuasan. Aku yang
berbaring menelungkup di atas
kasur hanya tersenyum lemah. aku
sungguh sangat kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak
beristirahat. Persetan dengan
tubuhku yang masih telanjang bulat. Pak Hr kemudian bangkit berdiri, ia
menyulut sebatang rokok. Lalu lelaki
tua itu mulai mengenakan kembali
pakaiannya. Aku pun dengan malas
bangkit dan mengumpulkan
pakaiannya yang berserakan di lantai. Sambil berpakaian ia bertanya,
“Bagaimana dengan ujian saya
pak?”. “Minggu depan kamu dapat
mengambil hasilnya”, sahut laki-laki
itu pendek. “Kenapa tidak besok pagi saja?”,
protes aku tak puas. “Aku masih ingin bertemu kamu,
selama seminggu ini aku minta agar
kau tidak tidur dengan lelaki lain
kecuali aku!”, jawab Pak Hr. Aku sedikit terkejut dengan
jawabannya itu. Tapi akupun segera
dapat menguasai keadaanku.
Rupanya dia belum puas dengan
pelayanan habis-habisanku barusan. “Aku tidak bisa janji!”, sahutku
seenaknya sambil bangkit berdiri
dan keluar dari kamar mencari kamar
mandi. Pak Hr hanya mampu
terbengong mendengar jawabanku
yang seenaknya itu. Aku sedang berjalan santai
meninggalkan rumah pak Hr, ini
pertemuanku yang ketiga dengan
laki-laki itu demi menebus nilai
ujianku yang selalu jeblok jika ujian
dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar dia bisa main
denganku. Dasar…, namun harus
kuakui, dia laki-laki hebat, daya
tahannya sungguh luar biasa jika
dibandingkan dengan usianya yang
hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini
dia masih sanggup menggarapku
tiga kali, sekali di ruang tengah
begitu aku datang, dan dua kali di
kamar tidur. Aku sempat terlelap
sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang.
Berutung kali ini, aku bisa
memaksanya menandatangani
berkas ujian susulanku. “Masih ada mata kuliah Pengantar
Berorganisasi dan Kepemimpinan”,
katanya sambil membubuhkan nilai
A di berkas ujianku. “Selama bapak masih bisa
memberiku nilai A”, kataku pendek. “Segeralah mendaftar, kuliah akan
dimulai minggu depan!”. “Terima kasih pak!” kataku sambil
tak lupa memberikan senyum
semanis mungkin.
“Winda!” teriakan seseorang
mengejutkan lamunanku. Aku
menoleh ke arah sumber suara tadi
yang aku perkirakan berasal dari
dalam mobil yang berjalan perlahan
menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah
yang sangat aku benci muncul dari
balik pintu Mitsubishi Galant keluaran
tahun terakhir itu. “Masuklah Winda…”. “Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan
sendiri koq!”, Aku masih mencoba
menolak dengan halus. “Ayolah, masa kau tega menolak
ajakanku, padahal dengan pak Hr
saja kau mau!”. Aku tertegun sesaat, Bagai disambar
petir di siang bolong. “Da…,Darimana kau tahu?”. “Nah, jadi benar kan…, padahal aku
tadi hanya menduga-duga!” “Sialan!”, Aku mengumpat di dalam
hati, harusnya tadi aku bersikap lebih
tenang, aku memang selalu nervous
kalau ketemu cowok satu ini,
rasanya ingin buru-buru pergi dari
hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu. Seperti tipikal orang Indonesia
bagian daerah paling timur, cowok
ini hitam tinggi besar dengan postur
sedikit gemuk, janggut dan cambang
yang tidak pernah dirapikan dengan
rambut keritingnya yang dipelihara panjang ditambah dengan caranya
memakai kemeja yang tidak pernah
dikancingkan dengan benar
sehingga memamerkan dadanya
yang penuh bulu. Dengan asesoris
kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian…, cukup
menunjukkan bahwa dia ini orang
yang memang punya duit. Namun,
aku menjadi muak dengan
penampilan seperti itu. Dino memang salah satu jawara di
kampus, anak buahnya banyak dan
dengan kekuatan uang serta gaya
jawara seperti itu membuat dia
menjadi salah satu momok yang
paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan
mungkin bahkan tidak pernah lulus,
namun tidak ada orang yang berani
mengusik keberadaannya di kamus,
bahkan dari kalangan akademik
sekalipun. “Gimana? Masih tidak mau masuk?”,
tanya dia setengah mendesak. Aku tertegun sesaat, belum mau
masuk. Aku memang sangat tidak
menyukai laki-laki ini, Tetapi
kelihatannya aku tidak punya pilihan
lain, bisa-bisa semua orang tahu apa
yang kuperbuat dengan pak Hr, dan aku sungguh-sungguh ingin
menjaga rahasia ini, terutama
terhadap Erwin, tunanganku. Namun
saat ini aku benar benar terdesak
dan ingin segera membiarkan
masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan
saja ajakannya. Dino tertawa penuh kemenangan, ia
lalu berbicara dengan orang yang
berada di sebelahnya supaya
berpindah ke jok belakang. Aku
membanting pantatku ke kursi mobil
depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda.
Kesenangan. “Ke mana kita?”, tanyaku hambar. “Lho? Mestinya aku yang harus
tanya, kau mau ke mana?”, tanya
Dino pura-pura heran. “Sudahlah Dino, tak usah berpura-
pura lagi, kau mau apa?”, Suaraku
sudah sedemikian pasrahnya. Aku
sudah tidak mau berpikir panjang
lagi untuk meminta dia menutup-
nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa. “Rupanya dia cukup mengerti apa
kemauanmu Dino!”, Dia
berkomentar. “Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang
itu namanya Maki, orang dengan
penampilan hampir mirip dengan
Dino kecuali rambutnya yang
dipotong crew-cut. “Bagaimana kalau ke rumahku saja?
Aku sangat merindukanmu Winda!”,
pancing Dino. “Sesukamulah…!”, Aku tahu benar
memang itu yang diinginkannya. Dino tertawa penuh kemenangan. Ia melarikan mobilnya makin
kencang ke arah sebuah kompleks
perumahan. Lalu mobil yang
ditumpangi mereka memasuki
pekarangan sebuah rumah yang
cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu
Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota
Great Corolla namun keduanya
kelihatan diparkir sekenanya tak
beraturan. Interior depan rumah itu sederhana
saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak
perabotan pecah belah. Tak lebih.
Dindingnya polos. Demikian juga
tempok ruang tengah. Terasa betapa
luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan rak
minuman beraneka ragam terdapat
di sudut ruangan, menghadap ke
taman samping. Sebuah stereo set
terpasang di ujung bar. Tampaknya
baru saja dimatikan dengan tergesa- gesa. Pitanya sebagian tergantung
keluar.
Dari pintu samping kemudian muncul
empat orang pemuda dan seorang
gadis, yang jelas-jelas masih
menggunakan seragam SMU. Mereka
semua mengeluarkan suara
setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang sepertinya
sesuku dengan Dino atau
sebangsanya, sedangkan yang satu
lagi seperti bule dengan rambutnya
yang gondrong. Sementara si gadis
berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang
hitam lurus dan panjang tergerai
sampai ke pinggang, ia memakai
bandana lebar di kepalanya dengan
poni tebal menutupi dahinya.
Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia
keturunan Cina atau sebangsanya.
Harus kuakui dia memang cantik,
seperti bintang film drama Mandarin.
Berbeda dengan penampilan ketiga
laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan
mereka, dilihat dari tampangnya
yang masih lugu. Ia masih
mengenakan seragam sebuah
sekolah Katolik yang langsung bisa
aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa
bergaul dengan orang-orang ini. Dino bertepuk tangan. Kemudian
memperkenalkan diriku dengan
mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal
orang sebangsa Dino, Tito berbadan
tambun dan yang bule namanya
Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka semua yang
laki-laki memandang diriku dengan
mata “lapar” membuat aku tanpa
sadar menyilangkan tangan di depan
dadaku, seolah-olah mereka bisa
melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini. Tampak tak sabaran Dino menarik
diriku ke loteng. Langsung menuju
sebuah kamar yang ada di ujung.
Kamar itu tidak berdaun pintu,
sebenarnya lebih tepat disebut ruang
penyangga antara teras dengan kamar-kamar yang lain Sebab di
salah satu ujungnya merupakan
pintu tembusan ke ruang lain. Di sana ada sebuah kasur yang
terhampar begitu saja di lantai kamar.
Dengan sprei yang sudah acak-
acakan. Di sudut terdapat dua buah
kursi sofa besar dan sebuah meja
kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang
cover depannya saja bisa membuat
orang merinding. Bergambar
perempuan-perempuan telanjang. Aku sadar bahkan sangat sadar, apa
yang dimaui Dino di kamar ini. Aku
beranjak ke jendela. Menutup
gordynnya hingga ruangan itu
kelihatan sedikit gelap. Namun tak
lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku berputar
membelakangi Dino, dan mulai
melucuti pakaian yang aku kenakan.
Dari blouse, kemudian rok
bawahanku kubiarkan meluncur
bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik
menghadap Dino. Betapa terkejutnya aku ketika aku
berbalik, ternyata di hadapanku kini
tidak hanya ada Dino, namun Maki
juga sedang berdiri di situ sambil
cengengesan. Dengan gerakan
reflek, aku menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku yang
setengah telanjang. Melihat
keterkejutanku, kedua laki-laki itu
malah tertawa terbahak-bahak. “Ayolah Winda, Toh engkau juga
sudah sering memperlihatkan tubuh
telanjangmu kepada beberapa laki-
laki lain?”. “Kurang ajar kau Dino!” Aku
mengumpat sekenanya. Wajah laki-laki itu berubah seketika,
dari tertawa terbahak-bahak menjadi
serius, sangat serius. Dengan tatapan
yang sangat tajam dia berujar,
“Apakah engkau punya pilihan lain?
Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan
kejadian ini.” Aku tertegun, melayani dua orang
sekaligus belum pernah aku lakukan
sebelumnya. Apalagi orang-orang
yang bertampang seram seperti ini.
Tapi seperti yang dia bilang, aku tak
punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di
kepalaku hingga membuat aku
pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai
gemetaran, terasa sekali lututku
lemas sepertinya aku sudah
kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka
sama sekali belum memulainya. Akhirnya, dengan sangat berat aku
menggerakkan kedua tangan ke
arah punggungku di mana aku bisa
meraih kaitan BH yang aku pakai.
Baju yang tadi aku pakai untuk
menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan
sekali sentakan halus BH-ku telah
terlepas dan meluncur bebas dan
sebelum terjatuh ke lantai
kulemparkan benda itu ke arah Dino
yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian
dalam mangkuk bra-ku dengan
penuh perasaan. “Harum!”, katanya. Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu
dari benda itu, dan ketika
ditemukannya ia berhenti. “36B!”, katanya pendek. Rupanya ia pingin tahu berapa
ukuran dadaku ini. “BH-nya saja sudah sedemikian
harum, apalagi isinya!”, katanya
seraya memberikan BH itu kepada
Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-
ikutan menciumi benda itu. Namun
demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku
yang kini tidak tertutup apa-apa lagi. Aku kini hanya berdiri menunggu,
dan tanpa diminta Dino melangkah
mendekatiku. Ia meraih kepalaku.
Tangannya meraih kunciran rambut
dan melepaskannya hingga
rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung. “Nah, dengan begini kau kelihatan
lebih cantik!”
Ia terus berjalan memutari tubuhku
dan memelukku dari belakang. Ia
sibakkan rambutku dan
memindahkannya ke depan lewat
pundak sebelah kiriku, sehingga
bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang.
Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke
tengkuk belakangku. Lidahnya
menjelajah di sekitar leher, tengkuk
kemudian naik ke kuping dan
menggelitik di sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu
yang tadi memeluk pinggangku kini
mulai merayap naik dan mulai
meremas-remas kedua belah
payudaraku dengan gemas. Aku
masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi sama
sekali selain memejamkan mataku. Dino rupanya tidak begitu suka aku
bersikap pasif, dengan kasar ia
menarik wajahku hingga bibirnya
bisa melumat bibirku. Aku hanya
berdiam diri saja tak memberikan
reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke
dalam mulutku, dan ketika berhasil
lidahnya bergerak bebas menjilati
lidahku hingga secara tak sengaja
lidahkupun meronta-ronta. Sambil memejamkan mata aku
mencoba untuk menikmati perasaan
itu dengan utuh. Tak ada gunanya
aku menolak, hal itu akan
membuatku lebih menderita lagi.
Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan
telapak tangannya di payudaraku
sambil sekali-sekali ibu jari dan
telunjuknya memilin-milin puting
susuku, pertahananku akhirnya
bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai
dengan permaian seperti ini hingga
dengan mudahnya Dino mulai
membangkitkan nafsuku. Bahkan
kini aku mulai memberanikan
menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di
belakangku. Sementara dengan ekor
mataku aku melihat Maki beranjak
berjalan menuju sofa dan duduk di
sana, sambil pandangan matanya
tidak pernah lepas dari kami berdua. Mungkin karena merasa sudah
menguasai diriku, ciuman Dino terus
merambat turun ke leherku,
menghisapnya hingga aku
menggelinjang. Lalu merosot lagi
menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai akhirnya
hinggap di salah satu pucuk bukit di
dadaku, Dengan satu remasan yang
gemas hingga membuat puting
susuku melejit Dino untuk
mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu
bergerak memutari seluruh daerah
puting susuku sebelum mulutnya
mengenyot habis puting susuku itu.
Ia menghisapnya dengan gemas
sampai pipinya kempot. Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan
disengat listrik, terasa geli yang luar
biasa bercampur sedikit nyeri di
bagian itu. Aku menggelinjang,
melenguh apalagi ketika puting
susuku digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu
dipermainkan pula dengan lidah
Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya
kesana kemari. Dikecupinya, dan
disedotnya kuat-kuat sampai
putingnya menempel pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks
meremas dan menarik kepalanya
sehingga semakin membenam di
kedua gunung kembarku yang putih
dan padat. Aku sungguh tak tahu
mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku
justeru tenggelam dalam permaianan
itu? Semula aku hanya merasa
terpaksa demi menutupi rahasia atas
perbuatanku. Tapi kemudian
nyatanya, permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh
sekali, Tanpa sadar aku mulai
mengikuti permainan yang dipimpin
dengan cemerlang oleh Dino. “Winda…”, “Ya?”, “Kau suka aku
perlakukan seperti ini?”. Aku hanya
mengangguk. Dan memejamkan
matanya. membiarkan payudaraku
terus diremas-remas dan puting
susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang
luar biasa. Puting susu yang mungil
itu hanya sebentar saja sudah
berubah membengkak, keras dan
mencuat semakin runcing. “Hsss…, ah!”, Aku mendesah saat
merasakan jari-jari tangan lelaki itu
mulai menyusup ke balik celana
dalamku dan merayap mencari liang
yang ada di selangkanganku. Dan
ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-
usap permukaannya, terus
mengusap-usap dan ketika sudah
terasa basah jarinya mulai merayap
masuk untuk kemudian menyentuh
dinding-dinding dalam liang itu. Dalam posisi masih berdiri
berhadapan, sambil terus
mencumbui payudaraku, Dino
meneruskan aksinya di dalam liang
gelap yang sudah basah itu. Makin
lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan,
kedua buah jari yang ada di dalam
liang vaginaku itu bergerak-gerak
dengan liar. Bahkan kadang-kadang
mencoba merenggangkan liang
vaginaku hingga menganga. Dan yang membuat aku tambah gila, ia
menggerak-gerakkan jarinya keluar
masuk ke dalam liang vaginaku
seolah-olah sedang menyetubuhiku.
Aku tak kuasa untuk menahan diri.
“Nggghh…!”, mulutku mulai
meracau. Aku sungguh kewalahan
dibuatnya hingga lututku terasa
lemas hingga akhirnya akupun tak
kuasa menahan tubuhku hingga
merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku
yang terengah-engah. Aku sungguh
tidak memperhatikan lagi yang
kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah
berdiri telanjang bulat di hadapanku.
Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan
angkuhnya berdiri mengangkang
persis di depanku sehingga wajahku
persis menghadap ke bagian
selangkangannya. Disitu, aku melihat
batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang
kehitaman dengan bulu hitam yang
lebat di daerah pangkalnya. Dengan sekali rengkuh, ia meraih
kepalaku untuk ditarik mendekati
daerah di bawah perutnya itu. Aku
tahu apa yang dimauinya, bahkan
sangat tahu ini adalah perbuatan
yang sangat disukai para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral
seks terhadap kelaminnya. Maka, dengan kepalang basah,
kulakukan apa yang harus
kulakukan. Benda itu telah masuk ke
dalam mulutku dan menjadi
permainan lidahku yang berputar
mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu
berhenti ketika menemukan lubang
yang berada persis di ujungnya. Lalu
dengan segala kemampuanku aku
mulai mengelomoh batang itu sambil
kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya
bergetar hebat menahan rasa yang
tak tertahankan. Pada saat itu aku sempat melirik ke
arah sofa di mana Maki berada, dan
ternyata laki-laki ini sudah mulai
terbawa nafsu menyaksikan
perbuatan kami berdua. Buktinya, ia
telah mengeluarkan batang kejantanannya dan mengocoknya
naik turun sambil berkali-kali
menelan ludah. Konsentrasiku buyar
ketika Dino menarik kepalaku
hingga menjauh dari
selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas
kasur yang terhampar di situ. Lalu
dengan cepat ia melucuti celana
dalamku dan dibuangnya jauh-jauh
seakan-akan ia takut aku akan
memakainya kembali. Untuk beberapa detik mata Dino
nanar memandang bagian bawah
tubuhku yang sudah tak tertutup
apa-apa lagi. Si Makipun sampai
berdiri mendekat ke arah kami
berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan. Namun beberapa detik kemudian,
Dino mulai merenggangkan kedua
belah pahaku lebar-lebar. Paha
kiriku diangkatnya dan
disangkutkan ke pundaknya. Lalu
dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya
dan diusap-usapkan ke permukaan
bibir vaginaku yang sudah sangat
basah. Ada rasa geli menyerang di
situ hingga aku menggelinjang dan
memejamkan mata. Sedetik kemudian, aku merasakan
ada benda lonjong yang mulai
menyeruak ke dalam liang vaginaku.
Aku menahan nafas ketika terasa
ada benda asing mulai menyeruak di
situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat
pertama kali ada kejantanan laki-laki
menyeruak masuk ke dalam liang
vaginaku. Dengan perlahan namun pasti,
kejantanan Dino meluncur masuk
semakin dalam. Dan ketika sudah
masuk setengahnya ia bahkan
memasukkan sisanya dengan satu
sentakan kasar hingga aku benar- benar berteriak karena terasa nyeri.
Dan setelah itu, tanpa memberiku
kesempatan untuk membiasakan diri
dulu, Dino sudah bergoyang mencari
kepuasannya sendiri. Dino menggerak-gerakkan
pinggulnya dengan kencang dan
kasar menghunjam-hunjam ke dalam
tubuhku hingga aku memekik keras
setiap kali kejantanan Dino
menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat
yang tak terkira. Ada sensasi aneh
yang baru pertama kali kurasakan di
mana di sela-sela rasa ngilu itu aku
juga merasakan rasa nikmat yang tak
terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku
sampai menangis menggebu-gebu,
sakit keluhku setiap kali Dino
menghunjam, tapi aku semakin
mempererat pelukanku, Pedih, tapi
aku juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap
diriku. Aku semakin merintih. Air mataku
meleleh keluar. kami terus bergulat
dalam posisi demikian. Sampai tiba-
tiba ada rasa nikmat yang luar biasa
di sekujur tubuhku. Aku telah
orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang aku benci.
Tubuhku mengejang selama
beberapa puluh detik. Sebelum
melemas. Namun Dino rupanya
belum selesai. Ia kini membalikkan
tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan
kedua lututku. Ia ingin
meneruskannya dengan doggy style.
Aku hanya pasrah saja. Kini ia menyetubuhiku dari belakang.
Tangannya kini dengan leluasa
berpindah-pindah dari pinggang,
meremas pantat dan meremas
payudaraku yang menggelantung
berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia
bisa dengan leluasa
menggoyangkan tubuhnya dengan
cepat dan semakin kasar. Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah
duduk mengangkang di depanku.
Laki-laki ini juga telah telanjang bulat.
Ia menyodorkan batang penisnya ke
dalam mulutku, tangannya meraih
kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang
kejantanannya itu ke dalam mulutku.
Kini aku melayani dua orang
sekaligus. Dino yang sedang
menyetubuhiku dari belakang. Dan
Maki yang sedang memaksaku
melakukan oral seks terhadap
dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan
untuk menikmati payudaraku. Aku
mengerang pelan setiap kali ia
menghisap puting susuku. Dengan
dua orang yang mengeroyokku aku
sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku
merasa sangat terangsang dengan
posisi seperti ini. Mereka menyetubuhiku dari dua
arah, yang satu akan menyebabkan
penis pada tubuh mereka yang
berada di arah lainnya semakin
menghunjam. Kadang-kadang aku
hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku
mengalah dan hanya diam saja. Dino
yang mengatur segala gerakan. Perlahan-lahan kenikmatan yang
tidak terlukiskan menjalar di sekujur
tubuhku. Perasaan tidak berdaya
saat bermain seks ternyata
mengakibatkan diriku melambung di
luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku
mengejang, deras dan tanpa henti.
Aku mengalami orgasme yang
datang dengan beruntun seperti tak
berkesudahan. Tidak lama kemudian Dino
mengalami orgasme. Batang
penisnya menyemprotkan air mani
dengan deras ke dalam liang
vaginaku. Benda itu menyentak-
nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku.
Aku bisa merasakan air mani yang
disemprotkannya banyak sekali,
hingga sebagian meluap keluar
meleleh di salah satu pahaku.
Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlakuan Dino.
Masih dalam posisi doggy style.
Batang kejantanannya dengan mulus
meluncur masuk dalam sekali sampai
menyentuh bibir rahimku. Ia bisa
mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah
sangat licin dilumasi cairan yang
keluar dari dalamnya dan sudah
bercampur dengan air mani Dino
yang sangat banyak. Permainan
dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino
dengan nafas yang tersengal-sengal
telah duduk telentang di atas sofa
yang tadi diduduki Maki untuk
mengumpulkan tenaga. Aku
mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki
terus memacu gerakkannya. Semakin
lama semakin keras dan kasar
hingga membuat aku merintih dan
mengaduh tak berkesudahan. Pada saat itu masuk Bram dan Tito
bersamaan ke dalam ruangan. Tanpa
basa-basi, mereka pun langsung
melucuti pakaiannya hingga
telanjang bulat. Lalu mereka duduk
di lantai dan menonton adegan mesum yang sedang terjadi antara
aku dan Maki. Bram nampak
kelihatan tidak sabaran Tetapi aku
sudah tidak peduli lagi. Maki terus
memacu menggebu-gebu. Laki-laki
itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung
berat ke bawah. Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan
kembali telentang di atas kasur dan
pada saat itu Bram dengan tangkas
menyodorkan batang kejantanannya
ke dalam mulutku. Aku sudah
setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti
tubuhku. Keadaanku sudah
sedemikian acak-acakan. Rambut
yang kusut masai. Tubuhku sudah
bersimpah peluh. Tidak hanya
keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat
dari para laki-laki yang bergantian
menggauliku. Aku kini hanya
telentang pasrah ditindihi tubuh
gemuk Tito yang bergoyang-goyang
di atasnya. Laki-laki gemuk itu
mengangkangkan kedua belah
pahaku lebar-lebar sambil terus
menghunjam-hunjamkan miliknya
ke dalam milikku. Sementara Bram
tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus
saja menjejal-jejalkan miliknya ke
dalam mulutku. Aku sendiri sudah
tidak bisa mengotrol diriku lagi.
Guncangan demi guncangan yang
diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin
terangsang. Bukan lagi kuluman dan
jilatan yang harusnya aku lakukan
dengan lidah dan mulutku. Dan ketika Tito melenguh panjang, ia
mencapai orgasmenya dengan
meremas kedua belah payudaraku
kuat-kuat hingga aku berteriak
mengaduh kesakitan. Lalu beberapa
saat kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-sengal memisahkan
diri dari diriku. Dan pada saat hampir
bersamaan Bram juga mengerang
keras. Batang kejantanannya yang
masih berada di dalam mulutku
bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat.
Aku meronta, ingin mengeluarkan
banda itu dari dalam mulutku, namun
tangan Bram yang kokoh tetap
menahan kepalaku dan aku tak
kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan
kental yang hangat itu akhirnya
tertelan olehku. Banyak sekali.
Bahkan sampai meluap keluar
membasahi daerah sekitar bibirku
sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan
cepat mencoba menelan semua yang
ada supaya tidak terlalu terasa di
dalam mulutku. Aku memejamkan
mata erat-erat, tubuhku mengejang
melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi
aneh yang luar biasa juga di dalam
diriku. Sungguh sangat erotis
merasakan siksa birahi semacam ini
hingga akupun akhirnya orgasme
panjang untuk ke sekian kalinya.
Dengan ekor mataku aku kembali
melihat seseorang masuk ke
ruangan yang ternyata si bule dan
orang itu juga mulai membuka
celananya. Aku menggigit bibir, dan
mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan mata ketika
Marchell mulai menindihi tubuhku.
Pasrah. Tidak lama kemudian setelah orang
terakhir melaksanakan hasratnya
pada diriku mereka keluar. aku
merasa seluruh tubuhku luluh lantak.
Setelah berhasil mengumpulkan
cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari
tempat tidur, mengenakan
pakaianku seadanya dan pergi
mencari kamar mandi. Aku berpapasan dengan Dino yang
muncul dari dalam sebuah ruangan
yang pintunya terbuka. Lelaki itu
sedang sibuk mengancingkan
retsluiting celananya. Masih sempat
terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas tempat tidur tubuh Shelly yang
telanjang sedang ditindihi oleh tubuh
Maki yang bergerak-gerak cepat.
Memacu naik turun. Gadis itu
menggelinjang-gelinjang setiap kali
Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku. “Di mana aku bisa menemukan
kamar mandi?” tanyaku pada Dino. Tanpa menjawab, ia hanya
menunjukkan tangannya ke sebuah
pintu. Tanpa basa-basi lagi aku
segera beranjak menuju pintu itu. Di sana aku mandi berendam air
panas sambil mengangis. Aku tidak
tahu saya sudah terjerumus ke dalam
apa kini. Yang membuat aku benci
kepada diriku sendiri, walaupun aku
merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu, namun
demikian setiap kali teringat kejadian
barusan, langsung saja
selangkanganku basah lagi. Aku berendam di sana sangat lama,
mungkin lebih dari satu jam lamanya.
Setelah terasa kepenatan tubuhku
agak berkurang aku menyudahi
mandiku. Dengan berjalan tertatih-
tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari pintu
keluar. Sudah hampir jam sebelas
malam ketika aku keluar dari rumah
itu. Sampai di dalam rumah, Aku
langsung ngeloyor masuk ke kamar.
Aku tak peduli dengan kakakku
yang terheran-heran melihat tingkah
lakuku yang tidak biasa, aku tak
menyapanya karena memang sudah tidak ada keinginan untuk berbicara
lagi malam ini. Aku tumpahkan
segala perasaan campur aduk itu,
kekesalan, dan sakit hati dengan
menangis.
TAMAT




Cerita Sex dipaksa diperkosa
Cerita Sex dipaksa diperkosa
Karena waktunya
yang 4 hari itu cukup panjang, dia menyarankan aku untuk ambil cuti dari
kantorku dan dia ngajak aku ikut serta sambil menikmati suasana kota
Yogyakarta dimana penataran itu akan berlangsung.
Di sela-sela
waktunya nanti dia akan ajak aku untuk melihat sana-sini di seputar
Yogyakarta, antara lain Keraton Yogya yang selama ini belum pernah aku
melihatnya. Ah.. tumben suamiku punya idea yang brilyan, senyumku. Aku
akan urus cutiku itu.
Begitulah, pada hari Minggu, 25 Nopember malam aku bersama suami telah berada di restoran Novotel Yogyakarta yang terkenal itu.
Aku perhatikan
semua kursi dipenuhi pengunjung. Secara ala kadarnya aku diperkenalkan
dengan teman-teman suamiku yang juga datang bersama istri mereka.
Dalam kerumunan
meja besar untuk rombongan suamiku ini kami nampaknya merupakan pasangan
yang paling muda dalam usia. Dan tentu saja aku menjadi perempuan yang
termuda dan nampaknya juga paling cantik.
Sementara ibu-ibu
yang lain rata-rata sudah nampak ber-cucu atau buyut barangkali. Dan
akhirnya aku tidak bisa begitu akrab dengan para istri-istri yang
rata-rata nenek-nenek itu.
Mungkin duniaku bukan lagi dunia mereka. Cara pandang dan sikap kehidupanku sudah jauh beda dari masa mereka.
Karena paling muda
suamiku kebagian kamar yang paling tinggi di lantai 5, sementara
teman-temannya kebanyakan berada di lantai 2 atau 3.
Bagiku tak ada
masalah, bahkan dari kamarku ini aku bisa lebih leluasa melihat
Yogyakarta di waktu malam yang gebyar-gebyar penuh lampu warna-warni.
Malam itu kami
serasa berbulan madu yang kedua. Kami bercumbu hingga separoh malam
sebelum tidur nyenyak hingga saat subuh datang.
Pagi harinya kami
sempat sedikit jalan-jalan di taman hotel yang cukup luas itu untuk
menghirup udara pagi sebelum kami sarapan bersama.
Jadwal penataran
suamiku sangat ketat, maklum disamping setiap session selalu diisi oleh
pembicara tamu atau ahli dari Jakarta, juga dihadiri oleh pejabat
penting dari berbagai tingkatan dan wilayah setanah air.
Setiap pagi
suamiku harus sudah berada di tempat seminar di lantai 2 pada jam 7
pagi. Apalagi sebagai anggota rombongan yang termuda dia seperti kena
pelonco, segala hal yang timbul selalu larinya ke dia.
Untung suamiku bertype "positive thinking" dan selalu penuh semangat dalam melaksanakan semua tugasnya.
Sesaat setelah
suamiku memasuki ruang penataran aku sempatkan jalan-jalan di seputar
hotel kemudian mencari book store untuk membeli koran pagi.
Sesudah duduk
sebentar di lobby aku balik ke kamar untuk mencoba telpon ke rumah
sekedar 'check rechek' kegiatan pelayanku di rumah.
Kemudian duduk
santai membaca koran di balkon kamarku yang berpanorama atap-atap
kampung Yogyakarta sambil minum coklat instant yang tersedia di setiap
kamar Novotel ini.
Bosan membaca
koran aku buka channel TV sana-sini yang juga membosankan. Aku berpikir
mau apa lagi, nih. Akhirnya sekitar jam 9 pagi aku berpikir sebaiknya
aku turun ke lobby sambil mencuci mata melihat etalase toko di
seputarnya.
Aku keluar kamar
melangkah di koridor yang panjang untuk menuju lift. Bersamaan dengan
itu kulihat kamar di depan kamarku pintunya terbuka dan nampak sepintas
di dalamnya ada seseorang setengah umur sedang sibuk menulis.
Dia sempat menengok ke arahku sebelum aku bergerak menuju lift. Hal yang lumrah di dalam hotel yang tamunya dari segala macam orang dan asal.
Tak terbersit pikiran apapun pada apa yang barusan tampak oleh mataku.
Aku adalah type
perempuan yang berpribadi dan paling teguh menjaga diri sendiri baik
karena kesadaran sosial budayaku maupun kesadaran akan etika moral yang
berkaitan dengan nilai-nilai kesetiaan seorang istri pada suaminya.
Kembali aku
jalan-jalan di seputar lobby, di shopping arcade yang menampilkan
berbagai rupa barang dagangan pernik-pernik menarik, ada parfum, ada
accessories, ada boutique. Ah.. aku nggak begitu tertarik dengan semua
itu.
Aku punya
pandangan sendiri bagaimana membuat hidup lebih nyaman dan punya nilai.
Aku memang tidak tertarik dengan pola hidup khalayak.
Aku menyenangi
keindahan yang serba alami. Kalau toh ada poles di sana, itu adalah
'touch' yang lahir dari sikap budaya sebagaimana manusia yang memang
memiliki rasa dan pikir.
Demikian pula yang berkaitan dengan kecantikan. Aku sangat menyadari bahwa basis tampilanku adalah perempuan yang cantik.
Dan hal itu
terbukti dari banyak orang yang sering secara langsung ataupun tidak
langsung memberikan komentar dan penghargaan atas kecantikanku serta
sikapku pada kecantikanku itu.
Aku ingin kecantikkan yang juga memancar dari sikap budayaku. Dengan demikian aku akan selalu cantik dalam keadaan apapun.
Oleh karenanya aku
sangat menyukai 'touch' yang sangat mencerminkan kemuliaan pribadi.
Buatku hidup ini sangat tinggi maknanya dan perlu disikapi secara mulia,
khas dan penuh kepribadian.
Sesudah 1 jam
jalan dan lihat sana-sini kembali aku dilanda rasa bosan yang menuntunku
untuk balik ke kamar saja. Aku memasuki kembali lift menuju kamarku di
lantai 5.
Aku masih melihat
kamar depanku yang tetap pintunya terbuka. Aku membuka pintuku dan
masuk. Aku sedang hendak mengunci kembali kamarku ketika terdengar dari
luar sapaan halus.
"Selamat pagi"
Yang spontan aku jawab selamat pagi pula sambil membuka sedikit pintuku.
Kulihat lelaki
dari kamar depanku itu dan begitu cepat menyisipkan tangannya ke celah
pintu dan meraih daunnya, kemudian dengan sangat sigap pula masuk
menelusup ke kamar sebelum aku menyadari dan mempersilahkannya.
Hal yang sungguh
sangat tidak mengenakkan aku. Aku tidak terbiasa berada dalam sebuah
ruangan tertutup dengan lelaki lain yang bukan suamiku.
Tetapi peristiwa
itu rasanya berlangsung demikian cepat. Bahkan kemudian lelaki itu
merapatkan dan langsung mengunci pintuku hingga kini benar-benar aku
bersamanya dalam kamar tertutup dan terkunci ini.
Ini adalah sebuah
kekeliruan yang besar. Aku langsung marah dan berusaha menolaknya keluar
dengan meraih kunci di pintu. Tetapi kembali dia lebih sigap dari aku.
"Tenang, zus,
jangan takut. Aku nggak akan menyakiti zus, kok. Aku cuma sangat kagum
dengan kecantikan yang zus miliki. Benar-benar macam kecantikan yang
lahiriah maupun kecantikkan dari dalam batin.
Inner beauty.
Khayalanku menjadi melambung jauh setiap melihat zus. Sejak semalam di
meja makan saat makan malam, kebetulan aku berada di samping meja makan
rombongan suami zus, aku lihat tangan-tangan lentik zus.
Aku pastikan zus
sangat cantik. Dan pagi tadi saat zus jalan-jalan di taman bersama suami
dan kemudian juga jalan-jalan di sekitar lobby kembali aku sangat
mengagumi penampilan zus.
Aku sangat terpesona dan tak mampu menahan diriku. Aku kepingin sekali tidur bersama zus, pagi ini".
Orang itu
memandangkan matanya tajam ke mataku. Omongan orang itu benar-benar
biadab, tak punya malu. Apalagi rasa hormat. Dia seakan begitu yakin
pasti menang atasku.
Edan! Kok ada
orang edan macam ini. Omongan panjangnya kurasakan sangat merendahkan
diriku, kurang ajar, mengerikan dan menakutkan. Limbung dan ketakutan
yang amat sangat langsung melanda sanubariku.
Bulu kudukku
merinding. Aku sepertinya jatuh dari ketinggian tanpa tahu akhirnya.
Rasa sesak nafasku demikian menekan emosiku. Aku merasa begitu sangat
lemah, terbatas dan tak punya pilihan.
Jangan harap kebaikan dari lelaki biadab ini. Dia jelas tidak menyadari dan paham betapa aku mengagungkan nilai-nilai hidup ini.
Dia tidak tahu betapa aku selalu takut pada pengkhianatan dan pengingkaran terhadap kesetiaanku pada suami.
Aku sama sekali tak pernah siap akan hal-hal yang sebagaimana kuhadapi saat ini. Sungguh edan!!
Kemudian dengan
kalemnya dia raih tangan dan pinggangku untuk memelukku. Harga diri dan
martabatku langsung bangkit marah. Aku berontak dan melawannya habis-habisan.
Tanganku meraih
apapun untuk aku pukulkan pada lelaki itu. Kutendangkan kakiku ke
tubuhnya sekenanya, kucakarkan kukuku pada tubuhnya sekenanya pula.
Tetapi.. Ya ampuunn.. Dia sangat tangguh dan kuat bagiku.
Lelaki itu
berpostur tinggi pula dan mengimbangi tinggiku, dan usianya yang aku
rasa tidak jauh beda dengan usia suamiku disertai dengan otot-otot
lengannya yang nampak gempal saat menahan pegangan tanganku yang terus
berontak dan mencakarinya.
Dia seret dan
paksa aku menuju ke ranjang. Aku setengah dibantingkannya ke atasnya.
Dan aku benar-benar terbanting. Kacamataku terlempar entah ke mana.
Teriakanku sia-sia. Aku rasa kamar Novotel ini kedap suara sehingga suaraku yang sekeras apapun tidak akan terdengar dari luar.
Karena
perlawananku yang tak kenal menyerah dia dengan cepat meringkus
tangan-tanganku dan mengikatnya dengan dasi suamiku yang dia temukan dan
sambar dari tumpukan baju dekat ranjang hotel.
Dia ikat tanganku
ke backdrop ranjang itu. Aku meraung, menangis dan berteriak
sejadi-jadinya hingga akhirnya dia juga sumpel mulutku, entah pakai apa,
sehingga aku tak mampu lagi bergerak banyak maupun berteriak.
Sesudah itu dia
tarik tungkai kakiku mengarah ke dirinya. Dia nampak berusaha
menenangkan aku, dengan cara menekan mentalku, seakan meniupi telingaku.
Dia berbisik dalam desahnya,
"Ayolah, zus,
jangan lagi memberontak. Nanti lelah saja. Percuma khan, Waktu kita
nggak banyak. Sebentar lagi suami zus istirahat makan siang.
Dan bukankah dia selalu menyempatkan untuk menjemput zus untuk makan bersama?!".
Aku berpikir cepat
menyadari kata-katanya itu dan menjadi sangat khawatir. Ini orang
memang betul-betul lihay. Mungkin memang tukang perkosa profesional.
Dia seakan tahu
dan menghitung semuanya. Dia bisa melemparkan isue yang langsung
menekan. Dia tahu bahwa aku tidak mau kehilangan suamiku.
Dan dia juga tahu,
kalau toh kepergokpun, dia tak akan merugi. Hampir tak pernah dengar
ada suami yang melapor istrinya diperkosa orang.
Yang ada hanyalah
seorang suami yang menceraikan istrinya tanpa alasan yang jelas.
Disinilah bentuk tekanan lelaki biadab ini padaku. Sementara itu
tindakan brutalnya terus dilakukannya.
Dia robek blusku
dengan kekerasannya untuk menelanjangi dadaku. Dia hentakkan kutangku
hingga lepas dan dilemparkannya ke lantai. Kemudian dengan seringainya
dia menelusurkan mukanya.
Dia benamkan
wajahnya ke ketiakku. Dia menciumi, mengecup dan menjilati lembah-lembah
ketiakku. Dari sebelah kanan kemudian pindah ke kiri. Yang kurasakan
hanyalah perasaan risih yang tak terhingga.
Suatu perasaan yang terjadi karena tiba-tiba ada sesuatu, entah setan, binatang atau orang telah merangseki tubuhku ini.
Tangan-tangannya
menjamah dan menelusup kemudian mengelusi pinggulku, punggungku, dadaku.
Tangannya juga meremas-remas susuku. Dengan jari-jarinya dia memilin
puting-puting susuku. Disini dia melakukannya mulai dengan sangat pelan.
Ah.. Bukan pelan,
tt.. tetapi.. lembut. Dd.. dan.. dan demikian penuh perasaan. Kurang
ajaarr..! D.. dd.. dia pikir bisa menundukkan aku dengan caranya yang
demikian itu.
Aku terus berontak
dalam geliat.. Tetapi aku bagai kijang yang telah lumpuh dalam terkaman
predatornya. Aku telah rebah ke tanah dan cakar-cakar predatorku telah
menghunjam di urat leherku.
Kini aku hanyalah seonggok daging konsumsi predatorku.
Aku sesenggukan
melampiaskan tangisku dalam sepi. Tak ada suara dari mulutku yang
tersumpal. Yang ada hanya air mataku yang meleleh deras.
Aku memandang
ke-langit-langit kamar Novotel. Aku demikian sakit atas ketidak adilan
yang sedang kulakoni. Kini lelaki itu melihati aku. Aku menghindarkan
tatapan matanya. Dia menciumi pipiku dan menjilat air mataku,
"Duhh, sayangkuu.. kamu cantik banget, siihh.. ", orang ini benar-benar kasmaran padaku.
Dia juga menciumi
tepian bibirku yang tersumpal. Kini kengerian dari kebiadaban berikutnya
datang menyusul. Tangannya sigap menyibakkan gaun penutup wilayah
rahasiaku.
Tangan lainnya
mencapai pahaku dan mulai meraba-raba kulitku yang sangat halus karena
tak pernah kulewatkan merawatnya. Lelaki ini tahu kehalusan kulitku.
Dia merabanya dengan pelan dan mengelusinya semakin lembut. Ucchh.. Betapa aku dilanda perasaan malu yang amat sangat.
Aku yang tak
pernah menunjukkan auratku selama ini, tiba-tiba ada seorang lelaki
asing yang demikian saja merabaiku dan menyingkap segala kerahasiaanku.
Kemudian dia
kembali melanjutkan kebiadabannya, dia merenggut dan merobek gaunku. Dia
tarik dari haribaan tubuhku. Dia campakkan ke lantai sebagaimana
kutangku tadi.
Dan kini aku
hanyalah perempuan yang hina dengan setengah telanjang dan siap dalam
perangkap lumatannya. Aku merasakan sepertinya dia telah merobeki jiwaku
dan mencampakannya ke lantai kehinaan perempuan.
Aku merasakan
betisku, pahaku kemudian gumpalan bokongku dirambati tangan-tangannya.
Berontakku sekali lagi hanyalah kesia-siaan.
Dia menindih berat
dengan dadanya. Wajahnya mendekat hingga kurasakan nafasnya yang
meniupkan angin ke selangkanganku. Lelaki itu mulai menenggelamkan
wajahnya ke selangkanganku. Bukan main. Belum pernah ada seorangpun
berbuat macam ini padaku. Juga tidak begini suamiku selama ini.
Edan. Edaann..!!
Aku
tak kuasa menolak semua ini. Segala berontakku kandas. Kemudian aku
merasakan lidahnya menyapu pori-pori selangkanganku. Edaann..!!
Lidah itu sangat
pelan menyapu dan sangat lembut. Sesaat sepertinya aku berada di
persimpangan jalan. Di depan mataku ada 2 potret. Aku membayangkan
suamiku dan sekaligus lelaki ini.
Salahkah aku?
Dosakah aku?
Siapa yang salah?
Kenapa aku ditinggal sendirian di kamar ini?
Kenapa mesti ada lelaki ini?
Aku berpusing.
Duniaku seakan-akan berputar dan aku tergiring pada tepian samudra yang
sangat mungkin akan menelan dan menenggelamkan aku.
Aku mungkin sedang
terseret dalam sebuah arus yang sangat tak mampu kulawan. Aku merasakan
lidah-lidah lelaki ini seakan menjadi seribu lidah.
Seribu lidah
lelaki ini menjalari semua bagian-bagian rahasiaku. Seribu lidah lelaki
inilah yang menyeretku ke tepian samudra kemudian menyeret aku untuk
tertelan dan tenggelam.
Ammpuunn.. Bayangan kengerian akan ingkarnya kesetiaan seorang istri menerkam aku. Keringatku meluncur deras.
Aku tak bisa
pungkiri. Aku sedang jatuh dalam lembah nikmat yang sangat dalam.. Aku
sedang terseret dan tenggelam dalam samudra nafsu birahiku. Aku sedang
tertelan oleh gelombang nikmat syahwatku.
Salahkah akuu..??
Salahkah..??
Dan saat kombinasi
lidah yang menjilati selangkanganku dan sesekali dan jari-jari
tangannya yang mengelusi paha di wilayah puncak-puncaknya rahasiaku, aku
semakin tak mampu menyembunyikan rasa nikmatku.
Isak tangisku terdiam, berganti dengan desahan dari balik kain yang menyumpal mulutku.
Dan saat kombinasi
olahan bibir dan lidah dipadukan dengan bukan lagi sentuhan tetapi
remasan pada kemaluanku, desahanku berganti dengan rintihan yang penuh
derita nikmat birahi. Aku telah tenggelam.
Dan gelombang itu kini menggoyang pantatku. Aku menggelinjang. Aku histeris ingin..
Yaa.. Aku ingin!
Aku punya ingin menjemputi ribuan lidah dan jari-jari lelaki ini. Ampuunn..!!
Masih adakah aku??
Dan ah.. Pintarnya
lelaki ini. Dia begitu yakin bahwa aku telah tenggelam. Dia begitu
yakin bahwa aku telah tertelan dalam syahwatku. Dia renggut sumpal di
mulutku.
"Ayolah, sayang.. mendesahlah.. merintihlah.. Ambil nikmatmu. Teguk haus birahimu..",
Aku mendesah dan
merintih sangat histeris. Kulepaskan dengan liar derita nikmat yang
melandaku. Aku kembali menangis dan mengucurkan air mata. Aku kembali
berteriak histeris.
Tetapi kini aku
menangis, mengucurkan air mata dan berteriak histeris beserta gelinjang
syahwatku. Aku meronta menjemput nikmat. Aku menggoyang-goyangkan
pinggul dan pantatku dalam irama nafsu birahi yang menerjangku.
Dan sejak saat itu
aku memasuki wilayah tak terhingga, tanpa batasan norma sekaligus
meninggalkan batasan-batasan yang selama ini kupertahankan dengan sangat
teguhnya.
Aku memasuki suatu
wilayah yang terbersit sepintas, bahwa aku sebenarnya pernah
menginginkan nilai macam ini, nilai dimana tak ada kekhawatiran,
ketakutan, rasa salah dan rasa mengkhianati.
Aku memasuki
wilayah dimana aku eksis secara murni menjadi diriku. Mungkin semacam
ini alamiahku, yang adalah mahkluk untuk dipenuhi keinginan nafsu dan
birahi yang demikian bebas tanpa kendali.
Bahkan aku merasa ini adalah hak. Hak-ku. Aku merasa ber-hak untuk mendapatkannya.
Dan ke-tak
terhingga-an serta ke-tak terbatas-an itu merayap menuju puncaknya
ketika aku diterpa rasa dingin menggigil serta gemetar seluruh tubuhku
yang disebabkan bibir lelaki itu merambah turun meluncur melewati
perutku dan langsung menghunjam terperosok ke-kemaluanku.
Aku tak mampu
mengendalikan diriku lagi. Aku bergoncang-goncang mengangkati pantatku
untuk mendorong dan menjemputi bibirnya karena kegatalan yang amat
sangat pada kemaluanku.
Dengan serta merta pula aku berusaha menjilati buah dadaku sendiri menahan gelinjang nikmat yang melanda nafsu birahiku.
Dan kurasakan betapa kecupan, gigitan dan ruyak lidah lelaki ini membuat gigil dan gemetarku melempar aku ke lupa diri.
Akhirnya karena tak mampu aku menahannya lagi aku merintih.
"Hauss, mmaass.. Aku hauss.."
Rintihan itu membuat lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku hingga bisa kuraih bibirnya.
Aku rakus menyedotinya. Kehausanku yang tak bisa kubendung membuat aku ingin melumati mulutnya. Aku berpagut dengan pemerkosaku.
Aku melumat
mulutnya sebagaimana sering aku melumati mulut suamiku saat aku sudah
sangat di puncak birahiku. Aku benar-benar dikejar badai birahiku.
Aku benar-benar
gelisah gelombang syahwatku. Biasanya kalau sudah begini suamiku
langsung tahu. Dia akan menusukkan penisnya ke vaginaku untuk menutup
kegairahanku. Dia akan menjejalkan kontolnya dan memekku pasti cepat
menjemputnya.
Dan kini aku
benar-benar menunggu lelaki itu memasukkan kontolnya ke kemaluanku pula.
Aku sebenar-benarnya berharap karena sudah tidak tahan merasakan badai
birahiku yang demikian melanda seluruh organ-organ peka birahi di
tubuhku.
Tiba-tiba aku
merasakan sesuatu yang sama sekali diluar dugaanku. Aku sama sekali tak
menduga, karena memang aku tak pernah punya dugaan sebelumnya. Kemaluan
lelaki ini demikian gedenya.
Rasanya ingin
tanganku meraihnya, namun belum lepas dari ikatan dasi di backdrop
ranjang ini. Yang akhirnya kulakukan adalah sedikit mengangkat kepalaku
dan berusaha melihati kemaluan itu. Ampuunn.. Sungguh mengerikan.
Rasanya ada pisang
tanduk gede dan panjang yang sedang dipaksakan untuk menembusi memekku.
Aku menjerit tertahan. Tak lagi aku sempat memandangnya.
Lelaki ini sudah
langsung menerkam kembali bibirku. Dia kini berusaha meruyakkan lidahnya
di rongga mulutku sambil menekankan kontolnya untuk menguak bibir
vaginaku.
Selama ini aku
pikir kontol suamiku itulah pada umumnya kemaluan lelaki itu. Kini aku
dihadapkan kenyataan betapa besar kontol di gerbang kemaluanku saat ini,
yang terus berusaha mendesaki dan menembusi kemaluanku tetapi tak
kunjung berhasil.
Aku sendiri sudah demikian kehausan dan tanpa malu lagi mencoba merangsekkan lubang kemaluanku tetapi tak juga berhasil.
Cairan-cairan yang
mestinya melicinkanpun belum bisa membantu lincirnya kontol itu
memasuki kemaluanku. Tetapi lelaki ini ada cara.
Dia meludah pada
tangannya untuk kemudian menambahi lumuran pelicin pada bibir
kemaluanku. Dia lakukan 2 atau 3 kali. Dan sesudahnya dia kembali
menyorongkan ujung kontolnya yang dengan serta merta aku menyambutnya
hingga..
Blezzhh..
Ampuunn.. Kenapa sangat nikmat begini, ya, ampuunn.. Kemana nikmat macam ini selama ini..??
Kemana nikmat dari suamiku yang seharusnya kudapatkan selama ini..??
Kenapa aku belum pernah merasakan nikmat macam ini..??
Kombinasi
ke-sesakkan karena cengkeraman kemaluanku pada bulatan keras batang
besar kontol lelaki ini sungguh menyuguhkan sensasi terbesar dalam
seluruh hidupku selama ini.
Aku rasanya
terlempar melayang kelangit tujuh. Aku meliuk-liukkan tubuhku,
menggeliat-liat, meracau dan mendesah dan merintih dan mengerang dan..
Aku bergoncang dan
bergoyang tak karuan.. Ya, ampuunn.. Orgasmeku dengan cepat menghampiri
dan menyambarku. Aku kelenger dalam kenikmatan tak bertara. Lelaki ini
langsung mematerikan nilai tak terhingga pada sanubariku.
Aku masih kelenger
saat dia mengangkat salah satu tungkai kakiku untuk kemudian dengan
semakin dalam dan cepat menggenjoti hingga akhirnya muntah dan
memuntahkan cairan panas dalam rongga kemaluanku.
Uhh.. Nikmat inii.. Uucchh..
Kami langsung roboh. Hening sesaat. Aneh, aku tak merasa menyesal, tak merasa khawatir, tak merasa takut.
Ada rasa
kelapangan dan kelegaan yang sangat longgar. Aku merasakan seakan
menerima pencerahan. Memahami arti nikmat yang sejati dari peristiwa
ranjang.
Demikian membuat
aku seakan di atas rakit yang sedang hanyut dalam sungai dalam yang
sangat anteng. Aku bahkan tertidur barang 5 menit.
Aku bangun karena
dering telpon. Itu pasti suamiku. Aku langsung cemas. Lelaki itu tak
lagi berada di sampingku. Aku coba tengok ke kamar mandi sebelum
menjawab telepon.
Tak juga kutemui. Ternyata itu telepon dari kamar di depanku, telepon dari lelaki itu.
"Zus, cepat mandi, 15 menit lagi suamimu kembali ke kamar, saatnya mereka istirahat".
Ah, bijak juga
dia. Aku rapikan ranjang dan sepreinya, kemudian cepat mandi. Siang itu
aku usul pada suamiku untuk makan di kamar saja, badanku agak nggak
enak, kataku.
Memang badanku agak lemes sejak aku mendapatkan orgasmeku yang bukan main dahsyatnya tadi.
Dan aku merasakan ada kelegaan sedikit, tak ada nampak bekas-bekas ulah lelaki itu pada bagian-bagian peka tubuhku.
Saat ketemu di siang itu suamiku nampak menunjukkan sedikit prihatin padaku. Dia tahu aku dilanda rasa bosan menunggu.
Dia sarankan aku jalan-jalan ke Molioboro atau tempat lainnya yang tak begitu jauh dari hotel. Aku mengangguk setuju.
Ah.. Akhirnya aku dapat ide.
Menjelang jam 1
siang suamiku kembali ke ruang penataran di lantai 2, dan jam 1 lebih 5
menit lelaki itu kembali menelponku, aku nggak menjawab langsung
kututup.
Aku kembali merasa
ketakutan pada apa yang aku pahami selama ini. Aku tak akan
melanggarnya lagi. Yang sudah, ya, sudah. Masak aku mesti sengaja
mengulangi kesalahanku lagi.
Tetapi tiba-tiba
ada ketukan di pintu. Aku curiga, lelaki itu datang lagi. Dan aku nggak
tahu, kenapa aku ingin tahu. Aku ingin tahu siapa yang mengetuk itu,
walaupun aku sudah hampir pastikan dia sang lelaki yang tak kukenal itu.
Kuintip dari
lubang lensa kecil di pintu. Dan benar, dia lagi. Dari dalam aku teriak
kasar, mau apa kamu, yang dia sahuti dengan halus.
"Sebentar saja zus, aku mau bicara. Sebentar saja, zus, ayo dong, bukain pintu", pintanya.
Aku jadi ingat
akan gelinjang nikmat yang aku terima darinya. Aku juga ingat betapa
kontolnya tak pernah kurasakan nikmat macam itu. Aku juga ingat betapa
lidahnya yang menyelusuri gatal bukit dadaku.
Dan aku ingat pula
betapa gigitan kecilnya pada pentilku demikian merangsang dan
menggetarkan seluruh tubuhku. Kini aku lihat kembali bibir edan itu dari
lubang pintu ini.
Dan tanpa bisa
kuhindarkan tangan kananku menggerakkan turun handle pintu ini. Dan,
clek, terbuka celah sempit di ambang pintu. Dan dengan cepat, sret,
tangan lelaki itu cepat menyelip di celah ambang itu.
"Sebentar, saja zus, perbolehkan aku masuk"
Dia tidak menunggu
ijinku. Kakinya langsung mengganjal pintu dan dengan kaki lainnya
mendorong, dia masuk. Kembali dia memeluki aku, lantas menciumi bibirku,
lantas menyingkap gaunku, lantas melepasi kutangku, lantas memerosotkan
celana dalamku.
Lantas mengelusi pantatku, pahaku, meremasi kemaluanku kembali, bibirnya terus melumati bibirku.
Kacamataku
diangkatnya. Itulah rangkaian serangannya padaku. Pada awalnya aku
kembali berusaha berontak dan melawan, walaupun kali ini tidak segigih
pada peristiwa pagi tadi.
Dan aku yang memang bersiap untuk "keok" langsung takluk bersimpuh saat tangan ototnya meremasi wilayah peka di selangkanganku.
Kali ini dia
gendong aku menuju ke-ranjang dan sama-sama berguling di atasnya. Tetapi
kali ini dia tidak menelanjangi aku. Dia hanya singkapkan gaunku,
kemudian dia memelukku dari arah punggungku.
Dia lumati kudukku
yang langsung membuat aku menjadi sedemikian merinding dan tanpa
kuhindarkan tanganku jadi erat memegangi tangannya.
Suatu kali ciuman
di kudukku demikian membuat aku tergelinjang hingga aku menengokkan
leherku untuk menyambar bibirnya. Kami saling berpagut dengan buasnya.
Lelaki itu rupanya
ingin menambah khasanah nikmat seksual baru padaku. Aku tak tahu kapan
dia melepasi celananya, tahu-tahu kontolnya sudah menyodokki kemaluanku
dari arah belakangku. Dengan posisi miring serta satu tungkai kakiku dia
peluk ke atas, kontolnya menyerbu memekku dan..
Blezzhh.. Blezzhh.. Blezzhh..
Dia kembali memompa. Rupanya kemaluanku sudah cepat adaptasi, kontol gedenya tak lagi kesulitan menembusi memekku ini.
Posisi ini, duh.. Nikmatnya tak alang kepalang. Macam ini sungguh menjadi kelengkapan sensasi perkosaannya padaku yang kedua.
Ah, entah, ini masih bisa disebut sebagai perkosaannya padaku atau sudah menjadi penyelewenganku pada suamiku.
Rasanya sudah tak lagi penting buatku yang kini sedang demikian sepenuhnya menikmati kerja lelaki ini pada tubuhku.
Beberapa kali dia membetulkan singkapan gaunku yang menghalangi pompaan kontolnya pada kemaluanku.
Sesudah beberapa
lama dalam nikmat posisi miring, diangkatnya tubuhku menindih tubuhnya.
Posisi baru ini menuntut aku yang harus aktif bergerak.
Terlintas rasa
maluku. Tak pernah aku berlaku begini. Biasanya aku merupakan bagian
yang pasif dalam ulah sanggama dengan suamiku, tetapi kali ini.
"Ayo, sayang, naik turunkan pantatmu, sayang, ayoo.."
Lelaki itu setengah memaksa aku untuk menaik turunkan pantatku dalam menerima tembusan kontolnya dari bawah tubuhku.
Dan sesungguhnya
aku yang memang sangat kegatalan menunggu sodokkan-sodokkannya kini
berusaha menghilangkan rasa maluku dan mencoba memompa.
Uh.., sungguh tak
terduga nikmatnya. Aku mengerang dan merintih setengah berteriak setiap
kali aku menurunkan pantatku dan merasakan betapa kontol gede itu
meruyak di dalam rongga kemaluanku, menggeseki saraf-saraf gatal di
dalamnya.
"Sayang, coba kamu duduk tegak dengan terus memompa, kamu akan merasakan sangat nikmat.
Saya jamin pasti
kamu nggak mau berhenti nantinya", begitulah dia antara menghimbau dan
memerintah aku yang dengan tangannya mengangkat tubuhku tanpa melepaskan
kontolnya dari kemaluanku.
Dan dengan aku berposisi duduk membelakangi dia dan tanganku yang bertumpu pada dadanya, aku kembali memompa.
Ah.., dia benar
lagi. Ini kembali menjadi sensasi seksualku, karena aku sekarang melihat
betapa diriku nampak di cermin kamarku dengan kerudung rambutku yang
sudah awut-awutan dan demikian basah oleh keringatku.
Aku seperti main enjot-enjotan naik-turun di atas kuda-kudaan.
Sepintas ada malu
pada ulahku itu. Kok, bisa-bisanya, hanya dalam waktu satu hari aku
melakukan hubungan mesum perkosaan atau penyelewengan, entahlah, dengan
lelaki yang tak kukenal ini.
Dan yang terjadi
kemudian adalah genjotan naik turunku semakin cepat saja. Aku merasakan
betapa kegatalan yang sangat menguasai rongga kemaluanku.
Serta dengan
menyaksikan diriku sendiri pada cermin yang tepat di mukaku, nafsu
birahiku langsung melonjak dan mendorong gelinjangku kembali mendekati
orgasmeku yang kedua dalam tempo tidak lebih dari 4 jam ini.
Dan saat orgasme
itu akhirnya benar-benar hadir, aku kembali berteriak histeris
mengiringi naik turunnya pantatku yang demikian cepat.
Kontol yang keluar
masuk pada lubang kemaluanku nampak seperti pompa hidrolik pada mesin
lokomotif yang pernah aku lihat di stasiun Gambir.
Lelaki itu juga
membantu cepatnya keluar masuk kontolnya. Aku kembali rubuh. Sementara
dia, lelaki yang belum memuasi dirinya itu menyeretku ke tepian kasur
dan meneruskan pompaannya hingga menyusul mencapai titik klimaksnya.
Dia cengkeram pahaku dan kurasakan kedutan-kedutan kontolnya menyemprotkan cairan kental panas pada kemaluanku kembali.
Saat jeda, dia
menceritakan siapa dirinya. Dia adalah seorang dokter kandungan. Dia
sangat tahu seluk beluk persenggamaan. Dia tahu gaya-gaya dalam meraih
nikmat sanggama.
Dia tahu
titik-titk peka pada tubuh perempuam. Dia tahu mana yang baik dan buruk.
Dia puji aku setengah mati, betapa otot-otot kemaluanku demikian
kencang mencengkeram kontolnya.
Namanya Dr.
Ronald, 52 tahun, asli Malang. Dia buka praktek di beberapa kota. Minggu
terakhir di setiap bulan dia berada di Yogya untuk melayani pasien di
beberapa rumah sakit di Yogya.
Dia memang tidak ada giliran ke kotaku.
Aku boleh panggil
Ron saja atau Ronad. Aku pikir dia adalah lelaki yang luar biasa. Dan
aku lega saat dia mengenalkan dirinya. Aku lega karena dia termasuk
orang terpelajar dan punya identitas.
Dia tidak liar.
Dan dia bilang bertanggung jawab apabila ada hal yang nggak benar padaku
karena bersanggama dengannya. Dia memberikan aku kartu nama.
Aku terima dan tak
kuatir pada suamiku, karena dia dokter kandungan, yang mungkin saja aku
dapatkan dari referensi teman-temanku.
Sore itu dia memberikan aku sekali lagi orgasme. Huh.. sungguh melelahkan dan sekaligus sangat memuaskan aku.
Dan yang paling
mengesankan bagiku, sesiang hari ini dalam 3 kali persanggamaan aku
meraih 6 kali orgasme. Aku nggak tahu lagi, bagaimana aku harus bersikap
padanya.
Saat suamiku
pulang, kamarku sudah kembali rapi, seakan tak ada yang terjadi. Aku
sudah mandi dan dandan agar tidak menampakkan kelelahanku. Dan malam itu
aku bersama suamiku kembali makan malam bersama.
Di pojok ruang
makan kulihat meja dengan 4 kursi yang hanya diduduki seorang, dr.
Ronad. Dia nampak tidak berusaha memandang aku. Dia menyibukkan dirinya
dengan bacaan dan tulis menulis.
Sungguh suatu kamuflase yang hebat.
Pada keesokan
harinya, hanya 10 menit sesudah suamiku turun ke lantai 2 untuk
mengikuti penataran di hari ke dua, dr. Ronad kembali mengetuk pintu.
Kembali aku menghadapi peperangan bathinku.
Masa, perkosaan
bisa terjadi sekian kali berturut-turut, dan sementara itu, apabila
disebut sebagai penyelewengan, bagaimana perempuan tegar dan
berkepribadian seperti aku ini demikian mudah runtuh oleh nikmatnya
perselingkuhan.
Tetapi bayangan
dan segala macam keraguanku itu hanyalah menjadi awal dari elusan dan
rabaan batin yang langsung membangkitkan naluriah nafsu birahiku.
Aku sudah mulai berselingkuh sebelum perselingkuhan itu di mulai. Aku telah benar-benar runtuh. Aku bukakan pintu untuk Ronad.
Rasa harga diriku
yang masih tersisa mendramatisir keadaanku. Aku bertindak seakan menolak
saat Ronad menggendong aku dari ambang pintu ke peraduanku. Tetapi
segala ocehanku langsung bungkam saat bibirnya melumat bibirku.
Segala tolakan
tanganku langsung luruh saat tangannya memilin pentil-pentilku. Segala
hindar dan elak tubuhku langsung sirna saat pelukan tangannya yang kekar
merabai pinggul dan bokongku.
Dan segala
keinginan untuk "Tidak!" langsung musnah saat kombinasi lumatan di
bibir, pelukan di pinggul, rabaan pada pantatku merangsek dengan sertaan
nafasnya yang memburu. Aku aktip menunggu Ronad melahapku.
Dia mengulangi
awal yang seperti kemarin, merangkul dan memulai dari belakang
punggungku, memelukku kemudian menjilati kudukku. Aku meronta bukan
untuk melawan, tetapi meronta karena menerima kenikmatan.
Aku menengokkan
leherku hingga bisa meraih wajahnya. Kulumati bibirnya. Dan seperti
kemarin, setelah menyingkap busana yang menutup bokongku hingga paha dan
memekku terpampang, tahu-tahu kontolnya sudah telanjang menyelip dari
celah celana dalamku, siap berada di gerbang kemaluanku.
Sambil kami saling melumat dia mendorongkan kontolnya, aku mendorongkan memekku menjemputnya. Saat akhirnya..
Blezzhh..
Kami langsung
saling merintih dan berdesahan. Itulah simponi birahi di kamar Novotel
di lantai 5 di pagi hari ini, sementara itu, mungkin suamiku sedang
asyik berdebat bersama anggota teamnya di lantai 2.
"Sekarang gantian sayang, biar aku yang numpakin kamu, yaa.." suara gemetar Ronad nampak menahan birahinya.
Aku dibalikannya dengan tetap mempertahankan lengkungan tubuhku hingga jadi nungging dengan kepalaku bertumpu pada kasur.
Sesudah sedikit
dia betulkan posisiku dan kembali lebih singkapkan busana rapetku,
dengan setengah berdiri dia mengangkangin aku mulai dari arah pantatku.
Kontolnya dia tusukkan ke memekku.
Duh, duh, duh..
Apa lagi ini.
Kenapa gatalku langsung dengan cepat melanda memekku. Aku membayangkan
bibir kemaluanku pasti dengan haus menunggu kepala kontol gede itu.
Dan aku merasakan
saat ujungnya mendorong aku hingga akhirnya amblas menghunjam ke
dalamnya. Dalam hatiku aku berfikir, kok macam anjing kawin, ya.
Kemudian Ronad mulai kembali memompa. Huuhh.. Jangan lagi tanya betapa
nikmatnya.
Aku seperti
diombang-ambingkan gelombang Lautan Teduh. Setiap tusukkan aku sambut
dengan cengkeraman memekku, dan akibatnya saraf-saraf pekaku merangsang
gelinjang nikmat birahiku.
Dan saat kontolnya
dia tarik keluar, dinding kemaluanku menahan sesak hingga kembali
saraf-saraf pekaku melempar gelinjang nikmat birahi. Keluar, masuk,
keluar, masuk, keluar, masuk.. Aku semakin nggak lagi mampu menahan
kegelianku.
Tangan-tanganku meremasi tepi-tepi kasur untuk menahan deraan geli-geli nikmat itu.
Aku membiarkan air
liurku meleleh saat aku terus menjerit kecil dan mendesah-desah. Mataku
tak lagi nampak hitamnya. Aku lebur melayang dalam nikmatnya kontol
yang keluar masuk menembusi memekku ini.
Dan saat tusukkannya makin cepat menggebu, aku tahu, dia akan meraih orgasmenya mendahului orgasmeku.
Kubiarkan. Bahkan
kudorong dengan desahan dan rintihanku yang disebabkan rasa pedih dan
panasnya gesekkan cepat batang kontolnya yang sesak menembusi kemaluanku
ini.
Akhirnya dia
menumpahkan berliter-liter spermanya ke memekku. Bunyi, plok, plok, plok
bijih pelernya yang memukuli kemaluanku tidak kunjung henti. Dia tahu
aku belum orgasme.
Dia tetap
mempertahankan irama tusukkan karena tahu aku demikian menikmati gaya
anjing ini. Limpahan cairan yang membecek pada kemaluanku tidak
mengurangi nikmatnya tusukkan.
Bahkan licinnya
batang keluar masuk ini merangsang gelinjangku dengan sangat hebatnya.
Aku meliuk dan menaik turunkan pantatku. Aku benar-benar menjadi anjing
betina yang memeknya dikocok-kocok jantannya.
Aku merintih
dengan sangat hebat dan berteriak histeris saat orgasmeku datang
menyongsong tusukkan-tusukkan pejantan ini. Aku mendapatkan sensasi
nikmat birahinya anjing betina. Aku tak kunjung usai juga. Aku
mengimpikan orgasme yang beruntun.
Ronadpun demikian
pula. Sanggama kali ini bersambung tanpa jeda walaupun kami telah meraih
orgasme-orgasme kami. Genjotan dan pompaan terus kencang dan semakin
cepat. Kami dilanda histeris bersamaan.
Kami
berguling-guling. Ronad menyeret aku ketepian ranjang. Dengan tetap
berposisi nungging, Ronad menembusi memekku dengan berdiri dari lantai.
Kontol itu, duh.. sangat legit rasanya. Hunjamannya langsung merangsek
hingga menyentuh tepian peranakanku.
Ujung-ujungnya
mentok menyentuhi dinding rahimku. Aku nggak tahan.. Ronaadd.. Edan,
kami bersanggama tanpa putus selama lebih dari 40 menit. Aku kagum akan
ketahanan Ronad yang 52 tahun itu.
Kontolnya tetap
ngaceng dan mengkilat-kilat saat akhirnya kami istirahat sejenak. Baru
kali ini secara gamblang dan jelas aku menyaksikan kontol lelaki.
Selama ini aku dan
suamiku selalu bersanggama dalam gelap atau remang-remang. Dan kami
merasa seakan tabu untuk melihati kemaluan-kemaluan kami.
Aku sendiri masih
malu saat Ronad melihati dan ngutik-utik kelentitku. Dan kini aku heran,
kenapa demikian susah untuk tak melihati kontol Ronad ini. Aku heran,
kenapa barang ini bisa menghantarkan aku pada kenikmatan yang demikian
dahsyatnya.
Jam 10 pagi Ronad
pamit. Dia bilang mesti ke rumah sakit memenuhi janji dengan pasiennya.
Aku nggak akan mencegahnya. Dia akan kembali nanti jam 3 sore. Aku nggak
komentar. Suamiku telepon, dia ngajak aku makan siang di restoran, dia
akan menunggu aku di bawah.
Sesudah aku mandi
aku keluar kamar dan turun. Aku jaga agar penampilanku nampak tetap
segar. Pergulatan seksual yang penuh hasrat dan nafsu birahi antara aku
dan Ronald yang pemerkosaku telah meninggalkan berbagai rasa pedih di
selangkanganku.
Setiap aku melangkah gesekan antara paha juga terasa nyeri. Aku harus bisa mengatasi ketidak nyamanan ini.
Ternyata hingga
jam 6 sore Ronad tidak balik. Mungkin ada krisis di rumah sakitnya.
Anehnya, aku merasa kesepian. Aku telah terjebak dalam nikmatnya
perkosaan.
Aku gelisah selama
jam-jam menunggu ketukan di pintu. Aku merasa sangat didera nafsu
birahiku. Aku ketagihan. Aku sangat ketagihan akan legit kontolnya.
Terbayang dan seakan aku merasai kembali legit itu menyesaki memekku.
Walaupun resah
melandaku aku mengiyakan saat suamiku mengajak aku jalan-jalan bersama
teman-temannya ke Molioboro. Acaranya kami makan lesehan di jalan yang
demikian terkenal di dunia itu. Sepanjang jalan dan makan aku banyak
melamun.
Suamiku nampak
prihatin. Dia tetap hanya mengira aku kurang sehat dan dilanda rasa
bosan. Dia merangkuliku dengan mesra. Aku berpikir dan melayang ke arah
yang beda. Ah, Ronad, dimana kamu.. Malam itu suamiku mencumbuiku.
Aku harus
memberikan respon yang sebaik dan senormal mungkin. Aku merasakan betapa
bedanya saat kemaluan suamiku memasuki kemaluanku. Aku tidak merasakan
apa-apa. Hambar. Aku iba padanya.
Tetapi sebagaimana
yang biasa aku lakukan, kini aku berpura nikmat, seakan aku meraih
orgasme. Dan suamiku demikian bernafsu memompakan kontol kecilnya hingga
spermanya muncrat.
Malam itu dia tidur dengan penuh damai dan senyuman. Sementara aku tetap gelisah, terganggu pikiran dan bayang-bayang Ronad.
Besoknya, secepat
suamiku pergi ke penataran aku sudah tak sabar menunggu pintu. Aku ingin
ada perkosaan kembali. Ah, aku benar-benar khianat sekarang.
Aku benar-benar
kehilangan harkatku. Aku benar-benar bukan lagi diriku sebagaimana yang
orang kenal selama ini. Aku adalah istri yang selingkuh, adalah
perempuan penyeleweng.
Ketika 30 menit
berlalu dan pintu tak ada yang mengetuk, aku nekad. Kuputar telepon
kamar Ronad. Dia nggak cepat mengangkatnya. Aku mulai kesal. Ah,
akhirnya Ronad bicara.
"Maafin aku
sayang, baru selesai mandi, nih. Tadi malam sampai jam 11 malam.
Pasien-pasienku ngantre, ada yang datang dari Wonosobo, Semarang. Aku
nggak mungkin meninggalkannya, khan?!".
"Bagaimana kalau aku yang ke kamarmu?" Gila, aku sudah sedemikian nekadnya.
"Boleh, ayo, biar aku bukain pintu. Kamu langsung masuk sebelum ada orang lain lihat, OK?".
Aku cepat
merapikan pakaianku kemudian dengan cepat bergegas ke kamarnya. Benar,
dia barusan mandi. Handuknya masih melilit di tubuhnya. Kuperhatikan
dadanya yang bidang dan bersih.
Ah, kenapa aku
nggak pernah memperhatikan benar selama 2 hari ini. Bukankah dia sangat
sensual. Mungkin karena kepanikanku yang selalu mengiringiku saat jumpa
dan bersama dia. Kami langsung saling berpelukan dan melumat bertukar
lidah dan ludah.
Aku merasa diriku
menjadi sangat agresif dan nggak pakai malu-malu lagi. Dengan cara
seloroh, kukait ikatan handuknya hingga lepas ke lantai.
Selintas tampak
pemandangan yang sangat erotis di cermin besar kamar Ronad. Aku yang
berbusana serba tertutup lengkap dengan kaca mata dan kerudung di kepala
sedang berpelukan dengan lelaki yang bukan suamiku yang dalam keadaan
telanjang bulat.
Nampak jelas jembutnya yang tebal menyentuh pusarnya.
Aku mencoba
tertawa dalam pesona birahi saat mengamati kontolnya yang sudah
mengkilat dan tegak ngaceng itu. Ronad tertawa pula sambil menggapai
tanganku dan diarahkan untuk meremasi kontol itu,
"Ayolah, sayang,
pegang. Pegang saja, enak, lho. Nah, achh.. Enak banget tanganmu
sayang.." dan dengan sedikit merinding aku mencoba menggenggamnya.
Aneh dan gila dan
tak pernah mimpi bahwa aku akan secara agresif akan meraih kontol lelaki
yang bukan suamiku ini. Dan tiba-tiba Ronad menekan bahuku. Dia
menyuruh aku untuk jongkok,
"Pandangilah,
sayang. Kontolku ini milikmu. Pandangilah. Indah sekali lho, ayo.
Pandangilah milikmu ini", tekanannya itu sesungguhnya merupakan sebagian
dari harapan dan keinginan nafsuku kini.
Aku berjongkok pada lututku hingga kontolnya tepat berada tepat di depan wajahku.
"Elusilah, dia akan semakin tegak dan membesar. Indah, kan..?".
Ah, aku sangat
kesetanan menyaksikannya. Ini merupakan sensasi lagi bagiku. Dan tangan
Ronad tak henti. Dia meraih kepalaku yang seutuhnya masih berkerudung
dan menariknya untuk mendekatkan wajahku ke kontolnya itu.
Aku tersihir. Aku
pasrah dengan tangannya yang mengendalikan kepalaku hingga kontol itu
menyentuh wajahku, menyentuh hidungku. Kilatannya seakan memanas dan
mengepulkan aroma.
Aku mencium sesuatu yang sangat merangsang sanubariku. Bau kontol itu menyergap hidungku. Tangan Ronad tak juga henti.
"Cium saja, ini
punyamu, kok. Ciumlah. Ayoo, ciumlah". Ah, untuk kesekian kali aku ikut
saja maunya. Ah, kontol itu menyentuh bibirku.
"Ayo, cium, nggak apa-apa. Ayoo, sayang. Ciumlah. Ayoo.."
Aku merem saat
mulutku sedikit menganga menerima ujung mengkilat-kilat itu, sementara
dorongan tangannya membuat gigiku akhirnya tersentuh ujung itu.
"Ayoo, sayang..".
Dan aku, dan
mulutku, dan lidahku, dan hatiku, dan sanubariku, dan akuu.. Akhirnya
menerima kontol Ronad menembusi bibirku, menyeruaki mulutku. Aku
menerima terpaan getar nikmat yang membuat tubuhku merinding dan
menggelinjang.
Aku didorong oleh
kekuatan macam apa ini, saat aku menerima adanya norma baru, yang selama
ini merupakan sangat tabu bagiku, dan sangat menjijikkan bagi
penalaranku. Bahkan aku menerima dengan sepenuh hasrat dan nafsu
birahiku.
Aa.. Aku.. aku.. Mulai mencium dan melumat kontol Ronad..
"Ah, sayang, kamu
nampak begitu indah, sayangg.. Indah sekali, sayang.. Sangat indah,
sayang.. Indah banget sayang..", Ronad meracau tidak menyembunyikan
kenikmatan libido erotisnya saat melihati aku mengulum dan menjilati
kontolnya.
"Terus, sayang.. Terus.. Enak sekali, sayang.. Teruss..".
Dan aku
menunjukkan gerakan melumat dan menjilat secara sangat intens. Terkadang
aku cabut kontol itu untuk aku lumati batangnya yang penuh belukar
otot-otot. Tanganku tak bisa lagi diam.
Sementara tangan
kananku menyangga kontolnya dan mengedalikan kemana mauku, tangan kiriku
mengelusi bijih pelirnya dan sesekali naik meraupi jembutnya yang
sangat tebal itu.
Duh.. Aku menemukan keindahan, erotisme dan pesona birahi yang tak bisa kuungkapkan dalam kata-kata.
Aku hanya bisa
tangkap dengan hirupan hidungku, dengan rasa asin di lidahku, dengan
keras-keras kenyal dalam genggamanku, dengan nafas memburuku. Aku
benar-benar larut dalam pesona dahsyat ini.
Dan ketika aku
rasakan Ronad mulai menggoyangkan pantatnya menyanggamai mulutku, dan
ketika kudengar dia mulai benar-benar merintih dan mendesah yang membuat
aku semakin terbakar oleh libidoku yang memang telah menyala-nyala aku
menyadari bahwa macam nikmat birahi itu demikian banyaknya. Aku nggak
pernah merasakan macam ini sebelumnya.
Membayangkan saja
aku tabu dan jijik. Dan ketika kini aku justru begitu intens
melakukannya, tiba-tiba hadir begitu saja keinginanku untuk
mempersembahkan kenikmatan yang hebat bagi lelaki bukan suamiku ini. Aku
akan biarkan apabila dia menghendaki memuncratkan air maninya ke
mulutku.
Aku pengin merasakan, bagaimana semprotan hangatnya menyiram langit-langit mulutku.
Aku pengin
merasakan rasa pejuh dan spermanya di lidahku. Aku pengin merasakan
bagaimana berkedutnya kontol Ronad dalam mulutku saat spermanya terpompa
keluar dari kontolnya.
Dan saat goyangan
maju mundur pantatnya makin mengencang, tangannya mulai dengan
benar-benar membuat kulit kepalaku pedih karena jambakan dan remasannya
karena menahan nikmat tak terperikan dari kuluman dan jilatanku, aku
sudah benar-benar menunggu kesempatan itu.
Aku sendiri melenguh dan merintih dalam penantian itu.
Dan dengan iringan
teriakan histerisnya yang keluar terbata-bata dari mulut Ronad,
akhirnya sebuah kedutan besar menggoncang rongga mulutku. Cairan kental
panas luber menyiprat dan menyemprot-nyemprot langit-langit mulutku.
Tak
henti-hentinya. Entah 7 atau 8 kedutan yang selalu diikuti dengan
semprotan air mani hangat. Mulutku langsung penuh. Terlintas kembali
rasa jijik. Aku ingin muntahkan apabila kedutan itu habis. Tetapi
ternyata itu lain dengan apa yang terlintas dalam benak, nafsu dan
tingkah Ronad.
Tangannya meraih dan menekan kepalaku untuk lebih menghunjamkam kontolnya hingga menyentuh tenggorokanku.
Dan pada saat yang
bersamaan dengan penuhnya air mani di mulutku, tangannya dengan kuat
membekap hidungku. Sungguh kasar dan sadis dokterku ini.
Seperti saat
seseorang mencekoki jamu pada anaknya, aku dipaksanya menelan semua air
mani yang tumpah dalam mulutku. Aku gelagapan dan hanya punya satu
pilihan agar tidak tersedak.
Kutelan semua
cairan kentalnya. Uhh.. uh.. uh.. Ronad.. Kamu gila benar sih.. Sesudah
yakin semua air maninya telah tertelan dan mengaliri tenggorokanku dia
lepaskan bekapan hidungku.
Aku langsung
menarik nafas panjang. Aku pandangi dia. Aku heran dengan perilaku
kasarnya itu. Dia menyadari betapa pandangan heranku,
"Maaf, zus, aku
jadi kasar, aku nggak mampu menahan nafsuku.. Aku sangat ingin
menyaksikan zus yang cantiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki
menelani air maniku.
Maafin saya, ya, zus. Sayang..", aku melihati matanya dan mengangguk kecil.
Sesungguhnyalah
aku tak begitu kecewa. Bahkan aku merasakan, betapa air mani itu juga
sangat nikmat rasanya. Rasanya mengingatkan pada kelapa muda yang sangat
muda. Kukatakan padanya apa yang kurasakan.
"Yaa.. memang, air mani itu, khan, hormon, bersih dan sehat. Air mani itu protein juga", katanya.
Aku percaya akan
pengetahuan dokternya. Aku bisa ketagihan, nih. Mungkinkah aku minum
sperma suamiku? Ah, jangan, nanti dia malahan curiga, dari mana aku
belajar macam ini?!
Bercumbu di kamar
Ronad memberikan rasa lebih aman dan tenang bagiku. Aku nggak merasa
diburu waktu atau khawatir sewaktu-waktu suamiku muncul di pintu. Sampai
jam 11.40 kami terus menerus saling mencumbu.
Pada akhir percumbuan tadi Ronad menunjukkan padaku bagaimana tampilan kontolnya saat ejakulasi.
Menjelang muncrat
sesudah gencar memompa kemaluanku dia cabut kontolnya. Dengan
mengarahkan ujungnya ke mukaku dia kocok dengan tangannya kontolnya.
Aku perhatikan bagaimana kontol itu semakin membengkak dan sangat mengkilat-kilat kepalanya.
Aku menyiapkan
wajahku untuk menerima terpaan semprotan air mannya. Kusaksikan
bagaimana batang itu menganguk-angguk setiap semprotan itu muncrat
keluar.
Dan aku rasakan
sangat sensasional saat dia muntahkan air maninya menyemproti mukaku,
rambutku, kaca mataku dan membasahi bagian tubuhku lainnya.
Aku kembali ke
kamarku dan mandi untuk menunggu suamiku dari penatarannya. Aku panggil
pelayan hotel untuk mencuci semua pakaianku yang bekas aku pakai bersama
Ronad.
Siang itu suamiku
kembali mengajak aku makan di restoran. Suamiku memberi tahu bahwa besok
merupakan hari terakhir penataran yang akan selesai dan ditutup pada
siang hari.
Suamiku bilang
akan langsung pulang untuk mengejar sore harinya sudah sampai di rumah.
Rencana hari ini penataran akan berhenti jam 3 sore.
Rombongan suamiku
telah menyiapkan bus AC untuk bersama-sama melihat Keraton Yogya.
Kemungkinan rombongan yang didalamnya ada Pak Gubernur Jawa Tengah akan
disambut langsung oleh Sultan Yogya.
Aku diminta untuk
bersiap-siap menyertai dan mendampingi Ibu Gubernur. Aku tanyakan
tepatnya waktu, suamiku menjawab jam 3.20 tepat rombongan akan
meninggalkan hotel.
Aku boleh
bersiap-siap hingga menjelang jam 3 sore itu. Mungkin suamiku tidak akan
naik ke kamar, jadi aku diharapkan telah berada di lobby pada jam
tersebut.
Terus terang aku
tidak "happy" dengan rencana itu. Bukankah berasyik masyuk dengan Ronad
akan jauh lebih mengasyikkan?! Tetapi aku tidak memiliki alasan untuk
menolaknya.
Begitu suamiku
kembali ke ruang penataran, aku menelpon Ronad dari lobby dan
kusampaikan programku sore ini. Dia menunggu aku di kamarnya.
Kami sepakat untuk
memuas-muaskan diri sampai jam 2.30. Aku sudah perhitungkan dalam 15
menit aku bisa merapikan diri dengan busana santai, sekedar jeans dan
blus yang praktis, dan turun ke lobby 10 menit sebelum waktunya.
Begitulah, aku
merasa semakin dikejar keterbatasan. Aku merasa betapa kesempatan
berasyik masyuk tinggal sesaat di siang hari ini dan besok di siang hari
pula.
Aku menjadi
terpana ketika berpikir betapa selama mengikuti suami kali ini aku telah
memasuki petualangan yang sangat berbahaya bagi kehidupan rumah
tanggaku, kehidupan duniaku maupun alam fanaku nanti.
Aku heran sendiri,
kok mampu berbuat macam ini, melakukan penyelewengan langsung di
belakang suamiku yang tengah berjuang untuk meningkatkan kehidupan kami
bersama.
Tetapi aku memang
sedang dilanda mabok. Kenikmatan birahi ini demikian memabokkan aku.
Meraih orgasme dari orang yang bukan suamiku yang pada awalnya bukan
mauku.
Tetapi perkosaan
yang tak mampu aku lawan ini telah merubah aku menjadi istri yang
nyeleweng. Dan kini justru aku yang seakan ketagihan dan berbalik
mengejar sang pemerkosa itu dengan sepenuh nafsu birahiku.
Kenapa aku mesti mengalami dan melewati peristiwa macam ini.
Ah.. aku jadi
linglung kalau memikirkannya. Biarlah apa yang terjadi, terjadilah..
Siang itu aku nampak terlampau merangsek Ronad untuk mengejar kepuasan
nafsu birahiku.
Aku sudah tidak menghitung-hitung risiko. Aku demikian larut dalam kenikmatan kontol Ronad. Edan.
Sore harinya
suamiku kembali mengajak aku makan lesehan di Malioboro. Dan malam
harinya dia mecumbu aku. Aku merasa tak ada gairah sama sekali. Suamiku
merasakan sikapku ini.
"Udahlah ma, besok kan sudah nyampai di rumah lagi" Kasihan suamiku yang demikian memprihatinkan aku.
Besoknya, waktu
yang semakin sempit merembet tak mungkin kuhindari. Begitu suamiku pergi
ke lantai 2, aku tak sabar lagi. Aku ketuk pintu Ronad.
Kami langsung berpagutan. Aku merasakan waktu semakin mendekati habis, semakin menyala-nyala nafsu seksualku.
Aku semakin merangsang untuk merangseki Ronad. Kini akulah yang mendorongnya ke ranjang. Kini akulah yang seakan memperkosanya.
Kulepasi
celananya, kemejanya, celana dalamnya. Kuciumi tubuhnya, dadanya,
ketiaknya, perutnya, selangkangannya. Aku jadi sangat liar dan buas.
Akulah yang menyanggamai dia.
Dia serahkan
tubuhnya untuk kepuasanku. Aku naik ke atas kontolnya. Dengan setengah
menduduki tubuhnya, aku masukkan kemaluannya yang telah tegang dan kaku
menembus memekku.
Aku pompa dengan
cepat dan penuh nafsuku. Aku dapatkan orgasmeku hanya dalam 3 menit
sejak aku mulai memompa. Aku menjadi demikian blingsatan dalam gelinjang
birahi yang tak lagi terkendali.
Ronad nampaknya menikmati ulah keblingsatanku ini. Aku rubuh ke sampingnya.
Selanjutnya Ronad
mengambil alih. Kontolnya yang belum terpuaskan dia tusukkan ke memekku
kembali. Dia pompakan dengan cepatnya. Rasa pedih dan perih pada
bibir-bibir kemaluanku semakin terasa menyiksaku.
Aku merintih dan
mengaduh-aduh kesakitan. Ronad justru nampak sangat menikmati
kesakitanku. Dia balikkan tubuhku dan angkat pantatku hingga aku
nungging tinggi-tinggi.
Aku tahu dia ingin aku menjadi anjing betinanya. Tetapi.. Acchh, .. Tidak.. tidakk.. jangann..
Rupanya Ronad
tidak hendak menyanggamai kemaluanku. Dia menjilati anusku. Uhh.. aku
tak pernah membayangkan sebelumnya. Dia menciumi dan menusuk-nusukkan
lidahnya ke lubang pembuangan taiku.
Dia nampak sangat menikmati aroma pantatku itu, sambil kedua tangannya merabai dan kemudian memerasi buah dadaku.
Oohh.. ampuunn..
Ronadd.. Kenapa kamu selalu memberikan sensasi yang serba dahsyat
padaku.. Kenapa kamu selalu memberikan pembelajaran berbagai nikmat
sensasional begini macam padaku.. Ronaadd.. Jangann..!!
Aku rasakan
bagaimana ujung lidahnya menyapu bibir-bibir analku. Aku rasakan
bagaimana bibir Ronad mengecupi lubang anusku. Aku rasakan bagaimana
hidungnya berusaha menyergapi segala rupa aroma yang menyebar dari
pantatku.
Aku rasakan bagaimana ludahnya membasahi hingga kuyup seluruh wilayah di seputar analku ini.
Dan puncak dari segala puncak ketakutanku akhirnya datang. Ronad bangkit. Dia setengah jongkok mengangkangi pantatku.
Aku masih berpikir
bahwa dia hendak menusukkan kontolnya ke memekku. Aku masih berpikir
dan membayangkan nikmat jadi anjing betinanya Ronad.
Aku masih berpikir
bagaimana sesak dan legitnya kontol Ronad menusukki kemaluanku dengan
cara nungging anjing ini. Aku sama sekali tidak berpikir lain..
Tiba-tiba, tanpa
kompromi, kontol Ronad didesak-desakkanya ke pantatku. Dia hendak
melakukan sodomi padaku. Edan kau Ronad, bajingan kauu.. Kamu bisa
membunuh aku Ronad.. Nggak! Nggak akan aku rela melayani maumu ini
Ronad.. Biar mati aku akan lawan kamu Ronad..
Aku nggak akan berikan pantatku untuk kepuasan nafsu biadabmu Ron..
Aku berguling.
Kutendang perutnya, dia mengelak. Kucakar tangan dan dadanya, dia pegang
tangan-tanganku, kugigit bahunya yang rebah ke wajahku, dia berkelit.
Aku teriak-teriak,
dia membiarkan. Kupingnya sangat menimati teriakkanku. Dia terus
merenggutku dengan tanpa bicara. Aku terus menggeliat-geliat untuk
melawannya.
Tiba-tiba, aku
nggak tahu dari mana dia mengambilnya, dia keluarkan borgol. Borgol itu
borgol besi yang aku sering lihat di TV digunakan polisi saat menangkap
maling atau penjahat.
Tangan kiriku direnggut paksa dan diborgolkannya ke kisi-kisi ranjang Novotel. Berhasil.
Kemudian dia
renggut kembali tangan kananku, dia keluarkan borgol yang kedua untuk
memborgolkan tangan kanan ini ke kisi-kisi yang lain. Aku langsung
dilanda cemas ketakutan yang amat sangat.
Akankah dia melukai aku? Aku panik. Sangat panik. Aku sangat histeris ketakutan. Aku memohon dengan tangisan panikku.
"Jangan.. jangan Ronad.. ampuni akuu.. Jangan borgol aku.. Ampuni aku Ronad..", aku menghiba dalam histeris.
Kini benar-benar
aku seperti hewan yang dilumpuhkan yang siap menunggu penyembelihan.
Akankan aku jadi hewan korban kebiadaban Ronad?
"Sayang, jangan takut.. Aku nggak akan sakiti kamu.. Kamu akan aku berikan kenikmatan yang tak akan pernah kamu lupakan.."
Aku masih menangis minta belas kasihannya..
Kini dia mendekat ke tubuhku. Dia gulingkan setengah miring pantatku. Dia angkat kakiku hingga melipat ke arah dadaku.
Dan kembali
pantatku menjadi terpampang. Kemudian dengan merapat dari arah
punggungku, Ronad memeluk tubuhku. Kemudian kembali kurasakan kontolnya
merapat ke arah pantatku.
Dia akan terus melakukan sodomi padaku. Apa dayaku. Aku yang kini terangket, tak lagi mampu melawan dengan cara apapun.
Saat dia
tusuk-tusukkan kontolnya ke lubang pantatku aku mulai merasakan betapa
pedih dan sakitnya. Aku rasakan seakan berjuta saraf-saraf peka di
lubang analku sepertinya hancur oleh tempaan ujung kontolnya yang
demikian keras itu. Aku menangis kesakitan dan penuh iba. Ronald tahu,
karena dia adalah dokter.
Dia hentikan
tusukkannya. Dia ambil ludahnya dan dioleskan ke lubang duburku.
Beberapa kali dia lakukan sebelum kemaluannya kembali untuk berusaha
menembusinya lagi. Saat aku kembali berteriak sakit, dia membisikkan
ketelingaku.
"Kamu mesti santai, kendorkan saraf-sarafmu, jangan tegang, jangan khawatir. Kamu percaya padaku, khan?".
Duh, suara Ronald
langsung membiusku. Aku percaya padanya. Dan sesungguhnyalah aku sangat
berhasrat padanya. Akupun berusaha untuk lebih tenang.
Toh aku nggak bisa
berbuat lain. Tangan-tanganku terborgol dan Ronald telah demikian
melumpuhkan aku. Kemudian aku merasakan seperti ada pemukul soft ball
yang memaksakan menembusi anusku.
Aku yakin pantatku
mulai terluka, mungkin berdarah. Beberapa kali aku rasakan Ronad
mengulangi melumasi lubangku dengan ludahnya.
Akhirnya setelah
beberapa kali dan sedikit demi sedikit menyodok masuk, kontol Ronad
berhasil tembus tertanam dalam lubang taiku.
Aku mungkin
kelenger. Aku tak mampu lagi merasakan sakit atau tidak sakit lagi. Aku
lunglai dalam rasa panas dan pedas yang amat sangat. Aku tak mampu lagi
berontak atau melawan. Aku benar-benar jadi pesakitan. Aku adalah korban
keganasan Ronald.
Dan saat Ronad
mulai memompakan kontolnya, aku benar-benar pingsan. Entah berapa lama.
Aku terbangun saat aku rasakan ada air yang menyiram wajah dan mulutku
hingga aku gelagapan.
Pelan-pelan aku
membuka mataku. Aku belum melihat apa-apa. Aku masih mengingat-ingat apa
yang telah terjadi. Kulihat ada bayang-bayang gelap yang hampir
menutupi wajahku.
Dan.. Biadab, anjiingg.. Begundal busuk kau Ronaadd..
Dia benar-benar
gila. Dia tengah menduduki aku dengan kontolnya yang mengarah dan
mengencingi wajah dan mulutku. Sebagian air kencingnya masuk kemulutku
dan tertelan hingga membuat aku gelagapan tersedak-sedak. Kudengar
samar-samar.
"Minum, ini sundal, minum kencingku. Ayoo.. Minum.. Air segar inii.. minum perempuan sial.. Minum kencingku sundalku.."
Tangannya membekap
hidungku yang langsung membuat mulutku ternganga mencari nafas. Dan
pada saat yang bersaman air kencing itu deras ngucur ke mulutku.
Bagaimanapun aku tak terpaksa menelannya. Aku gelagapan setengah mati
dan kembali pingsan.
Entah berapa lama
aku kelenger.. Hingga kudengar bunyi telepon keras berdering.. Kubiarkan
telpon itu terus berdering hingga berhenti dengan sendirinya..
Badanku, celana
jeans dan blusku, seprei ranjang, selimut, bantal, semuanya basah. Bau
anyir dan pesing memenuhi kamar. Aku jadi ingat, itu air kencing. Aku
juga jadi ingat tanganku, telah lepas dari borgolku.
Aku jadi ingat saat terakhir yang aku ingat, Ronad menduduki dadaku dan kencing ke wajah dan mulutku..
Kemana dia sekarang..??
Dimana Ronad bajingan itu..??
Tiba-tiba rasa
mual langsung menyergap aku. Aku tak mampu menahan ingatan itu dan
mualku makin menjadi-jadi. Aku muntah-muntah. Telpon kembali berdering
keras. Dengan terseok aku bangkit dari ranjang dan kuraih telepon,
"Cepat balik ke
kamarmu, penataran sudah selesai, suamimu sedang menuju ke lift untuk
kembali ke kamar. Cepat..!!" itu suara Ronad.
Telepon langsung
putus. Aku panik. Kusambar apa yang kuingat. Aku keluar kamar Ronad dan
kembali ke kamarku. Tanganku gemetar tak keruan saat memasukkan kunci
pintu.
Aku berkejaran dengan suamiku. Aku berkejaran dengan nasibku. Aku berkejaran dengan keutuhan keluargaku.
Aku berkejaran
dengan martabatku.. Dengan terseok aku berlari ke kamarku dan langsung
masuk kamar mandi dan mengunci pintunya. Ah.. ini semua adalah hasil
kebodohanku.. Aku benar-benar keluar dari siksaan neraka jahanam..
Kudengar seseorang membuka pintu kamar.
"Ma, kok pintunya nggak dikunci..?" terdengar suara suamiku.
Ah, ademnya..
damainya.. Shower dingin di kamar mandi langsung membuat kesadaranku
kembali utuh. Saat aku keluar kamar mandi suamiku menjemputku dan
mencium aku dengan sepenuh cinta dan kerinduannya.
"Kita pulang, Ma.
Ayo cepetan dandan, teman-teman sudah menunggu makan siang. Aku telepon
ke kamar tadi. Kemana kamu, Ma? Shopping? Jalan-jalan?"
Ah.. Suamiku.. Cinta sejatiku.. Orang yang kuingkari.. Yang aku khianati..
Sejak saat itu aku
tak pernah berjumpa lagi dengan Ronald. Tak aku pungkiri, hingga kini
aku masih merindukan kontolnya yang gede panjang itu.
Aku masih terobsesi padanya. Aku sering membayangkan betapa kekerasan dan kekasarannya memberikan nikmat syahwatku.
Dalam keadaan sendiri aku sering mencoba ber-masturbasi. Aku merindukan orgasme beruntun yang kudapatkan dari dia.
Aku pernah mencoba
menghubungi telpon yang tertera di kartu namanya. Ternyata dia telah
pindah. Dia tidak lagi berdomisili di Malang.
Saat berkumpul
dengan ibu-ibu kenalanku, aku suka memancing, apakah mereka pernah
periksa ke dokter kandungan? Aku berharap mereka pernah berjumpa dengan
Ronald. Tetapi pertanyaanku tak ada jawabannya.
Aku juga coba telpon ke Novotel, apakah ada tamu berinisial Ronald menginap di hotel ini?!
Akhirnya aku menyerah. Dia telah raib dibawa angin lalu. Aku juga berharap, kapankan angin lalu juga membawa raib obsesiku?
Sungguh lelah mencoba menempatkan hasrat birahi dalam penantian tanpa kunjung jelas. Aku akan berusaha melupakannya.
Aku mencoba memberikan perhatian lebih banyak kepada suamiku. Aku melengkapi perabotan dapurku.
Aku punya hobby
memasak makanan oriental. Kemarin masakan suamiku memuji masakanku Muc
Don Thit. Masakan tumis cumi yang telah aku isi dengan soun, hioko dan
jamur kuping.
Aku juga membuat
Tom Yang Goong yang pedasnya demikian menggigit. Kami makan malam
bersama dalam penerangan lilin. Aku sempat keluar keringat karena
kepedasan.
Langganan:
Postingan (Atom)